Memang saat ini banyak orang suka bersepeda. Gowes bareng adalah kegiatan rekreatif yang murah dan nyaman. Murah, karena tinggal pancal. Nyaman, karena bisa keliling keliling kota tidak terasa bisa berjalan 50 an kilometer.
Ya meskipun sepeda ada yang seharga Avansa, namun intinya bersepeda adalah hobi dan gaya hidup yang sehat menyenangkan.
Nah, saya punya catatan sedikit tentang bersepeda ini.
(1) Etika harus diperhatikan. Etika di sini menyangkut bagaimana agar kalau bersepeda ya jangan berjejer-jejer bikin penuh jalan. Bahkan sempat viral, bedanya sepeda beneran dengan sepeda-sepedaan adalah dari cara menggowes di jalanan. Yang sepeda beneran antrian panjang, rapi dan sabar.
Yang sepeda-sepedaan, serba ingin tampil berebut mengobrol berjejer lebih dari 2 lapis. Akhirnya menimbulkan risiko kecelakaan lalu lintas. Maka etikanya yang pertama, jangan berjejer-jejer namun mengalirkan bagaikan ekor naga yang menari-nari panjang.
(2) Konsisten di lajur sepeda. Jangan suka belak belok jika tidak perlu. Konsistenlah di lajur sepeda, dan manakala akan berbelok atau menyeberang, lihat kanan kiri jangan hanya membunyikan klakson sepeda yang krang kring itu. Sebab risiko tertabrak mobil sangat tinggi.
Apalagi kalau pengendara mobilnya tidak pernah gowes, pasti gak sabaran ingin memotong lajur sepeda atau malah memepetnya. Maka cara aman bagi pesepeda adalah dengan konsisten di lajur sepeda.
(3) Etika bersepeda juga terkait dengan atribut yang lengkap. Saya pernah punya pengalaman naik sepeda di Swedia. Di sana naik sepeda nyaman karena selain udara sejuk, juga lajur sepeda dan penghormatan terhadap goweser sangat tinggi.
Apalagi kalau di Belanda, malah jadi transportasi yang sangat populer. Nah, rupanya kalau mau nyepeda malam hari, beda lagi. Harus lengkap antara lampu, scot light di bagian belakang, dan yang lain. Lampur sepeda depan harus nyala. Meskipun lampu jalanan terang benderang.