Menjelang usia 50 tahun mau ngapain? Usia yang makin mahal harganya, karena saat ini bisa bernafas dan hidup saja itu alhamdulillah. Banyak rekan di antara kita yang ternyata tidak bisa mencapai usia yang dibilang sebagai paruh baya tersebut. Sebagian ditakdirkan berpulang lebih awal. Apalagi di era pandemi ini. Seorang sahabat saya, dalam usia 49 tahun sudah memiliki ring jantung 5 buah. Dan ya tetap takdir. Akhirnya wafat di tengah pandemi ini. Wajah dan senyum ramahnya masih terngiang di memori saya. Seorang sahabat yang selalu menyapa. Dan antusias dalam bekerja.
Demikian juga sahabat saya yang lain. Seorang olah ragawan. Berpostur besar sehingga diberi nama the big man. Dan takdir menjemputnya di tengah pandemi ini. Gagal nafas dan jantung diduga sebagai pemicu percepatan keberpulangannya.
Lantas, apa yang harus kita lakukan di usia 50 tahun ini? Pastinya ini berlaku bagi yang pingin saja. Ada yang menganggap usia tidak ada istimewanya. Ya biasa-biasa saja. Namun ada juga yang ingin mensyukuri dengan penuh hikmat. Dan menabur kebaikan semampunya. Itulah yang kami rencanakan di Gembul 8487, Generasi MBantul yang sekolah masuk smp pada tahun 1984, dan lulus smp pada tahun 1987. Kami ingin bersyukur bahwa periode kehidupan 1971 - 2021 ini, apa pun bulannya, adalah masa yang sangat penting untuk disyukuri. Belum tentu tahun depan kami bisa saling berjumpa.
Belum tentu hari esok kami bisa saling menyapa. Atau berbuat sesuatu yang berguna.
Maka saatnya sekarang ini. Kami berembug, untuk melakukan sesuatu yang menggembirakan hati, namun penuh syukur dan menebar manfaat bagi masyarakat. Ada konsep baksos dengan paket sembako minimal 50 paket bagi kaum dhuafa. Ada juga yang ingin mencukur rambut minimal 50 kepala, kami biayai gratis, dengan sebaran di 5 tempat sehingga 'bea siswa cukur" ini dapat kami distribusi ke 5 tukang cukur.
Ada juga yang agak berat nih, khitanan massal untuk 50 anak. Ini yang agak sulit. Pasti tidak bisa selesei sehari dua hari. Apalagi pengalaman saya sendiri, khitanan massal selalu diwarnai jerit tangis yang bisa menyayat bagi yang tidak tegaan. Bukan sakit disunat, tapi kecemasan dan ketakutan anak-anak itu yang saling menulari di antara peserta. Sunatnya sendiri dengan teknologi sekarang, tidak menyakitkan.
Tim Baksos yang terlibat antara lain Drg Nur Afiatun, yang saat ini sedang mukim di Jambi. Ada Jeng Tanti di Tangerang, Jeng Sinarwati di Jakarta, Jeng Noor, jeng ARni, jeng Wardini, Jeng Sri Muryani, jeng Zulfatmah, jeng Rohayati Masitoh, dan Jeng Rustini serta Oom Yoo di Bantul, ada Mas Nardi di Malang Jawa Timur, Gus Nur Budi di Banyuwangi, ada oom Wisnu di Klaten, ada mas Munif, jeng Aning Handayani, di Yogyakarta, ada mas Irfan , Mas Agung, Surabaya, ada pak Kyai Muslim, dan masih banyak lagi. Alhamdulillah, tahun 2021 ini akan masuk tahun ke-4 untuk Qurban dan Baksos Gembulers, sementara 50 tahun adalah usia para gembulers yang rata-rata tahun kelahiran adalah 1970-1975 an, sehingga diambil tahun 1971 - 2021 supaya pas 50 tahun usianya.