Entah apa yang terjadi di bangsa ini, selalu penuh dengan “kejutan”, disaat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sedang gencar untuk memberantas korupsi yang kian menjamur dan mendarah daging, kali ini justru Ketua KPK Abraham Samad diberitakan diduga memiliki kedekatan khusus dengan Elvira Devinamira Wirayanti, Putri Indonesia tahun 2014. Dugaan kedekatan khusus ini diketahui setelah beredarnya foto mesra yang diduga Ketua KPK Abraham Samad bersama Elvira Devinamira Wirayanti. Beberapa redaksi media massa nasional dan jurnalis bahkan menerima langsung kiriman foto mesra tersebut melalui surat elektronik (email) misterius dari akunwijayantiandini@yahoo.co.id, pada Rabu 14/1/2015.
Secara cepat, foto yang berasal dari surel misterius tersebut akhirnya menyebar sejak Rabu (14/1/2015) di berbagai pemberitaan media, terkhusus media online dan media sosial, khalayak pun banyak dikagetkan dengan pemberitaan itu. Sementara, Ketua KPK Abraham Samad membantah bahwa itu adalah foto dirinya. Abraham Samad menyebut penyebaran foto itu sebagai gosip untuk menghancurkan dan mengkriminalisasi dirinya (Lihat: JPNN.COM, 14/1/2015).
Lalu, apa kira-kira maksud dari penyebaran foto dari sumber misterius tersebut? Media massa banyak memberitakan bahwa disebarkannya foto mesra yang diduga Abraham Samad dengan Elvira Devinamira Wirayanti terkait dengan adanya penetapan tersangka Komjen Pol Budi Gunawan atas kepemilikan rekening gendut, karena foto mesra tersebut beredar satu hari pasca KPK mengumumkan Komjen Pol Budi Gunawan sebagai tersangka dugaan penerimaan hadiah atau janji terkait transaksi mencurigakan (Lihat: JPNN.COM, 14/1/2015).
Penulis berasumsi, bahwa ada maksud yang ingin dituju oleh akun misterius pengirim foto mesra tersebut. Dalam perspektif komunikasi, pesan, simbol atau pun lambang yang disampaikan ditujukan untuk memengaruhi komunikan (penerima pesan) agar tercapai kesamaan makna terhadap suatu pesan. Dalam hal ini, saya berpendapat bahwa pengirim surel misterius tersebut diduga berupaya melakukan subliminal message yaitu menggabungkan pesan dengan objek, untuk memengaruhi persepsi. Pesan ini tidak ditangkap oleh alam sadar manusia, tetapi dalam beberapa situasi dapat memengaruhi alam bawah sadarmanusia untuk menciptakan sebuah aksi atau sikap seseorang.
Ini berarti, langkah propaganda untuk memengaruhi khalayak sedang dilakukan oleh pengirim email tersebut, terlepas foto itu benar atau pun hasil rekayasa digital, dengan beredarnya foto tersebut persepsi khalayak diduga terpengaruh di dalam melihat citra pribadi Ketua KPK Abraham Samad dan Elvira Devinamira Wirayanti sebagai Putri Indonesia 2014. Namun, banyaknya pemberitaan di media massa terhadap foto mesra yang diduga Abraham Samad dengan Elvira, mungkin tidak memengaruhi khalayak yang berintelektual, akan banyak perspektif yang mereka hadirkan di dalam pemikiran sebagai langkah menilai apa yang terjadi saat ini. Kondisi ini, juga menggambarkan tidak berlakunya teori jarum hipodermik, yang mengatakan bahwa media massa memiliki kemampuan penuh di dalam memengaruhi khalayak, sehingga pesan-pesan yang disampaikan akan selalu diterima oleh khalayak yang dianggap sebagai sekumpulan orang yang homogen dan pasif.
Di sini, media massa juga menjadi peran dalam memframing pemberitaan, jika ada media massa yang bersifat oposisi terhadap kinerja KPK selama ini, tentu isu ini menjadi “makanan empuk” sebagai bahan pemberitaan mereka, karena sudah relatif banyak contoh kasus di bangsa ini, publik figur, atau pun pejabat tinggi, yang kariernya harus kandas karena perkara wanita, yang salah satunya bersumber dari pemberitaan media massa yang tidak cover both side.
Semoga apa yang terjadi saat ini bukan upaya untuk menggoyahkan KPK, dan memecahkan konsentrasi salah satu lembaga anti korupsi itu di dalam menjalankan tugasnya. Semoga para pemimpin apa pun di bangsa ini yang memiliki niat tulus di dalam memperjuangkan keadilan rakyatnya selalu dilindungi langkahnya oleh Sang Pencipta, karena ketika “dunia” tidak lagi bisa bersahabat terhadap kebenaran, akan selalu banyak ujian yang melanda para manusia yang tulus dan memiliki posisi strategis dan penting. Sebagaimana kata pepatah bijak, semakin tinggi pohon, semakin kencang pula angin yang menerpanya. Wallahu a’lam bish-shawab.
Nugroho Tri Putra.
Artikel opini ini dimuat di harian Rakyat Bengkulu, edisi hari ini Selasa 20 Januari 2015.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H