Work From Destination , sepertinya sangat baru bagi kita. Pandemi yang masih menggigit, mau tidak mau memaksa semua orang untuk menyesuaikan diri. Edaran resmi dari pemerintah juga menyebutkan kewajiban work from home (wfh), yang akhirnya berkembang menjadi work from destination (wfd). Jika work from home berfokus kepada pencegahan frekuensi interaksi fisik di kantor, maka work from destination diharapkan karyawan mampu tetap produktif, bahagia, imun stabil, liburan berjalan, namun tetap terkoneksi dengan pekerjaan.
Cape deh....namanya liburan kok disuruh bekerja. Namun, kondisi bisa dibalik.. hehe... namanya bekerja kok disuruh liburan. Normal baru yang membingungkan, dan kita dipaksa untuk menyesuaikan. Tidak mudah, bukan berarti mustahil. Sebagian orang, sepertinya sudah dari dulu bekerja dari zona liburan.
Yahudi sejak dari Dulu
Baiklah, saya mengambil nafas sebentar. Saya akan bercerita mengenai wfd ini, yang sepertinya kaum yahudi sudah melakukan sejak dari dulu. Bukan berarti wfd itu lantas meniru-niru yahudi, bukan itu poinnya. Namun betapa sangat efektif mereka dalam menjaga produktivitas bekerja, meskipun penampakannya adalah seperti sedang menjalani vakasi atau liburan atau jalan-jalan.
Saya suatu ketika ada tugas di Irlandia. Beneran ini, bukan ngibul... hehehe.... Ya ada program diklat dalam bingkai UNCTAD (United Nation Conference on Trade and Development). Saya berada di zona port of Cork, Irlandia yang kental dengan budaya lama Irish. Komunitas Eropa yang cenderung militan dengan budayanya, sehingga di bagian utara Irlandia terkenal perseteruan dengan bangsa Inggris sehingga daratan Irlandia terbelah menjadi dua bagian besar; Republik Irlandia di selatan dan provinsi dari UK atau Inggris Raya di utara.
Nah, karena acaranya di Cork, Ireland, ya nginapnya di hotel Irlandia juga dunk. Hehehe...warta yang tidak perlu diberitakan. Ya intinya saya bersama teman Asia Afrika dan Eropa, berinteraksi selama tidak kurang 2 minggu di Irlandia.
Lha, pada waktu di lift, saya bertemu dengan orang berpostur mirip orang Arab. Hidung mancung, rambut agak keriting, kulit putih, badan tinggi. Waduh, merasa terbiasa menyapa orang asing (dulu kebiasaan di Malmo, Swedia), maka ya biasa saja saya sapa; Hello... how are you... you join with my seminar ? so.. what kind activities you j0in here ? Wes, pokokmen menyapa karena wajah bertatapan dan sesama penghuni hotel sudah pernah bertemu di ruang sarapan, namun belum sempat bertegur sapa.
Rupanya dia tersenyum ramah dan berkata, "Yes, i am from Israel".
Saling mengobrol singkat-singkat, ya namanya juga di lift nunggu pintu nutup.., naik.. lantas nunggu pintu buka.
Wes, pokokmen dia mengaku dari Israel, dan sedang ada kegiatan konferensi perdamaian di Irlandia.
Waduh, dapat dibayangken bagaimana saya agak gemeter mendengar kata Israel. Sebab, selama ini stereotypenya adalah bangsa itu sedang menganeksasi Palestina, dan banyak gerakan negara yang intinya kurang sreg dengan Israel. Dan orangnya ada di hadapan saya.
BAiklah, kisah saya di Irlandia ini intinya, orang Israel bekerja di tempat yang jauh, dan tetap ada kesan travelling seperti berlibur karena dari obrolan juga ada kegiatan leisure activities di Irlandia.
Kalau saya bersama rombongan pelatihan, pikniknya sendiri-sendiri bukan menjadi bagian dari agenda kegiatan.
Yahudi di Kereta Api Belanda-Perancis
Lho,kok kisahnya melulu mengenai yahudi ? Ya ini sekedar berkisah sisi lain bangsa yang banyak disebut di Bible maupun Quran. Yahudi memang diidentikkan dengan Israel sebagai bangsa dan negara, meskipun kalau mau diskusi ya panjang lebar ada persamaan perbedaan dan dinamika lain antara Yahudi sebagai budaya dan umat manusia, atau pun Israel negara modern yang bisa tersambung atau terpisah dengan kisah Yahudi di Al Kitab.
Di perjalanan kereta api dari Belanda menuju Perancis, yang ini lain agenda berbeda dengan yang di Irlandia tadi, saya bertemu dengan ibu-ibu sepuh yang tampak sedikit kepayahan mau naik kereta. Saya bantu beliau ini naik, dan rupanya tampak senang dan menjadi ramah. Singkat cerita, ibu ini mengaku dari Israel, dan sedang ada kegiatan "bekerja" di antara negara Belanda dan sekarang mau ke Perancis.
Lho, kalau kita bandingkan dengan perspektif wfd ini, berarti yang di Irlandia dan Belanda itu bukankah work from destination?
Kaum yahudi sudah banyak melakukan, dan sekarang banyak sekali konferensi yang notabene adalah bekerja, namun dilakukan di lain negara. Bukankah in wfd?
Sayangnya, pandemi menyebabkan wfd menjadi ngeri-ngeri mengkhawatirkan. Sebab, protokol kesehatan selain harus tetap dipatuhi, juga ancaman Covid19 masih mengintai di banyak tempat.
Namun demikian, kalau dari kisah saya di atas, sebenarnya wfd sudah lama dilakukan, oleh teman saya dari Israel tadi. Dan ini berkembang semua bangsa melakukan banyak aktivitas lintas negara dengan fokus sebenarnya adalah "bekerja".
Di era pandemi ini, akhirnya wfh dan wfd menjadi pilihan yang tidak terelakkan dengan kunci yang ketat: protokol kesehatan.
Bertemu di lift dengan bapak yahudi dari Israel dan ibu sepuh di kereta api perjalanan Belanda- Perancis tersebut, menjadi bukti kecil bahwa negara lain sudah lama melakukan wfd secara produktif.
Teriring doa semoga kita semua selamat sejahtera melewat era pandemi ini. (09.01.2021/Endepe
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H