Mohon tunggu...
Nuha Afifah
Nuha Afifah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Hubungan Internasional, Universitas Jember

Menulis untuk mengedukasi, berbagi, dan mengabadikan waktu

Selanjutnya

Tutup

Financial

SVB Kolaps, Dampaknya bagi Indonesia Hingga Langkah yang Diambil Pemerintah AS

5 April 2023   08:16 Diperbarui: 5 April 2023   08:20 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: CNN Indonesia "Startup dan Modal Ventura China Panik Imbas Kolaps Silicon Valley Bank"

Silicon Valley Bank (SVB) akhir-akhir ini menjadi perbincangan hangat dimana-mana. Pasalnya, SVB merupakan salah satu bank terbesar di Amerika Serikat. Silicon Valley Bank sendiri merupakan bank komersial yang melayani nasabah di seluruh dunia. SVB menerima simpan pinjam, serta menyediakan jasa manajemen treasury, penasihat kekayaan, pembiayaan perdagangan, perbankan internasional, dan layanan lainnya. Bank yang lahir pada tahun 1983 ini berpusat di Santa Clara California, Amerika Serikat. Silicon valley menjadi bank yang membantu perusahaan-perusahaan rintisan untuk tumbuh, bahkan Silicon Valley Bank menjuluki dirinya sendiri sebagai "The financial partner of the innovation economy". Mereka juga mengklaim telah membiayai sebagian dari perusahaan teknologi dan perawatan yang berbasis modal ventura di wilayah Amerika Serikat. 

Lalu bagaimana bisa bank sebesar itu mengalami collapse, dan bagaimana dampaknya ke bank-bank di seluruh dunia? Mari kita simak penjelasannya dibawah ini. 

    

Silicon Valley Bank runtuh pada Jum'at, 10 Maret 2023 lalu. Meskipun terlihat hancur secara tiba-tiba, namun SVB sebenarnya sudah bermasalah sejak bertahun-tahun lalu. Bank pemasok dana startup ini diketahui collapse karena manajemen yang buruk. Ketua eksekutifnya terlalu mengedepankan inovasi baru untuk masa depan, sehingga tugas dan pekerjaan biasa menjadi terabaikan. Pekerjaan yang kurang diperhatikan tersebut adalah mengenai pengelolaan resiko dan keamanan keuangan. Tidak seperti bank-bank biasanya, dikatakan oleh Danny Moses seorang investor di Moses Ventures bahwa runtuhnya Silicon Valley Bank bukan disebabkan karena keserakahan. 

Runtuhnya Silicon Valley Bank menjadi api yang merambat ke bank-bank di seluruh dunia. Meskipun demikian, OJK mengatakan bahwa belum muncul tanda-tanda adanya dampak besar bagi Indonesia atas jatuhnya SVB. Sebagian kecil masyarakat mungkin hanya menarik uangnya, namun itu hanya kepanikan sementara akibat boomingnya berita mengenai Silicon Valley Bank ini, jadi untuk saat ini belum ada dampak yang signifikan terhadap Bank Indonesia atas jatuhnya Silicon Valley Bank baru-baru ini. Dilansir dari laman Kementerian Keuangan Republik Indonesia, terhindarnya Bank Indonesia dari dampak kolaps SVB juga dipengaruhi oleh sistem perbankan Indonesia yang semakin kuat, resilien, dan stabil. Hal ini terbukti dengan kinerja positif Bank Indonesia di tengah tekanan perekonomian domestik maupun global. Selain itu, perbankan di Indonesia tidak berhubungan langsung oleh Silicon Valley bank, karena nasabah SVB sebagian besar adalah perusahaan startup teknologi. Likuiditas rata-rata perbankan di indonesia relatif sangat baik. Sebagian besar Dana Pihak Ketiga (DPK) adalah current account and saving account (CASA) sehingga ini menjadikan perbankan di Indonesia tidak sensitif akan pergerakan suku bunga. Namun, situasi ini akan membuat para investor lebih hati-hati untuk menyuntikkan dananya pada startup di Indonesia, ini adalah efek sentimen negatif dari runtuhnya Silicon Valley Bank. 

Menteri keuangan Amerika Serikat, janet Yellen menegaskan bahwa tidak akan ada efek domino dari runtuhnya Silicon Valley Bank bagi perekonomian di Amerika Serikat. Yellen mengatakan "Sistem perbankan Amerika benar-benar aman dan dikapitalisasi dengan baik", "sistem ini tangguh!", ujarnya menegaskan kembali. Pemerintah AS tidak berniat untuk memberikan dana talangan atau yang dikenal dengan bailout kepada SVB. Akan tetapi pemerintah akan membantu para nasabah untuk mengembalikan uangnya. Hal ini tentunya dilakukan pemerintah untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap sistem perbankan di Amerika Serikat. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun