Sebenarnya saya mau bikin serial di diary. Namun ada unsur fiksinya, maka saya lanjutkan di cerpen saja. Biar tidak diprotes karena ada unsur dramatisasi. Jadi kalau jin di seri 1 mengkisahkan tentang upaya bertemu dengan jin di sebuah pesantren (tahun 1990-an). Dan saya closing dengan sedikit kaget karena ternyata jin di tahun 2020an adalah nama dari penyanyi dan penulis lagu Korea, Kim Seok Jin. Lantas, pada seri ke-2, saya berkisah tentang perburuan jin di Malmo, Sweden yang sebenarnya adalah blue jean. Ya yang penting hepi berkisah-kisah, nyumbnag imunitas dikit-dikit lah.
Nah, kali ini saya nyambung dengan cerita jin di tahun 1990-an. Lumayan agak shock, karena orang yang menawarkan bertemu dengan jin itu bukan orang biasa dalam arti awam desa. Namun ia berpendidikan teknik elektro sebuah universitas negeri ternama di Jakarta. Kebetulan sedang mengaji di Yogyakarta. Di balik aktivitasnya, dia mendengungkan cerita jin itu.
"Sudah saya buktikan, bahwa makhluk ini istimewa. Dia berhasil menembus lingkaran pagar spiritual pesantren, "ujarnya kepada saya ketika itu.
Saya blas tidak respek. Bukan tidak percaya terhadap eksistensi jin, namun bualannya itu membuat saya kaget jengkel, mengapa ada orang berpendidikan kampus kok masih mengothak athik masalah begitu.
"Bagaimana saya percaya omongan panjenengan, jika tidak ada bukti yang nyata, "sahut saya sambil sebenarnya juga penasaran apakah itu cerita atau bualan.
Saya lantas mencoba mencari dan menggali informasi. Ada tokoh kejawen yang berkisah. Jin memang bertebaran di kota yang ada sejarah kerajaan. Jin menjadi anggota pasukan raja, untuk mengukuhkan kekuasaan di mata rakyat. Maka di Yogyakarta, ada banyak folklore, cerita rakyat yang berkisah-kisah tentang gendruwo, banaspati, lampor, penunggu pohon, mahkluk yang mbahurekso rumah kosong, dan lain sebagainya.
Berarti, ada kemungkinan cerita teman saya itu benar.
"Baiklah, ajak saya untuk bertemu dengan jin tersebut, "tantang saya.
Singkat cerita, saya diajak bertemu. Dia berjanji akan menjadi mediator yang mengatur pertemuan saya dengan jin tersebut. Dia juga bercerita, bahwa jin itu sangat senang bertemu dengan orang yang tidak percaya bahwa pertemuan itu bisa terjadi.
Bakdo isya saya bersama teman saya itu. Di sebuah ruangan berbentuk asrama dengan ruang tengah terbuka. Pohon tampak rimbun di ruang tersebut. Jadi, pondok itu adalah pondok khusus untuk mahasiswa yang juga mengaji kitab di luar jam kuliah di masing-masing perguruan tinggi yang diikuti. Saya masih merinding jika ingat situasi itu.
"Jin ini tidak bersedia ketemu kecuali di larut malam, "katanya ketika kami bakdo isya mengobrol dan menunggu saat untuk bertemu.