Pada mulanya saya mengenal beliau dan mengira sebagai aktivis penjual angkringan. Semakin maju berkembang. Dari jualan kopi,teh, nyamikan, klethikan, sampai gongnya menciptakan kreasi sambel Kang Sastro yang jos gandos kotos-kotos. Ternyata profesi aslinya adalah fotografer. Angkringan hanya hobi dan sambilan. Meski ya ngrejekeni juga... Omzet naik terus, meski sekarang diterjang pandemi. Saya liput beliau dari dunia serba virtual ini. Sisi menarik, bahwa profesi kulineri, fotografi, sampai traveling itu bisa menjadi satu dan tetap produktif menghasilkan manfaat serta rahmat bagi alam semesta. Ignatius Dwikoen Sastro, demikian ia menyebut dirinya. Berbeda dengan Raden Mas Tom Blero yang sering telat mengambil momen fotografi, karena keseringan begadang dengan Wak Kaji Oma Irama di radio Boyolali, hehe..nah Pakdhe Dwikoen ini super rajin mengintai Merapi untuk mengabadikan dalam karya fotografi.
Pelajaran bagi kalian wahai generasi muda, kami generasi tua ini lewat Pakdhe Dwikoen, mampu sabar menunggu Merapi melelehkan lava panasnya. Dan ditembak dari jarak jauh dengan tele kamera, hasilnya lumayan dahsyat dan bisa dibuat untuk over kalender.
Nah, kalau mangsalah kalender, Denmase Tom Blero itu yang lebih ahli. Namun tembak menembak fotografi, Pakdhe Sastro yang lebih dahsyat ketat top mrakotop.
Nah, sila lihat karya-karya Pakde Sastro ini.
1. Merapi yang meleleh api lava memijar tanpa cahaya terpendar.
2. Sambel khusus Sastro yang uinuk gurih puedes kates kates, namun juga bisa pesan khusus gradasi pedasnya.
Senyampang kita perlu menggerakkan ekonomi bangsa, kisah ini semoga menginspirasi bahwa hobi jalan, pekerjaan tetap bisa diandalkan. Kreasi dan inovasi produk, akan semakin maju. Ekonomi rakyat pun akan tetap menggeliat,meski pandemi ini bagaikan suasana kiamat.
Bukankah begitu PAkde Sastro?