Merdeka Belajar masih jadi gaung Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi dalam memperingati Hari Pendidikan Nasional tahun ini. Merdeka belajar sebenarnya didasari sebuah filosofi agar dalam proses pembelajaran tidak dibelenggu oleh kurikulum formal, atau institusi pendidikan formal. Bahkan nomenklatur ini konon sebenarnya milik salah satu inisiator "Sekolah Merdeka" yang merintis adanya home schooling dana atau sekolah dengan kekhususan tanpa terikat dengan jerat kurikulum formal.
Apapun opini yang berkembang, Merdeka Belajar sampai saat ini posisi Mei 2021 dan sesuai dengan masa kerja kabinet Mas Menteri, adalah konsepsi ideal yang diharapkan akan meningkatkan mutu dan bobot kualitas pendidikan di Indonesia.
Pertanyaan pertama, mampukah gaung itu mampu memberi ruang bagi perkembangan riset dan menelurkan ilmuwan-ilmuwan yang mumpuni? Jawabannya adalah ya harus mampu, sebab kalau dijawab tidak mampu berarti konsepsi kebijakan tersebut menjadi salah besar.
Memang sebagian professor suka menyindir mas Menteri yang latar belakang akademik bukanlah seorang akademisi, bahkan juga bukan dosen, katanya begitu, namun konsepsi Merdeka Belajar adalah adaptasi konsep dari Ki Hajar Dewantara yakni Ing Ngarso Sung Tulodho Ing Madyo Mangun Karso Tut Wuri Handayani.
Artinya konsepsi Merdeka Belajar ini adalah hasil penggalian luhur budaya ideologi pembelajaran anak negeri. Merdeka Belajar adalah penggalian dari nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945.
Walahhh... ideal sekali ya.... Ya memang harus kudu wajib ideal. Sebab pendidikan di Indonesia sejak kemerdekaan 1945 belum mampu menghasilkan: sepeda onthel buatan Indonesia, sepeda motor buatan Indonesia, mobil buatan Indonesia, sampai sekolah Indonesia yang dulu dijadikan model bagi Malaysia, eh malah orang kita yang sekarang bangga sekolah di Malaysia.
Singkat cerita, konsepsi Merdeka Belajar adalah sebuah ideology pendidikan semoga ekonomi, sosial budaya, psikologis , sosiologis, hukum, bagi warga negara Indonesia untuk mencapai kemerdekaan yang abadi dan berbudi pekerti luhur. Gagasan yang ideal dengan harapan akan teralisasikan setahap demi setahap.
Pertanyaan kedua, bagaimana realitas dunia riset yang Anda alami? Jawaban: Bahwa riset sepertinya masih mengandalkan metodologi yang ketat, yang di satu sisi memang sangat baik, di sisi lain akhirnya peneliti dari kalangan praktisi dianggap remeh oleh kalangan akademisi.
Tidak semua professor itu pikirannya terbuka terhadap dunia industry, ada yang merendahkan dan menganggap remeh organisasi industry.
Misalnya ada pengalaman seorang praktisi diundang dalam ujian terbuka disertasi sebagai Penguji Eksternal, masih ada kok pada tahun 2020/2021 ini yang "menyingkirkan" penguji dengan alasan bobot akademiknya dianggap kurang.