Ada slogan yang dulu sering kita dengar "Jadi orang jangan sampai lupa daratan". Itu sebuah filsafat hidup dalam bentuk ungkapan, yang dimaksudkan sebagai "jadi manusia jangan lupa diri".
Memang ketika itu, jika kita mau meneliti banyak literasi, bangsa Nusantara adalah pelaut yang gagah berani dan bernyali tinggi untuk mengarungi lautan. Kerajaan Majapahit, Mataram, Demak, Samudera Pasai, Makassar, Banjarmasin, semua berlatar belakang para pelaut yang gagah berani. Sehingga, slogannya adalah "jangan lupa daratan".
Abad berjalan, tahun berganti, ternyata sekarang sebagian besar kita malah terbalik, yakni "lupa lautan". Akibatnya, pembangunan dan pendidikan sering digiring ke arah kejayaan daratan, bukan lautan. Jadi, seharusnya ahli sastra dan bahasa Indonesia, harus mengganti "lupa daratan" dengan "lupa lautan".
Nah, saya ingin membuka diary saya sekira tahun 2017-an. Hmm... lumayan sudah berjalan 4 tahunan ya. Namun semua perjalanan di lautan, tepatnya alur sungai yang menjadi andalan Banjarmasin, tetap teringat dan diabadikan dalam jejak digital.
Kami serombongan dari PT Ambang Barito Nusapersada, anak usaha patungan sinergi dari PT Bangun Banua Pemprov Kalimantan Selatan, dan PT Pelindo III Surabaya, akan mengecek kesiapan alat sarana bantu navigasi (SBNP) di perairan alur Sungai Barito.
Selain mengecek kelengkapan alat, juga sebagian tim melakukan survey kedalaman alur untuk memastikan kedalaman standar minimal 5 - 7 me LWS (lower water spring). Juga akan menjenguk MV Barito Equator, kapal keruk yang menjadi andalan di alur Barito.
Alur yang panjangnya mencapai 15 km tersebut dapat dikatakan sebagai Tol Sungai. Buku tentang ini juga saya tulis juga telah terbit pada tahun 2017 dan 2018, yang mengisahkan sukses pengelolaan alur sehingga aman dan selamat diarungi kapal-kapal berukuran besar. Di Surabaya, juga berdiri APBS (Alur Pelayaran Barat SUrabaya), yang dikelola PT Pelindo III dengan misi yang sama yakni memelihara alur untuk safety dan security.
Di balik aktivitas survey cek alur Sungai Barito, saya jadi berpikir masalah kurikulum kemaritiman yang benar-benar mendesak untuk disisipkan di semua lini pendidikan. Ide ini juga sudah pernah saya sampaikan di rubrik Banjarmasin Post tentang Teknologi Dredging yang perlu diketahui oleh awam maupun kaum akademisi non kemaritiman.
Harapannya, generasi sekarang jangan sampai "lupa lautan", tempat nenek moyang dulu berjaya ke seluruh penjuru dunia.
Kembali ke laut, dan daratan dikuasai namun jangan lupa lautan.