Mohon tunggu...
Khusnul Khotimah
Khusnul Khotimah Mohon Tunggu... Dosen - knowledge is power, share it and it will multiply

Penulis adalah kompasiana enthusiast dan dosen Universitas Negeri Surabaya.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Merdeka Belajar Indonesia

20 Juni 2021   03:33 Diperbarui: 20 Juni 2021   07:01 996
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diolah dari hope4kids.com

Masih membahas kurikulum kita yang terbaru yaitu Merdeka Belajar. Kurikulum yang lahir dari cita-cita tulus untuk menciptakan suasana belajar yang bahagia tanpa dibebani dengan pencapaian skor atau nilai tertentu. Konsep Merdeka Belajar yang dicanangkan oleh Menteri Nadiem Makarim ini lahir pada pada masa kegelapan dunia yaitu masa pandemi Covid-19.

Lahir di masa sulit ternyata tidak membuat kurikulum ini menjadi tersendat penerapannya, justru sebaliknya kondisi new normal memang yang dibutuhkan kurikulum ini untuk mengakar, tumbuh dan berkembang. Seperti angin segar, kurikulum ini memberikan kesejukan karena memberikan kebebasan pada hal-hal yang selama ini menjadi polemik di dunia pendidikan.

Ibarat pertunjukan, kurikulum merdeka memiliki opening yang begitu menggebrak dengan 4 pokok kebijakannya. Pertama, Ujian Nasional yang dihapuskan dan diganti dengan Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter. Seketika hilanglah ketegangan rutin di akhir jenjang pendidikan yang dirasakan oleh guru, siswa bahkan orang tua dikala menjelang UN. Kedua, sekolah diberi keleluasaan untuk menentukan bentuk dan penyelenggaraan ujiannya. Siswa senang tentunya, karena tidak lagi diforsir pengerjaan soal dan hafalan, akhirnya mereka diberi ruang untuk menunjukkan kemampuan-kemampuannya. Ketiga, penyederhanaan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), guru dan dosen yang selama ini dituntut membuat rancangan pembelajaran yang begitu panjang, kini memiliki waktu untuk  pengembangan diri dan peningkatan kompetensi. keempat, sistem zonasi dalam penerimaan peserta didik baru diperluas. Terwujudlah ekosistem pendidikan yang baik, tidak ada lagi sekolah yang dijadikan bintang, semua sekolah harus bagus dan berkualitas.

Ibarat bayi, kurikulum merdeka saat ini sedang dalam masa lucu-lucunya. Semakin terlihat bahwa filosofi yang digunakan adalah warisan sang Bapak Pendidikan Nasional. Oleh Ki Hadjar Dewantara filsafat ini disebut dengan filsafat pendidikan sistem among, filsafat yang berjiwa kekeluargaan bersendikan 2 dasar keyakinan yakni; pertama, kodrat alam sebagai syarat pertumbuhan dengan secepat-cepatnya dan sebaik-baiknya; kedua, kemerdekaan sebagai syarat menghidupkan dan menggerakkan kekuatan lahir dan batin anak agar dapat memiliki pribadi yang kuat dan dapat berpikir serta bertindak merdeka.

Begitu pentingnya kemerdekaan belajar dan bertindak, beliau menyatakan ''...kemerdekaan hendaknya dikenalkan terhadap caranya anak-anak berpikir, yaitu jangan selalu 'dipelopori', atau disuruh mengakui buah pikiran orang lain, akan tetapi biasakanlah anak-anak mencari sendiri segala pengetahuan dengan menggunakan pikirannya sendiri..." Ki Hadjar Dewantara (buku Peringatan Taman-Siswa 30 Tahun, 1922-1952). Filosofi merdeka belajar merupakan filosofi paling awal pendidikan di Indonesia, dengan memerdekaan pendidikan dan memerdekakan pengajaran tanpa aturan-aturan yang menghambat tercapainya tujuan pendidikan.

Dengan demikian, kodrat alam menjadi batas perkembangan potensi kodrati siswa dalam proses perkembangan kepribadiannya. Perkembangan yang sesuai dengan kodrat alam akan berjalan lancar dan wajar karena pada hakikatnya manusia adalah makhluk yang menyatu dengan alam. Anak manusia tidak bisa lepas dari kehendak-Nya, tetapi akan bahagia jika dapat menyatukan diri dengan kodrat alam yang tumbuh. Seperti bertumbuhnya tiap-tiap benih suatu pohon yang kemudian berkembang menjadi besar dan akhirnya hidup dengan keyakinan bahwa dharma-nya akan dibawa hidup terus dengan tumbuhnya lagi benih-benih yang disebarkan. Dalam Merdeka Belajar terdapat kemandirian dan kemerdekaan bagi lingkungan pendidikan dengan menentukan sendiri cara terbaik dan tercepat dalam proses pembelajaran.

Tahap opening kurikulum Merdeka Belajar yang seru sudah dirasakan bersama. Seperti struktur sebuah drama, akan ada tumpukan konflik-konflik yang terjadi diperjalanannya, yang kemudian membentuk sebuah klimaks dan menuju kepada penyelesaian. Masih panjang babak perjalanan penerapan kurikulum ini, dengan diwarnai masa pandemi yang entah kapan akan berlalu, namun keyakinan harus tetap dipupuk secara optimistik bahwa ending yang dihasilkan akan berupa kesuksesan dan kemajuan pendidikan Indonesia yang gemilang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun