Nilai saya ada di antara itu. Namun siswa yang mengejar SMA di Jogja, banyak yang melampaui itu.
Ya kalau ingat, antara sedih dan ingin menyalahkan. Namun apakah itu salah, jika kita ingin sekolah di sekolah favorit yang ketika itu adalah SMAN 1 Teladan Yogyakarta dan SMAN 3 Padmanaba. Sekolah yang lain ya pasti punya keunggulan, namun memang pikiran saya "agak tersesat", dengan ambisi-ambisi yang akhirnya, saya anggap berlebihan juga. Mungkin nilai (value) yang kurang tepat, yang membuat saya "mengejar-ngejar" untuk selalu mengejar nilai (skor raport/ujian/akademik) setinggi mungkin. Dan tidak tergapai ketika itu.
Periode tahunnya adalah 1987 - 1990. Periode tahun yang (masih) menyesakkan hati. Masuk ke sekolah - yang alhamdulillah masih negeri - dalam satu rayon dengan SMAN 1 Yogya. Ternyata, di sekolah saya ini, SMAN 7 Widya Bhakti Taruna (WIBHAKTA), juga berkumpul banyak sekali "siswa lemparan" dari SMAN 1 Yogya yang nilainya tidak menjangkau 50,29. Saya masih ingat, nilai NEM terendah di SMAN 1 Yogya yakni 50,29, dan siswa tertinggi nilai di sman saya adalah 50.28. Kelak, kami yang "terlempar" ini berjibaku belajar di SMAN yang ketika itu dianggap "tidak favorit", dan akhinrya kami juga - alhamdulillah - tembus masuk UMPTN, baik di ITB, UGM, UNDIP, UNS, STAN, dan lain sebagainya.
Saya sendiri - sangat alhamdulillah - kelak masuk dan lulus dari Universitas Gadjah Mada.
Kelak, alumni SMAN 7 mendirikan Yayasan Alumni WIBHAKTA, yang ditujukan untuk saling berbagi, motivasi, dan silaturahim. Saya termasuk dalam Dewan Pendirinya, bersama dengan beberapa alumni lain dari ITB, UGM, UNS, dan lainnya bergabung sebagai Pendiri. Tinggal sekarang bagaimana melanjutkan program yang juga sedang terkendala Covid19 ini. Beberapa event sudah pernah kami gelar pra Covid19, baik internal sekolah maupun bergabung dengan jaringan Sekolah lintas provinsi.
Masih banyak cerita lain, saya coba merekonstruksi ulang secara perlahan.
Orang-orang yang tulus, selalu ada. Masa SMA sudah lama berlalu, lebih dari 30 an tahun yang lalu. Namun kami masih sering bertemu, dan saling mensyukuri bahwa kehidupan berat di masa remaja, akan berlalu digantikan masa sangat bahagia dengan limpahan barokah Nya.
Salah satunya adalah sahabat saya, Mas Tomo, sekarang profesional di Freeport Indonesia, setelah lulus ITB selepas dari SMAN 7 Wibhakta. Ada juga Mas Budi yang Teknik Elektro UGM dan sekarang mukim di Malaysia sebagai tenaga ahli di bidang IT setelah sebelumnya mukim di Australia.
KOK KAMU KURUS ?
Komentar yang menjengkelkan ketika SMA adalah "kamu kok kurus". Seakan-akan, saya menderita dan kelaparan. Padahal, bisa jadi demikian. hehehe... Sebab, meski jarak tidak sampai 20 km, namun saya kost di Jogja mendekati lokasi sekolah. Dan masak nasi sendiri, lauknya beli. Dengan banyak keterbatasan (semoga Allah mengampuni saya, saya terus bersyukur atas karunia sekarang ini), memang perut lebih sering lapar daripada kenyang. Saya kenyang itu ketika musim liburan dan tinggal di rumah di Bantul ketika itu.