Sebagian orang dijamin tidak begitu kenal pelabuhan. Tahunya adalah kapal laut. Singgah sebentar untuk mencari penumpang, atau angkutan barang. Naik sedikit, ada kontainer. Lantas, ada kapal tanker mengangkut minyak. Lantas, ada tongkang pengangkut batubara, atau kayu log. Sebagian orang daratan, malah menuduh pelabuhan adalah sekedar tempat transit para nelayan sebelum melaut.
Seperti yang dialami teman saya di Solo. Tadinya bekerja sampai asisten manajer di perusahaan swasta, karena ada lowongan di bumn pelabuhan, lantas mendaftar.
Selama menunggu lamaran berproses, dia ikut fitness centre, angkat berat dan ngegym. Alhasil badannya kekar berotot. Singkat cerita, dia keterima di bumn pelabuhan tersebut.
Tetangga-tetangga yang lama tidak melihat teman saya tersebut pada bertanya, ke mana mas X kok lama tidak kelihatan? Apa malu karena diphk atau bagaimana?
Dijawab dengan percaya diri, "Saya keterima kerja di pelabuhan."
Tetangga-tetangga yang awam tentang bisnis pelabuhan, lantas berkomentar serempak, "Ow...pantasss.. lha wong badannya kekar begitu...".
Padahal teman saya itu ahli hukum bisnis, yang saat ini menempati posisi sebagai petinggi senior di anak perusahaan bumn pelabuhan.
FULL IT SYSTEM
Memang kalau mendengar pelabuhan, sebagian membayangkan adalah kuli-kuli angkut yang kuat berotot. Apalagi bagi orang yang tinggal jauh dari pantai atau pelabuhan, selalu yang dibayangkan pelabuhan adalah tenaga kasar.
"Padahal saat ini, kami di Terminal Petikemas Semarang sudah menggunakan crane yang full otomatic system, operator tidak lagi berada di lapangan namun di control room, sehingga proses penempatan kontainer dari lapangan ke truk pengangkutnya, melalui crane yang dikendalikan jarak jauh, "ungkap Oko Prasetyo, S.Sos., (28/1/2021) alumnus STIAMAK Barunawati yang saat ini adalah Manajer Operasional TPKS anak usaha PT Pelindo III (Persero) di Semarang.