Keyakinanku Tertatih
Jika aku tidak paham "how to" nya, keyakinan bisa jadi hanya diakal dan tidak terbenam dalam kalbu. Akhirnya cuma akan lenyap lagi bersama egoku.
Menyakini segala sesuatu terjadi atas izin Allah (saat aku dijalanNya), bisa jadi aku akan terus menyalahkan terus keadaan,lingkungan,bahkan menyalahkan Allah.
Saat aku mendapat amanah pekerjaan, jika aku tak yakin "ini karena Allah" bisa jadi menjalankannya dengan ngeluh karena capek dll.
Jika aku diberi rezeki lebih, jika tak yakin itu pemberianNya, bisa jadi aku akan sombong seolah karyakulah yang membuahkan rezeki.
Apalagi merasa rezeki yang dikasih adalah bentuk kasih sayangNya, waah biasanya hanyut sudah merasa disayang. Lemot, besar kepala, angkuh..itu sifat akal/ragaku (Dunia).
Kalau rasa2nya dibalik bagaimana ya?
Aku bekerja ini untuk Allah, kakiku melangkah didunia ini ibadah karena Allah.
hasilnya aku persembahkan untukNya..
Coba gimana rasanya:
Baru sedikit kesadaranku tapi aku merasakan "tau diri" denganNya.
Saat aku dapat kepercayaan soal materi akan beradu setan(akal)-kalbu, mana diantara kedua ini yang lebih kuat.
Dapat rasa..sumber rezeki dariNya, culas dengan 100M sekalipun, gak akan bisa menggantikan kekayaanNya, aku tinggal minta untuk apa culas. Dan gak rela rasanya Tuhanku ditukar dengan recehan.
Ketahuilah wahai raga dan akalku, kamu sama dengan barang elektronik, ada penciptanya, ada manual booknya, ada masa berlakunya. Klo parasmu aduhai semata itu kebetulan kaku diciptakan seperti itu. Tapi itu akan singkat sifatnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H