Mohon tunggu...
Nuke Hatta
Nuke Hatta Mohon Tunggu... -

Rakyat yang memahami bahwa keberpihakan lebih baik dari apatis, takut memihak. Memilih satu opini lebih baik daripada tidak beropini. Membela meski salah, lebih baik daripada bingung siapa yang harus dibela. Selama rasional, logis, tidak membabi-buta.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Jangan Buang Saya ke Kotak Sampah! (Bag-1)

17 Mei 2016   08:43 Diperbarui: 18 Mei 2016   15:13 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Membahas peran penelitian dengan aplikasinya pada penentuan kebijakan pemerintah dan perkembangan industri terkait.

Ini bukan artikel ilmiah, saya juga bukan peneliti formal. Ini hanya tulisan ringan seorang pemerhati singkat dan warga masyarakat biasa yang memiliki pandangan dan pendapat. Berawal dari permintaan seorang teman, Professor di salah satu universitas terkenal di Australia, yang hendak membuat tulisan ilmiah tentang subyek di atas. Ia meminta saya membantunya due dilligent di internet mencarikan sumber-sumber tertulis. Sebelum hal itu sempat saya lakukan dengan serius, saya malah terpikir untuk menulis artikel ini, mengingat beberapa tempo yang lalu, saya juga pernah terlibat dalam percakapan singkat tripartit tentang masalah sama dan ingatan saya akan debat cawapres lalu antara Hatta Radjasa dan Yusuf Kalla juga tentang bagaimana memperkuat budaya meneliti dan memfasilitasinya dalam implementasi. 

Di dunia banyak istilah digunakan untuk menekankan pada kepentingan sebuah penelitian dalam tataran aksi atau pengejawantahan seperti: research-based policy making, evidence-based policy making, industry-based research, industry-based project, economy-based research, dll; dan hal ini juga telah sangat dipahami oleh pembuat kebijakan di Indonesia sebagaimana yang terakhir 6 April 2016 lalu, dibahas dalam seminar berjudul Rethinking Research: Policies and Practices di Auditorium LIPI. 

Menurut SCImago, sebuah lembaga yang mengkhususkan diri dalam mendata berbagai publikasi jurnal penelitian dari seluruh dunia dan menyusunnya dalam rangking, Indonesia menduduki posisi 57, di bawah Thailand (43), Malaysia (36), dan Singapore (32). Hal ini membuktikan bahwa memang jumlah penelitian maupun peneliti di negara kita masih rendah

Jadi bisa disimpulkan bahwa Indonesia memiliki problem pada INPUT dan OUTPUT. Pada INPUT, kita masih harus mendongkrak jumlah penelitian yang terpublikasi dalam skala internasional plus memberikan insentif lebih kepada para peneliti juga mendorong peningkatan kuantitas peneliti, pada tatanan OUTPUT pemerintah khususnya harus bisa memfasilitasi penelitian ini agar berdaya-guna dan tepat-guna; juga memfasilitasi sektor terkait termasuk pelaku industri untuk berkorelasi pada hasil penelitian. 

Di balik semua ini, angin segar sudah banyak bertiup, jadi kita bisa tersenyum dan berharap. Seperti keberadaan lembaga-lembaga pendukung: Kementerian Riset Teknologi Dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia, LIPI, lembaga penelitian yang ada di Perguruan Tinggi; Regulasi Pemerintah seperti: UU No. 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, PP No. 20 Tahun 2005 tentang Alih Teknologi Kekayaan Intelektual Serta Hasil Kegiatan Penelitian dan Pengembangan Oleh Perguruan Tinggi dan Lembaga Penelitian dan Pengembangan; termasuk janji Jokowi di tahun 2014 lalu untuk mengupayakan peningkatan anggaran penelitian.

Namun PR ke depan bangsa kita masih banyak, seperti bagaimana membuat, memfasilitasi, memasarkan penelitian/inovasi yang berpotensi industri; mendorong sektor swasta/bisnis dalam peningkatan lembaga R&D juga peran mereka dalam mendanai penelitian di universitas, dll.

Sebagai pemerhati, warga masyarakat, dan penulis artikel ini, saya ingin berperan serta. Meskipun tulisan ini tidak memberikan solusi, namun saya berusaha menginduksi paling tidak kesadaran kita bersama tentang nilai krusial dalam mengkaitkan penelitian dengan proses pembangunan negara kita ke depan, dan bagaimana sebagai masyarakat kita tidak hanya harus mengetahui, tetapi juga mendukung penuh. Dukungan dalam tatanan rumah tangga bisa hanya sesederhana mengingatkan anggota keluarganya untuk berpikir, bertindak dan berpendapat berdasarkan fakta, bukti; sehingga proses Ini secara perlahan dapat membentuk budaya meneliti dan penelitian di negara dan bangsa kita. 

(bersambung)

 

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun