Mohon tunggu...
Nukee Sha
Nukee Sha Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Baru

Penulis pemula, diharapkan dapat memberikan ide ide cemerlang, semoga bermanfaat dan salam kenal..

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Fenomena Fatherless, Peran Ayah dalam Pola Asuh Anak Bagaimana Islam Menyikapinya?

30 Juli 2024   22:37 Diperbarui: 30 Juli 2024   22:42 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ditelinga kita sudah tidak asing lagi dengan istilah broken home, single mom, atau yatim piatu di sebagian masyarakat Indonesia, yaa. Kenyataanya, persoalan dalam keluarga dan pola pengasuhan anak tidak hanya itu saja, hadir istilah lain yang termasuk fenomena dalam keluarga. Mirisnya fenomena ini perlu jadi perhatian serius pula, apa yaa?  Yaitu fenomena fatherless . Mungkin isu fatherless tak begitu umum dikenal masyarakat Indonesia. Namun, pada faktanya fenomena inilah yang marak terjadi  dan menunjukkan keprihatinan pola asuh dalam keluarga Indonesia.

Apa itu Fatherless?

Fatherless diartikan sebagai kondisi dimana anak kehilangan figur ayah dalam proses mengasuh anak atau dalam hal lain bahwa secara fisik dan psikologis,  ayah tidak membersamai ibu dalam memaksimalkan  proses tumbuh kembang anak. Masih banyak masyarakat di Indonesia khusunya yang belum memahami bahwa dalam pengasuhan, mendidik, membimbing anak tanggung jawab ayah dan ibu, tidak hanya menjadi tugas seorang ibu. (Arsyia & Aji,2023)

Penyebab Fatherless

Absennya seorang ayah dalam pengasuhan terjadi salah satunya karena budaya patriarki yang telah mengakar kuat di Indonesia. Penempatan posisi ayah (di ruang publik) dan ibu (di ranah domestik). Padahal, ayah dan ibu memiliki peranan masing-masing dalam pengasuhan. Jika ibu mengajarkan tentang pendewasaan emosi, empati, dan nilai-nilai kasih sayang, maka ayah dapat mengajarkan tentang logika, keberanian, dan kemandirian. Sisi feminin dan maskulin ini dapat membentuk anak menjadi pribadi yang 'utuh'. Umumnya konsep pengasuhan anak  keseluruhan diserahkan tanggung  jawabnya pada ibu. Sedangkan ayah tugasnya hanya  mencari nafkah. Ini membuat ayah merasa sudah tuntas menjalankan kewajibannya. Kemudian saat di rumah ayah tidak melibatkan dalam aktivitas bersama anak.  Asumsi tersebut memunculkan stigma bahwa segala hal terkait urusan rumah tangga sepenuhnya dilimpah kepada ibu, termasuk dalam pengasuhan anak. Miris yaa, mungkin beberapa dari kita atau orang di sekitar merasakannya sendiri.

Stereotipe itulah yang menjadikan alasan utama mengapa banyak anak di Indonesia yang tidak merasakan sosok ayah dalam hidupnya, meski ayahnya masih ada. Akibatnya muncul tekanan emosional pada anak, baik secara fisik maupun psikis. Fenomena ini bukan hal yang baik. Pada sebuah penelitian  faktanya Indonesia menempati negara fatherless ketiga terbanyak di dunia. Suatu ironi yang perlu segera disadari dan ditangani. Lalu, apa dampak dari fatherless di Indonesia? Bagaimana seharusnya?

Dampak Fatherless

Keterlibatan kedua orangtua dalam pengasuhan ialah pondasi mendasar bagi tumbuh kembang fisik-psikis seorang anak. Hal ini penting karena anak tidak hanya membutuhkan dukungan finansial, makan, sandang, papan serta biaya sekolah. Mereka juga membutuhkan keterlibatan kedua orangtua dalam pengasuhan. Menurut penelitian, anak yang mengalami fatherless rata-rata minder dan rendah diri serta sulit adaptasi dengan dunia luar. Sebab keterlibatan ayah dalam mengasuh mempengaruhi cara pandang anak terhadap dunia luar yang membuatnya cenderung lebih kokoh dan berani, selain itu anak memiliki kematangan psikologis yang lamba dan  anak cenderung lari dari masalah serta emosional saat menghadapi masalah sehingga kurang bisa mengambil keputusan dan ragu-ragu. (siti Maryam). Fatherless berpengaruh pada gangguan kecemasan dan mengalami depresi. Adapun penelitian yang dilakukan oleh Block (Ashari, 2017) bahwa anak yang mengalami fatherless akan berdampak pada aktivitas seksual dini, menggunakan obat terlarang, mengalami gangguan mood dan akan terlibat dalam tindakan kriminal.

Lalu seperti apa, menyikapi Fatherless?

Seperti bunyi pepatah yang mengatakan buah jatuh tidak jauh dari pohonnya, seorang ayah yang memiliki skill public speaking yang bagus akan membentuk karakter anak yang berani berbicara di depan umum. Contoh lainnya, bila sang ayah memiliki ketertarikan di bidang tertentu, seperti musik dan olahraga, sang anak akan antusias mengikuti jejak sang ayah menjadi musisi atau atlet.

Ada banyak kasus bahwa dampak kekosongan peran ayah dalam pengasuhan anak memberikan efek negatif anak itu sendiri. Dilansir dari situs resmi Universitas Gadjah Mada, Psikolog UGM, Diana Setiyawati, S.Psi., MHSc., Ph.D., Psikolog menyampaikan ada akan banyak persoalan yang muncul ketika anak tidak merasakan kasih sayang yang utuh dari kedua orang tuanya, seperti hambatan dalam pembentukan identitas gender dan peran seksual, penurunan performa akademis, rendahnya kontrol diri dan kepercayaan diri, dan masih banyak lainnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun