Hari ini 19 Desember 2020 menjadi momentum yang sangat membahagiakan bagi semua keluarga besar Alumni Universitas Gadjah Mada, yang lazim disebut sebagai Kagama. Menggunakan event ini, saya ingin mengucapkan Selamat Ulang Tahun UGM, sekaligus meluapkan syukur bahwa saya dan keluarga menjadi bagian dari Kagama. Adik, istri, saya, dan saudara saudara saya juga menjadi bagian dari Kagama, ya meskipun tidak semuanya ya.. Yang jelas Kagama sudah di hati kami, universitas ndeso yang akhirnya semakin eksis sebagai salah satu universitas terbaik di dunia.
Saya masuk UGM pada Agustus 1990, kalau tidak salah tanggal 4 hari pertama masuk ke UGM. Senang dan bangga gak ketulungan, sangking senangnya masuk, keluarnya lama. Hehehe... paling senang ketemu dengan alumni UGM yang lulusnya lama, pasti akan ada slogan yang menggelora : Hora patiyo pinter ning Kagama. Biarpun tidak terlalu pintar, tapi aku kan anggota Kagama weekk... Aihihi...
Definisi lulus lama adalah masa studi lebih dari 5 tahun, ada yang 6, 7, 8, 9, bahkan 10 tahun, ketika itu. Sekarang mah semua mahasisa lulusnya cepet cepet, juga karena aturan semakin ketat. Dulu kurikulum lama memang padat, masa studi normal 5 tahun, sehingga 2 x masa studi adaah 10 tahun. Cape deh.... ada yang sudah limit studi, eh gak selesei juga. Namun semua akan tercatat sebagai Kagama, gak masalah, yang penting migunani trumraping liyan, tetap berguna berbakti bagi masyarakat banyak.
Biarpun tidak terlalu pinter, tapi Kagama. Nah, ini menjadi kebanggan tersendiri bagi UGM, karena UGM pun juga mengakui bahwa yang dinamakan alumni adalah setiap orang yang pernah kuliah di UGM minimal 1 semester, maka otomatis menjadi anggota Kagama. Penak toh.... seneng toh... ha iya hawong ini kampus Kerakyatan yang bertugas mengayomi rakyat untuk tetap mendapatkan pendidikan yang memadai.
SPP saya di tahun 1990 itu sebesar Rp. 105.000,- / semester, dan itu pun sebagian ada yang minta ditunda ketika hari h pembayaran tiba, termasuk saya juga ketika itu. Ya sejujurnya orang tua sudah membayar SPP lewat saya, namun uang itu kadang saya bayarkan untuk beli buku dulu baru saya bayarkan.
Biasanya saya berhitung dengan buku itu, saya beli 3 buku misalnya 100 ribu, maka buku akan saya bedah sehingga terbit minimal 6 artikel, honornya ketika itu ya sekitar 30 ribu sampai 70 ribu per artikel, sehingga saya mendapatkan honor 6 X Rp. 70 ribu = antara Rp. 180 ribu sampai dengan sekitar Rp. 420 ribu. Nah uang itu saya bayarkan ke SPP, dan sebagian untuk menjilid buku atau makalah tugas kuliah, dan ya menyenangkan hati dengan makan agak enak. Hehehe..
Begitulah dunia kuliah yang heroik dan membahagiakan, sekarang ... doeloe yo merasa sengsara juga. Ikut menjaga kios di Gama Fair, selama 3 hari, sudah membayangkan dapet honor besar, dapatnya Rp. 50 ribu untuk 3 hari, wahh... ya tetap alhamdulillah.
Sebagai ilustrasi, ada warung masih terkenal di Mrican dengan sebutan warung telu seket (350 rupiah), disingkat WTS, dah dapat nasi dengan lauk ayam, ikan, atau secuil daging. Nasi lauk ketika itu rata-rata ya 150 an .. jadi dengan uang Rp. 350,- itu dah bagus. Teman saya makan di warung padang seharga ketika itu Rp. 700,-.. maka 3 hari berikutnya dia puasa karena uangnya untuk makan kesedot dalam sehari itu.
Uang kiriman mahasiswa bulanan rata-rata ketika itu ya 50 ribu sampai sekitar 100 ribu. Anak ornag kaya dikirim bisa 200 ribu sebulan, dengan kost sekitar 10 ribu smapai sekitar 50 ribu sebulannya.
Saya mendapatkan bea siswa Super Semar (matur nuwun Pak Harto, Presiden ke 2 RI), setiap bulannya Rp. 35 ribu. Beasiswa dari Toyota kalau tidak salah mendapai Rp. 75 ribu per bulan, dan kelihatan banyak banget ketika itu.