Sejarahnya Kraton Jogja adalah dari Kerajaan Mataram Islam yang didirikan oleh Panembahan Senopati Hing Ngalogo Sayidin Panotogomo Khalifatullah Hingkang Jumeneng Hing Tanah Jowo. Dari gelar yang ada, ada jejak jaringan Turki Ustmani yang memang ketika itu sedang jaya dan merajai banyak wilayah di dunia dengan sebaran agama sebagai bagian dari misi sosial keagamaan. Maka tidak heran, bendera awal dari Kerajaan Mataram adalah bulan sabit dengan keris sebagai simbol kearifan lokal.
Kita bisa melacak di semua situs Kraton, tidak ada satu pun patung raja. Bahkan juga patung-patung dewa. Meskipun sebagian orang Jawa masih campur aduk dengan kepercayaan mistis, namun patung sebagai nilai yang ditentang dalam kemusliman tidak ada. Ada foto raja pun biasanya tidak ditaruh di ruang publik. Ini karena sejarahnya petinggi agama ketika itu sangat ketat mengontrol nilai pelaksanaan kepercayaan bahwa patung adalah peniruan makhluk hidup yang harus dihindari.
Sekarang kita lihat di banyak tempat di Jogja. Ada banyak patung-patung prajurit yang notabene berbeda nilainya dengan tauhid kemusliman. Apakah ini pertanda wahyu kraton berakhir, atau tidak berakhir? Sebab nilai sejarahnya sudah mulai berbeda. Ataukah ini proses adaptasi?
Sejarah masih akan memerlukan bukti pasca nanti jika ada suksesi. Atau tidak perlu suksesi?
Waktu masih akan berjalan?
Sultan Mataram
Kesultanan Mataram translit dalam nomenklatur atau frasa yang lebih politis adalah Nagari Kasultanan Mataram; bahasa Indonesia: Negara Kesultanan Mataram. Dalam konteks bahasa Arab, ini dikenal sebagai Daulat Nuubil Mataram, har. 'Negeri Mataram yang Luhur') adalah negara berbentuk kesultanan di Jawa pada abad ke-16.
Kesultanan ini didirikan sejak pertengahan abad ke-16, namun baru menjadi negara berdaulat di akhir abad ke-16 yang dipimpin oleh dinasti yang bernama wangsa Mataram oleh Senopati atau Danang Sutowijoyo yang menang melawan Haryo Penangsang sehingga mendapatkan hadiah tanah di Hutan Mentaok atau Alas Mentaok yang nantinya menjadi ibukota awal Mataram yakni sekarang di Kotagedhe.
Sepanjang abad ke-16, tepatnya pada puncak kejayaannya di bawah pemerintahan Panembahan Hanyakrakusuma, atau lebih dikenal sebagai Sultan Agung Hanyokrokusumo.