Diary Bejo #01
Kisah Susahku Agar Bersyukur Semakin Baik
Bejo Bin Slamet adalah sahabat terbaikku. Sukses hidupnya menginspirasiku untuk menggali bagaimana mungkin dia dapat memperoleh semua itu. Namun, setahap demi setahap akan kutanyai proses perjalanannya.
Aku : Mas Bejo, dapat diceritakan pengalaman pahit di masa lalu?
Bejo :
Baiklah, saya pernah merasakan sangat lapar ketika itu. Periode antara 1990 -- 1995an, masa kuliah di Jogja. Makan sangat terbatas, karena uang saku hanya Rp. 10.000,-/minggu, atau sekitar 40 ribu per bulan, sudah all in untuk keperluan makan, jalan, jajan, atau apa lah ya sudah itu saja.
Menu makan ketika itu, nasi sepalih tempene kalih, nasi separo tempe duo, harganya Rp. 150,-. Kalau mau agak enak, ada menu WTS (warung telu skeet), alias Rp. 350,- dengan lauk ayam/telur/daging kecil. Itu sudah mewah sekali.
Karena uang 10 ribu adalah all in, maka makan pasti dihemat. Sebab ada biaya fotokopi kuliah, dan lainnya misalnya naik bis ke perpustakaan wilayah yang ada di kawasan Samsat sekarang ini.
Maka, intinya makan dihemat-hemat.
Suatu malam bakdo isya di masjid Karanggayam Sleman, saya diajak ngobrol teman tetangga kost.Kebetulan pemilik kost adalah penjual nasi gudeg.