Orang pasti pernah mendengar emping melinjo. Dimakan dengan tape keton berwarna hijau, waduh.. rasanya enak gurih manis kemriuk dan pasti menyenangkan. Menu emping mlinjo dengan tape ketan yang dibungkus daun pisang kecil-kecil, adalah menu wajib bagi keluarga muslim di desa. Selain itu, pasti akan ditemui kue jebakan, kalengnya Khong Guan, isinya rengginang. Ini sudah banyak dibahas dan digibah oleh banyak orang kan ya..
Nah, kita akan coba sajikan menu khusus : Jangan Kroto Melinjo. Ada juga yang menyebut sebagai SROTO.
Jangan, bukan berarti tidak boleh. Jangan artinya sayur, itu kosa kata Jawa yang entah bagaimana ceritanya kok menjadi bermakna sayur. Kowe njangan opo yu.. artinya kamu bikin sayur apa ya mbak. Kroto mlinjo, adalah buah melinjo yang tidak jadi, atau bunga melinjo yang belum penuh menjadi buah matang. Baru kecil-kecil, dan sebagian mungkin malah bunga lanang, atau jantan, yang tidak mungkin jadi buah mlinjo dewasa.
Pohon melinjo termasuk pohon peneduh yang banyak tumbuh di Indonesia dan negara lain di kawasan Asia Tenggara. Jadi pohon ini akan tumbuh subur di daerah tropis. Saya pas kecil, suka mencari buah melinjo yang rontok selepas hujan semalaman. Waktu itu saya masih ingat, sekira tahun 1980-an, saya sukses mengumpulkan 6 ons mlinjo dari rontokan hujan yang saya kumpulkan butir demi butir. Dijual di pasar Bendo, dusun Gadungan Pasar Bantul, per ons nya 100 rupiah, sehingga saya memperoleh uang 600 rupiah. Waw... banyak banget ketika itu... Sebab nasi bubur harganya sekitar 10 - 15 rupiah per bungkusnya.
Pohon melinjo memiliki batang besar tegak, sepanjang badan pohon banyak lekuk-lekuk tidak rata, dengan banyak cabang yang dipenuhi dengan daun-daun kecil memanjang. Daunnya halus, namanya ESO, juga enak disayur. Ukuran tinggi pohon melinjo mencapai 25 meter. Karakter daun halus, kalau diraba kayak mengelus kulit bayi, dan memiliki permukaan yang lembut.
Daun muda memiliki warna hijau muda sementara daun yang sudah tua bisa berwarna hijau kebiruan. Daun muda ini yang dinamakan ESO, dan bisa disayur dengan kroto mlinjo, dan rasanya pasti maknyus.
Kali ini ada juru masak handal kenalana saya, Rustini SPd yang juga pamong guru di Yogyakarta. Beliau masak Jangan Kroto Mlinjo dengan bahan dasar kroto, kulit mlinjo, daun mlinjo, santan, bumbu dasar (bawang brambang garam gula cabe), dan rempah lain sesuai selera. Tambahkan buah waluh untuk variasi, tempe tahu juga bisa unutk menambah gurih rasa.
Kroto Mlinjo juga ada yang menyebut sebagai Uceng Mlinjo. Anggota Komunitas Gembul (Generasi Muda Bantul) yang hobi gowes, kulineri, dan sebagian juga suka menulis, sudah siap nyambangi Bu Rustini, antara lain Jeng Noor Arifah, Jeng Wardini yang pernah viral di Kompasiana dengan Ternak Ayamnya, Jeng Aning Handayani yang gupuh banyak order Resto Omah Moelih Ndeso, Bu Guru Tanti yang monitor virtual dari Tangerang, ada Bu Etty yang sambil masak gudheg, ada Mbak Maryati dan juga Denmase Rozi Fahrurrozi legenda Gembul selalu siaga.
AKhirnya bapak ibu di Gembul menthelengi Kompasiana, karena selalu menebak-nebak topik kulineri apa ya yang akan ditayangkan segera. Hehehe..