Ini pengalaman saya yang pertama kali mengendarai motor dalam perjalanan antar provinsi. Rabu 25 Juni 2014, saya menempuh suatu perjalanan panjang dari Kota Padang (Sumbar) menuju Kota Bengkulu, perjalanan ini menempuh jarak lebih kurang 560 kilometer.
Sebelumnya saya pernah menempuh perjalanan ini dengan mengendarai mobil, hanya saja kali ini saya mengendarai motor Yamaha Vega R yang sudah 10 tahun saya gunakan, sempat saya berpikir berbagai kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi didalam perjalanan dari padang menuju Bengkulu, hanya bermodalkan doa serta keyakinan, saya pun tidak mengurungkan niat untuk pergi ke Bengkulu dengan menggunakan motor ini.
Pagi itu waktu menunjukkan pukul 05.30 WIB, saya mulai memanaskan mesin motor selama tujuh menit, barang bawaan saya pun mulai saya susun ditengah motor, saya membawa dua tas ransel. Ransel pertama yang diletakkan ditengah motor, dan ransel yang satu lagi saya bawa dipunggung.
Usai sejenak berdoa pagi itu, saya langsung berangkat mengendarai motor, sejatinya perjalanan jauh ini tidak saya lakukansendirian, tetapi ada satu orang teman saya yang menggunakan Yamaha Vixion, namun perjalanan yang seharusnya beriringan dua motor, nyatanya saat itu menjadi perjalanan yang saya tempuh sendiri.
Dari kota padang kami beriringan, namun setelah melintasi kawasan Teluk Bayur, teman saya memutuskan tancap gas, maklum kecepatan motornya tidak mungkin saya tandingi. Yah…akhirnya teman itu pun melesat lebih kencang dari saya.
Sejak dari Teluk Bayur tersebut, saya memacu kendaraan saya dengan kecepatan 70KM/jam, belum saya pacu kencang karena dikawasan tersebut saya masih menyempatkan untuk sesering mungkin menolehkan arah pandangan ke kanan, karena dari jalan yang saya lalui ini terlihat kerlap kerlip lampu-lampu yang berasal dari pelabuhan Teluk Bayur, suatu pemandangan yang cukup mengesankan diawal memulai perjalanan panjang ini.
Setelah lebih 6 kilometer melintasi Teluk Bayur, saya mulai memacu kendaraan saya dengan kecepatan 80KM hingga 90Km/jam. Sejuk rasanya, sejauh mata memandang yang terlihat hanya perbukitan-perbukitan, dan hamparan sawah-sawah warga, kondisi udara pun masih sangat segar, suatu kondisi yang sangat jarang sekali saya temui ketika berada di kota-kota besar. Sesekali saya melihat orangtua renta duduk-duduk di teras rumah mereka, dari raut wajahnya terlihat kedamaian tanpa beban, seolah menikmati kesejukkan dan kedamaian yang ada di desa mereka.
Sungguh suatu pemandangan yang menyegarkan di pagi hari, dari nagari ke nagari yang saya lintasi semua sungguh kontras dengan kondisi di kota-kota besar yang penuh dengan kebisingan dan keangkuhan bangunan-bangunan yang menjulang tinggi.
Tak terasa kondisi cuaca pagi yang semakin dingin itu, mulai merasuk ke ujung-ujung kuku jari tangan, sarung tangan yang saya gunakan pun mulai terasa dingin, untungnya, saya menggunakan jaket berlapis, dengan dalaman sweater, sehingga dinginnya cuaca pagi itu tidak sampai menusuk ke tulang-tulang rusuk.
Memasuki Painan
Setelah hampir 2 jam mengendari motor, saya memasuki daerah Painan, Painan adalah salah satu daerah yang termasuk dalam Kabupaten Pesisir Selatan Provinsi Sumatera Barat. Di Painan saya memutuskan untuk mencari SPBU untuk mengisi penuh premium Yamaha Vega R yang saya gunakan, akhirnya saya menemui SPBU diwilayah ini, namun antreannya cukup panjang, akhirnya saya memutuskan tidak jadi mengisi premium di SPBU tersebut. Dengan pertimbangan sisa premium yang ada di tangki masih 2 liter, kemungkinan masih bisa menempuh dan menemui SPBU diwilayah selanjutnya.
Di Painan yang terkenal dengan objek wisata Pantai Carocok ini sebenarnya saya tertarik untuk mengambil gambar beberapa spot pada objek wisata tersebut. Hanya saja, dengan pertimbangan waktu saya tidak menyempatkannya, saya hanya melintasi gapuranya saja, karena kebetulan gapuranya terlihat dari pinggir jalan.
Pemandangan diwilayah ini cukup mengagumkan, laut pantainya juga cukup indah, terlihat dari pinggir jalan, bahkan dibeberapa lokasi bibir pantainya sangat dekat dengan perbatasan aspal.
Saya semakin kencang memacu motor, karena tidak ingin mengambil resiko, saya putuskan untuk mengisi premium yang dijual warga dipinggir jalan, saat itu saya isi 2 liter, dan saya pun sempat bertanya kepada penjual premium eceran tersebut, lokasi terdekat SPBU. Penjual tersebut pun bilang bahwa SPBU terdekat berjarak 10 KM.
Yah… ada sedikit rasa menyesal mengisi premium pinggiran, karena hanya tinggal 10 Km lagi saya bisa menemui SPBU. Tapi, beruntung, setelah melintasi SPBU tersebut ternyata premium sedang kosong. Suatu pilihan yang tepat telah mengisi premium di pinggiran jalan sebelumnya.
Saya pun terus memacu motor dengan kencang, sejauh ini kondisi motor Yamaha Vega R tetap prima, tidak ada kendala yang saya temui dijalan dalam memacu motor ini. Begitu juga dengan kondisi jalan tanpa lubang yang sangat mendukung untuk memacu motor dalam kecepatan tinggi.
Setelah nyaris hampir 4 jam memacu motor, saya kembali untuk membeli premium dipinggir jalan masih dalam wilayah administratif Painan (saya lupa nama daerahnya). Saat itu saya isi 3 liter, dan akhirnya kondisi Full Tank.
Saya kembali melanjutkan perjalanan panjang ini, tangan kanan saya pun mulai terasa keram, pantat pun demikian mulai liar dari jok motor, begitu juga dengan persendian lutut. Saya pun terus memacu motor dengan kencang, melintasi pantai dan perbukitan. Rasa pegal pun mulai terasa ke pinggang, tidak mungkin saya memutuskan untuk istirahat dijalan yang terlihat sangat sepi.
Memasuki Perbatasan Bengkulu
Setelah 5 menit itupun saya langsung melanjutkan perjalanan, motor semakin saya pacu kencang, karena dengan kondisi perut yang keroncongan saya harus mencari tempat makan dan beristirahat.
Memasuki jalan dikawasan Bandara Kabupaten Muko-Muko, saya pacu motor dengan gas full, speedometer menunjukkan angka 100KM/jam. Sungguh sangat kencang, tapi Yamaha Vega R ini masih stabil, kestabilan ini saya pikir juga dikarenakan dua tas yang saya bawa, sehingga menambah berat beban kendaraan, sehingga motor yang ringan dan terlihat ramping ini tetap melaju stabil kendati di gas full.
Tak terasa sudah 25 menit saya istirahat dan mengisi perut yang kosong, pukul 11.45 WIB saya kembali melanjutkan perjalanan, dan menyempatkan mengisi premium full sebanyak 2,7 liter.
Masih dengan doa yang sama, sebelum memulai kembali perjalanan lintas provinsi ini, di dalam hati saya berdoa, agar perjalanan ini tidak terkendala dan jauh dari marabahaya.
Kondisi Geografis Muko-Muko sangat berbeda dengan geografis Painan yang telah saya lewati sebelumnya, pantainya juga bisa terlihat dari pinggir jalan, hanya saja sebagian besar wilayahnya dipenuhi dengan perkebunan sawit.
Di sini mulai timbul ke khawatiran saya, puluhan kilometer saya tolehkan pandangan ke kiri, semua dipenuhi dengan tanaman sawit, begitu juga dengan kondisi jalan yang dibeberapa titik sangat curam, dan berjurang. Saya berpikir, andai kata ban motor ini bocor di area ini, tamatlah riwayat saya, harus merana mendorong motor di tengah-tengah perkebunan sawit.
Namun pemikiran itu selalu saya tepis, saya tetap yakin bahwa kondisi kendaraan dan kondisi tubuh saya tetap prima untuk sampai ke Kota Bengkulu.
Didalam perjalanan itu, saya terus berdoa, agar tidak turun hujan, dari kejauhan saya melihat kondisi cuaca sangat terik, tidak ada sedikit pun awan hitam.Jarak pandang pun masih sangat jelas. Ber jam-jam tetap saya tempuh tanpa istirahat, sesekali disaat tikungan-tikungan tajam saya khawatir jatuh tersungkur karena sedikit melebar ke jalur lawan, maklum sesekali perhitungan untuk menikung ditikungan tajam bisa saja meleset karena pengaruh lelah.
Pukul 15.35 WIB saya tiba di bundaran Ketahun, sebelum itu saya sempat mengisi premium 2,9 liter di Ketahun. Karena kondisi fisik yang cukup lelah, saya memutuskan untuk istirahat sejenak sambil menikmati sate, 15 menit di sana saya langsung melanjutkan perjalanan. Dengan perhitungan-perhitungan waktu bahwa pukul 18.00 WIB saya harus masuk perbatasan Bengkulu Tengah dan Kota Bengkulu.
Lepas 5 menit sehabis makan sate, saya teringat bahwa kondisi jalan di Ketahun banyak sekali jalan berlubang, dan bisa menghambat perjalanan. Ternyata jalan yang dulunya berlubang dan rusak parah sudah diaspal, hal ini semakin membuat saya nyaman untuk melaju kencang.
Ternyata di bawah jembatan tersebut terdapat puluhan anak-anak yang mandi di sungai, saya pun kemudian turun sedikit ke bawah jembatan itu, dan bercengkrama sejenak bersama beberapa anak desa itu. Pengakuan mereka, mereka hampir setiap sore mandi di bawah jembatan itu. Nuansa kebersamaan dan keceriaan tergambar dari raut wajah mereka. Dalam ilmu physiognomi yang pernah saya baca, tidak sedikit pun raut wajah mereka mencerminkan hidup kesendirian. Sangat kontras dengan kondisi anak-anak di perkotaan yang seusia mereka sibuk ber-asosial dikarenakan gadget era modern saat ini.
Setelah hampir 30 menit di sana, pukul 16.45 saya kembali melanjutkan perjalanan. Hari pun semakin sore, saya kembali memacu motor dengan kecepatan tinggi, berharap waktu maghrib saya telah sampai di Kota Bengkulu. Akhirnya pukul 17.50 WIB saya memasuki Kabupaten Bengkulu Tengah, kondisi tangan pun mulai kembali keram, lutut pun kembali pegal, begitu juga dengan pinggang.
Pukul 18.15 WIB akhirnya saya memasuki Kota Bengkulu, selepas perbatasan Kabupaten Bengkulu Tengah dan Kota Bengkulu, di kawasan Sungai Hitam, saya memilih berbelok ke kanan, karena di sini saya akan melewati kawasan Pantai Jakat dan Pantai Panjang, objek wisata terkenal di Kota Bengkulu.
Di atas horizon barat, matahari pun terlihat mulai terbenam, sunset pun menjadi saksi indahnya hari dengan sinar orangenya. Sedikit melepas rasa lelah, sepanjang Pantai Panjang saya menurunkan kecepatan motor saya, menarik nafas teratur, dan menikmati sejuknya angin pantai.
Alhamdulillah… Saya sampai di Kota Bengkulu tanpa kendala, dan saya salut dengan Yamaha Vega R yang saya bawa ini sungguh sangat prima. Padahal dua hari sebelum keberangkatan, motor ini tidak saya service, hanya ganti oli Yamalube saja. Jadi ingat iklan beberapa tahun yang lalu. “Yamaha Vega R, Si Gesit Irit.”
Itulah bagian dari ujian saya menempuh perjalanan antar provinsi menggunakan motor, dan ini adalah bagian dari banyaknya ujian yang memang harus dilalui, tentunya bukan ujian akademik dari studi yang sedang saya tempuh, tetapi lebih dari itu, ujian kesabaran. Ujian kesabaran untuk tetap satu hati terhadap apa yang diri lakukan dan dijalani. “Kalau tidak berat rasanya, bukan perjuangan namanya.”***
Nugroho Tri Putra
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H