Mohon tunggu...
Nugroho Endepe
Nugroho Endepe Mohon Tunggu... Konsultan - Edukasi literasi tanpa henti. Semoga Allah meridhoi. Bacalah. Tulislah.
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Katakanlah “Terangkanlah kepadaku jika sumber air kamu menjadi kering; maka siapakah yang akan mendatangkan air yang mengalir bagimu?” (67:30) Tulisan boleh dikutip dengan sitasi (mencantumkan sumbernya). 1) Psikologi 2) Hukum 3) Manajemen 4) Sosial Humaniora 5) Liputan Bebas

Selanjutnya

Tutup

Surabaya Pilihan

Kliping Sister City Surabaya - Busang Korea 2010

21 Juni 2022   15:17 Diperbarui: 21 Juni 2022   15:31 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sister City, Sister Port - Surabaya Best Practise

[ Senin, 21 Juni 2010 ]

Surabaya, Best Practice Sister City

Oleh: Nugroho Dwi Priyohadi *

BELUM lama berselang, tepatnya pada 16-17 Juni lalu, Pemkot Surabaya mengadakan Workshop Best Practises Sister City dan e-Government dengan mengikutsertakan peserta dari berbagai unsur pemerintah kabupaten (pemkab), dan pemerintah kota (pemkot) di Indonesia. Ini terkait dengan penetapan pemerintah pusat terhadap Kota Surabaya sebagai The Best Practise Sister City dan e-government tingkat Nasional.

Penetapan oleh Kementerian Dalam Negeri tersebut menjadi bukti bahwa ada kemajuan yang diraih Pemkot Surabaya. Ini sekaligus menghadirkan konsekuensi untuk melakukan perbaikan terus-menerus (continuous improvement) dan tidak terlena dengan pujian dan sanjungan.

Dalam konteks ini, perjuangan untuk menumbuhkembangkan pembangunan jelas ada di depan mata. Dan, sungguh tepat bahwa salah satu agenda yang telah dijalankan pemkot adalah kunjungan lapangan pada 17 Juni 2010 lalu, mengikutsertakan peserta workshop, ke Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, yang dikenal memiliki sister port dengan jaringan pelabuhan internasional.

Bila Pemkot Surabaya telah berupaya menjalin jejaring internasional, misalnya Kota Pusan (Busang) Korea, penjajakan ke Xiamen dan Guangzhou, Tiongkok, serta mengajak bersama masyarakat industri untuk melakukan aktivitas semacam studi komparatif terhadap sister port, yakni Kochi, Jepang; Seatle, Amerika Serikat, dan Busan, Korea, sebuah kebetulan yang cukup baik untuk mencoba menyajikan di sini pengalaman penulis selama di Korea belum lama berselang.

Diharapkan Pemkot Surabaya atau pihak mana pun dapat mengambil manfaat atas deskripsi dan narasi terkait dengan program yang penulis ikuti di Korea Selatan.

International Network of Affiliated Ports (INAP)

Kesadaran terhadap arti penting komunitasi dan networking dengan masyarakat internasional adalah salah satu alasan mengapa Pelabuhan Tanjung Perak menjadi anggota aktif pada organisasi INAP (International Network Affiliated Ports) yang bermarkas besar di Jepang.

Bahkan, Tanjung Perak adalah salah satu inisiator organisasi nirlaba ini sejak 1998 bersama The Newport of Kochi Jepang, Port of Colombo Sri Lanka, the Port of Subic Bay Filipina, Port of New Orleans Amerika Serikat, dan Port of Qingdao, Tiongkok.

Masuknya Mokpo Newport di Korea sebagai anggota pada awal 2004 menjadikan aktivitas makin bervariasi. Program yang direspons positif adalah ITEP (INAP Technical Exchange Programs), yang merujuk pada hasil survei dan tindak lanjut the 11th INAP 2009 Mokpo Conference and Exhibition yang diselenggarakan pada 8-9 September 2009. Yakni, setiap anggota INAP setuju untuk saling mengirimkan minimal satu orang dengan latar belakang pemahaman logistik kemaritiman.

Maka, direalisasikanlah program ITEP 2010 pada 10 April-1 Mei 2010 yang baru lalu. Pengelola Pelabuhan Tanjung Perak mengirimkan penulis ke Mokpo Newport Korea Selatan dan sebaliknya seorang delegasi dari Korea dikirim Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya. Sederhananya, bertukar SDM untuk saling mengenali sistem dan operasional secara praktis dan sekaligus bermukim di negara tujuan.

Metode pelaksanaan, antara lain, dengan presentasi makalah mengenai company profile dan data ekspor-impor Korea-Indonesia, diskusi dalam komunitas kecil pada setiap divisi di terminal pelabuhan, dan diskusi pleno dengan menghadirkan chairman/CEO (chief executive officer) beserta seluruh jajaran Mokpo Newport, observasi lapangan dengan visit dunia industri dan pelabuhan lain di Korea, dept interview (wawancara mendalam) dengan narasumber terkait, dan berdiskusi tentang komoditas yang memungkinkan dibuka rute pelayaran langsung dari Mokpo Newport Korea-Surabaya Indoensia.

Sekitar tiga minggu penulis melakukan eksplorasi ke pelabuhan, kota, dan dunia industri di Korea. Kunjungan penulis, antara lain, ke Kontainer Operasional Mokpo Newport, zona industri Mokpo, kantor cabang Seoul Korea, Incheon Port dengan sistem Lock Gate Operation System mirip dengan terusan Suez/Panama, kota industri Jinju, Gwangyang Port, Pusan/Busang Port, dan tentu saja Hyundai Samho Heavy Industry, serta Daehan Shipbuilding Company, Mokpo.

Dapat dikatakan, metode program ini adalah indoor (presentasi, searching data, diskusi, interview, perumusan) dan outdoor (visit dan observasi lapangan).

Pelabuhan Korea dan Pelabuhan Indonesia

Industri pelabuhan di Korea sendiri memiliki kontribusi 5,4 % dari gross domestic product (GDP), dengan kontribusi dari Busan Port 22,4 %, Incheon Port 35 %, dan Gwangyang Port 49,4 %.

Sebagai ilustrasi, Busan New Port pada 2008-2009 meng-handle lebih dari 1,58 juta TEUs dan berambisi pada 2010 ini menghandel lebih dari 3 juta TEUs dengan menambah kapasitas menjadi 10,6 juta TEUs, 33 berths, dan menjadi pelabuhan pengumpul (hub port) terbesar di North East Asia. Sedangkan Gwangyang Port memiliki 16 berth (dermaga) kapasitas 5,48 juta TEUs, dengan handel riil 1,8 juta TEUs.

Pemkot di Korea, pelayaran (shipping company), terminal operator, dan otoritas pelabuhan Korea saling bergandeng tangan. Mereka berusaha mengimplementasikan konsepsi PPP (public private partnership), baik dalam hal ketersediaan lahan terminal, peralatan bongkar muat dan teknologi, kebijakan investasi, dan lain-lain untuk menjamin kelancaran arus barang (flow of cargo).

Singkatnya, bila kita bandingkan dengan Surabaya, apa yang dilakukan private company maupun government di Korea kiranya perlu ditiru dengan cepat, tepat, dan cerdas oleh Pemkot Surabaya.

Realitasnya, pada 2009, Pelabuhan Tanjung Perak meng-handle kontainer untuk PT TPS (Terminal Petikemas Surabaya) lebih dari 1,2 juta TEUs, serta PT BJTI (Berlian Jasa Terminal Indonesia) lebih dari 800 ribu TEUs. Secara corporate Pelabuhan Surabaya dengan 18 cabang yang tersebar di Jatim, Jateng, Kalteng, Bali, NTT, NTB, dan Kalsel meng-handle lebih dari 3,1 juta TEUs (lihat di Warta Gafeksi No 99, edisi April 2010) dan terbesar kedua setelah Tanjung Priok Jakarta yang menangani sekitar 4,2 juta TEUs, Belawan Medan 575 ribu TEUs, dan Makassar 1,1 juta TEUs.

Poin Pembelajaran

Beberapa poin pembelajaran yang dapat dipetik dari Korea adalah sebagai berikut. Pertama, benar, memang perlu kunjungan ke cargo owner. Selama ini mungkin ada pemahaman keliru, meskipun sebagian sudah memahaminya, bahwa berurusan dengan cargo owner adalah hanya kepentingan pelayaran (shipping company) dan pelabuhan secara umum atau pengelola terminal secara langsung. Padahal, pemkot perlu melakukannya lebih intensif.

Pemahaman terhadap komoditas andalan dan komoditas potensial akan meningkatkan posisi tawar pemkot untuk menstimulasi ekspor-impor dengan beragam kebijakan strategis.. Dengan demikian, komunikasi antara pengelola terminal/pelabuhan dan government (baca: pemkot/pemkab) dengan pemilik barang (cargo owner) adalah vital dan sangat mendesak untuk terus dilakukan.

Kedua terkait konsepsi terminal operator (TO). Sterilisasi terminal dari orang dan kendaraan yang tidak berkepentingan, selain meningkatkan produktivitas, kinerja, dan jaminan keselamatan, juga meningkatkan daya tarik bagi pengguna jasa. Sosialisasi secara sistematis dan berkelanjutan mengenai terminal operator perlu dilakukan terus-menerus.

Ketiga, international networking. Meningkatkan jejaring internasional adalah makin penting. Keempat, potensi ekspor-impor Surabaya-Korea. Pemkot perlu terus menggali potensi ekspor-impor Korea Indonesia, terutama melalui Tanjung Perak Surabaya-Mokpo Newport. Sebagai contoh, pascaprogram ITEP ini, Mokpo Newport Korea melakukan kunjungan ke Singapore (BASF International Asia Pasifik, TUAS Singapore, Steinweig Warehousing, dan PSA Terminal Operator Singapura), dan JICT (Jakarta International Container Terminal) Jakarta dengan "mengejar" kargo Indomulia Glass, dan Indokordsa Bogor pada awal Juni 2010 lalu.

Sebagai penutup, kita berharap bahwa anugerah The Best Practise untuk Sister City dan e-government Surabaya makin berlanjut dengan prestasi lain. Bersinergi antara pemkot dan pengelola pelabuhan yang berfungsi sebagai pintu masuk logistik, adalah penting dan perlu ditindaklanjuti ke masa mendatang. Sekali lagi, selamat untuk kita semua, pemkot dan masyarakat Surabaya. (*)

*) Alumnus World Maritime University, Swedia, pemerhati kemaritiman.

Sumber: http://www.jawapos.com/metropolis/index.php?act=showpage&kat=1&subkat=3

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Surabaya Selengkapnya
Lihat Surabaya Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun