Kasih anak hanyalah sepanjang galah. Kasih orang tua terutama Ibu sepanjang masa. Tak terukur dan terukir jasa-jasanya! Mungkin ungkapan ini sangat tepat dialamatkan bagi cinta pertama yang kita lihat ke dunia. Bagaimana tidak, mungkin jika boleh diberi julukan sosoknya merupakan Malaikat yang tak bersayap. Sedari kecil kita dilahirkan, dirawat dan didik serta dibesarkan hingga sekarang, siapa lagi kalau bukan karena pengorbanannya.
Jujur saja saya hingga tak bisa berkata-kata ketika bercerita dan diminta untuk mendeskripsikan seperti apa Ibumu dan bagaimana perannya dalam kehidupan sehari-hari? Bagaimana kita sebagai anak memaknai hari Ibu setiap tahunnya? Pastinya Ibu adalah segalanya bagi saya. Jika mau diberi skor 1-10 saya tidak akan segan-segan memberi nilai 1000 khusus untuknya. Apalagi mungkin saya yang di posisi sebagai anak laki-laki tunggal yang ia miliki satu-satunya.Â
Jika boleh bercerita, Ibu saya melahirkan saya dengan penuh perjuangan. Bayangkan saja menanti keberadaan saya sebagai buah hati yang ia dan ayah saya idamkan sepuluh tahun lamanya. Luar biasa penantiannya. Segala macam cara mereka coba. Hingga akhirnya saya terlahir ke dunia. Ibu dan Ayah saya adalah pekerja keras dan tangguh sejak mereka muda. Menurut saya Ibu tidak hanya menjadi tulang rusuk bagi Ayah saya tapi juga ikut menjadi pendukung tulang punggung perekonomian keluarga.
Tidak hanya itu saja waktu dan dedikasinya buat keluarga teramat istimewa. Jika dimungkinkan kepala bisa menjadi kaki dan kaki menjadi kepala, akan dilakoninya. Ibu tak ingin melihat anaknya haus dan dahaga, tak ingin anaknya menderita kepanasan apalagi kehujanan.Â
Tak ingin lara, nestapa apalagi hingga hidupnya sengsara. Mungkin benar adanya jika semua Ibu itu diberi kodrat oleh Tuhan dengan segala kebisaan yang dimilikinya atau menjalani peran dengan berbagai profesi. Guru atau madrasah pertama bagi anaknya saat belajar, perawat saat kita sakit, koki yang menyajikan masakan enak ketika kita lapar dan bahkan ahli dalam manajerial keuangan di rumah. Jangan salah mereka juga rela dijadikan binatu agar pakaian kita selalu bersih terjaga.
Tahun 2009 adalah tahun yang bersejarah bagi keluarga saya. Sejak ayah memasuki masa pensiun di salah satu perusahaan swasta, Ibu mencari kegiatan dan penghasilan tambahan. Ternyata hobinya memasak dari muda menjadi ladang untuk menghasilkan cuan. Karena ketika itu saya masih kuliah di salah satu perguruan tinggi swasta di Jakarta. Meski mendapatkan pesangon yang lumayan tapi tidak serta merta digunakan dan dihabiskan begitu saja. Sehingga akhirnya Ibu saya mencari cara dan memutar otak agar uang tetap diputar. Segala menu dan penganan sudah dicoba dibuatnya. Hingga akhirnya fokus mengelola usaha rumahan yaitu rempeyek dan sistik.Â
Bayangkan tanpa terasa 13 tahun lamanya hingga sekarang usaha tersebut masih berjalan. Meski tertatih dijalani namun tetap bertahan. Oleh sebab itu, saya memutuskan untuk menjalani profesi sebagai pekerja paruh waktu (freelancer) dengan menjadi seorang bloger.
Jadi ketika tidak sibuk saya selalu membantu Ibu dari mulai berbelanja bahan, mengemas hingga mendistribusikan pada para pelanggannya. Banyak orang pikir saya menganggur dan tidak berpenghasilan. Tapi kenyatannya setelah dijalani hasilnya pun lumayan asal kita tekun dan rajin rezeki Insya Allah menghampiri.
Tentu saja orang tua sempat tidak setuju dengan pilihan saya. Tapi setelah bertahun-tahun kami bisa juga melaluinya dan bahkan saling melengkapi. Alhamdulillah berkat do'a Ibu lah segala yang terlihat berat di depan mata seperti dilancarkan. Meski jujur di awal Ibu tidak terlalu setuju atas pilihan anaknya.Â
Hidup pada dasarnya penuh dinamika dan peribahasa. Berpegang pada tiap masalah tersimpan kemudahan, dua perspektif berbeda dapat disatukan. Pilihan saya untuk membantu ibu dengan menyisihkan waktu sebagai freelancer, lambat laun sangat membantunya. Bagi saya, ini adalah bagian dari rasa berbakti kepada ibu selaku pengusaha kecil rumahan.
Alhamdulillah, restu ibu atas keputusan anaknya ini diberikan.Â
Saya jadi merasa tergelitik begitu melihat kutipan dari Bapak Erick Thohir pada sebuah postingan di laman Instagram pribadinya. Bagaimana beliau memaknai hari Ibu bagi perempuan Indonesia Pastilah di setiap momen, di setiap hembusan nafas kita dimulai dari restu Ibu. Do'a Ibu doa yang paling mustajab. Jangan sungkan untuk mencium kening dan tangannya yang telah renta termakan oleh usia. Jika perlu basuh kakinya agar kita selalu mengingat bahwa surga ada di bawah telapak kaki Ibu.Â
Selamat hari Ibu dan para perempuan Indonesia. Ucapkan salam, mintalah restu agar esok hari dan seterusnya pekerjaan kita menjadi berkah dan ladang pahala. Meminta do'a agar akhlak kita selalu terjaga. Baik ketika akan keluar rumah di pagi hari hingga masuk ke rumah kembali di malam hari.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H