Kurikulum merdeka yang digagas mas mentri Nadim Anwar Makarim sudah berjalan kurang lebih 3 tahun yang dimulai dari tahun 2021 yang lalu.
Pada implementasinya kurikulum merdeka telah dilaksanakan oleh 143.265 sekolah di seluruh Indonesia melalui kegiatan sekolah penggerak, SMK Pusat keunggulan maupun jalur mandiri.
Kurikulum merdeka menawarkan penyederhanaan administrasi guru, kemerdekaan guru dalam merancang pembelajaran dan meringankan beban belajar peserta didik.
Sudahkan seperti itu?, menurut saya, kurikulum merdeka yang diglorifikasi sebagai kurikulum yang bisa mengentaskan masalah pendidikan di Indonesia masih jauh panggang dari api.
Hal itu dapat dicek ketika kita melihat guru memiliki abigiusitas terkait implementasi kurikulum merdeka karena adanya perubahan substansi dalam implemetasinya.
Perubahan itu terlihat pada nomenklatur RPP menjadi modul ajar, P5, pembelajaran berdiferensiasi yang menggugat model-model pembelajaran menjadi tidak ajeg dan berbagai aplikasi pendidikan yang belum semua guru memahami dan menguasainya.
Ambigiusitas yang menurut saya pribadi terjadi pada implementasi kurikulum merdeka karena kurikulum merdeka bukanlah suatu yang ditunggu-tunggu guru.
Walaupun memang benar kurikulum harus disesuaikan zaman, namun benar juga bahwa perubahan kurikulum harus dilakukan secara periodik, sistemis dan terarah sehingga tidak menimbulkan ambigiusitas bagi guru selaku pelaksana kurikulum.
Jagan sampai perubahan kurikulum yang terjadi hanya sebagai suatu rutinitas yang lekat pada istilah "ganti mentri ganti kurikulum".
Pertanyaan, apakah kurikulum merdeka sudah memerdekakan guru?,Â