Dalam melakukan pengembangan kurikulum terdapat landasan-landasan yang harus dijadikan pijakan atau dasar. Landasan yang pertama adalah filosofis. Pandangan-pandangan filsafat sangat dibutuhkan dalam pendidikan, terutama dalam menentukan arah dan tujuan pendidikan. Filsafat akan menentukan arah ke mana peserta didik akan dibawa. Pengembangan kurikulum juga harus dilandasi oleh asumsi-asumsi yang berasal dari psikologi yang meliputi kajian tentang apa dan bagaimana perkembangan peserta didik, serta bagaimana peserta didik belajar. Landasan yang kedua ini dinamakan landasan psikologis.Â
Pendidikan senantiasa berkaitan dengan perilaku manusia. Dalam setiap proses pendidikan terjadi interaksi antara peserta didik  dengan  lingkungannya,  baik  lingkungan  yang  bersifat  fisik maupun lingkungan sosial. Melalui pendidikan diharapkan adanya perubahan perilaku peserta didik menuju kedewasaan, baik dewasa dari segi fisik, mental, emosional, moral, intelektual, maupun sosial. Dan yang ketiga adalah landasan sosiologis.
Landasan sosiologis dalam pengembangan kurikulum adalah asumsi-asumsi yang berasal dari sosiologi yang dijadikan titik tolak dalam pengembangan kurikulum. Mengapa pengembangan kurikulum harus mengacu pada landasan sosiologis? Anak-anak berasal dari masyarakat, mendapatkan pendidikan baik informal, formal, maupun non  formal  dalam  lingkungan  masyarakat,  dan diarahkan  agar  mampu  terjun  dalam  kehidupan  bermasyarakat. Karena  itu  kehidupan  masyarakat  dan  budaya  dengan  segala karakteristiknya  harus  menjadi  landasan  dan  titik  tolak  dalam melaksanakan pendidikan.
Dari ketiga landasan tersebut maka dapat diintegrasikan antara kebutuhan dan potensi yang dimiliki suatu satuan pendidikan dalam hal pengembangan kurikulumnya. Dengan memperhatikan kebutuhan dan potensi masyarakat sehingga dapat mempersiapkan anak didik untuk hidup wajar sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat.Â
Namun juga tangguh dan siap untuk menjawab tantangan dan perubahan zaman. Dalam konteks inilah kurikulum sebagai program pendidikan harus dapat menjawab tantangan dan tuntutan  masyarakat. Untuk dapat menjawab tuntutan tersebut bukan hanya pemenuhan dari segi isi kurikulumnya saja, melainkan juga  dari  segi  pendekatan  dan  strategi  pelaksanaannya.  Oleh karena itu guru sebagai pembina dan pelaksana kurikulum dituntut lebih update mengantisipasi  perkembangan  masyarakat,  agar  apa yang diberikan kepada peserta didik relevan dan berguna bagi kehidupannya di masyarakat.
Pengembangan kurikulum hendaknya memperhatikan kebutuhan masyarakat dan potensi perkembangan masyarakat. Tyler (1946), Taba (1963), Tanner dan Tanner  (1984)  menyatakan  bahwa  tuntutan  masyarakat  adalah salah satu dasar dalam pengembangan kurikulum. Calhoun, Light, dan  Keller  (1997)  memaparkan  tujuan fungsi  sosial  pendidikan, yaitu: 1)  Mengajar keterampilan; 2)  Mentransmisikan budaya; 3)  Mendorong adaptasi lingkungan; 4) Membentuk kedisiplinan; 5)  Mendorong bekerja berkelompok; 6)  Meningkatkan perilaku etik, dan; 7)  Memilih bakat dan memberi penghargaan prestasi.
Dengan demikian, perubahan sosial budaya, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi  dalam  suatu  masyarakat  baik  secara  langsung maupun  tidak  langsung  akan mengubah  kebutuhan masyarakat. Di sisi lain, potensi masyarakat pada umumnya  juga  berpengaruh terhadap keberhasilan tujuan dari sebuah kurikulum. Oleh karena itu pengembangan kurikulum yang mengintegrasikan kebutuhan dan potensi dengan berpijak pada landasan-landasannya akan menghasilkan suatu kurikulum dalam satuan pendidikan menjadi efektif.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H