Mohon tunggu...
Nugroho Endepe
Nugroho Endepe Mohon Tunggu... Konsultan - Edukasi literasi tanpa henti. Semoga Allah meridhoi. Bacalah. Tulislah.
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Katakanlah “Terangkanlah kepadaku jika sumber air kamu menjadi kering; maka siapakah yang akan mendatangkan air yang mengalir bagimu?” (67:30) Tulisan boleh dikutip dengan sitasi (mencantumkan sumbernya). 1) Psikologi 2) Hukum 3) Manajemen 4) Sosial Humaniora 5) Liputan Bebas

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Karena Persahabatan Membuat Hatimu Lembut

21 November 2020   16:13 Diperbarui: 21 November 2020   19:41 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bersahabat lintas negara. Foto sebelum covid.  (dokpri)

Apakah gunanya bersahabat? Mempertemukan banyak perbedaan, saling memahami - bukan berarti saling membenarkan, namun tetap mengembangkan toleransi yang produktif. Toxic relationship sebagian menganggap hanya ada dalam komunikasi dan relasi rumah tangga.

Namun menurut saya, toxic relationship bisa terjadi dalam banyak ragam. Bisa lintas negara. Bisa antar warga negara. Bisa warga negara dan negara. 

Kejadian Petamburan adalah bagian dari contoh adanya toxic relationship. Entah bagaimana, situasi cenderung chaos, dan memantik para pihak untuk saling bertikai. Dan yang paling serius, itu melibatkan institusi negara, sehingga pada realitanya, pihak yang dituduh sebagai pemicu, memang sebaiknya  diam saja karena memang berperan sebagai stimulus atas respon para pihak. Apalagi risikonya banyak, selain pelanggaran protokol Covid19, ujaran kebencian, ancaman nasional, sampai memancing semua pihak untuk turut berkomentar. 

link berita Petamburan bagi yang belum terkoneksi silakan : 

https://www.kompas.tv/article/125196/copoti-baliho-habib-rizieq-di-petamburan-tni-nyaris-bentrok-dengan-fpi 

Biarlah negara mengurusnya dengan sebaik-baiknya.

***

Mari kita berkisah tentang persahabatan. Saya tertarik untuk berkisah bagaimana pertukaran pelajar, ternyata juga bermanfaat untuk membuka cakrawala berpikir. Meningkatkan toleransi. Dan melembutkan hati. 

Adalah SMAN 3 Padmanaba Yogyakarta yang brillian menggagas ide ini. Bukan ide yang sama sekali baru, namun menjadi hebat ketika kontinyu dilaksanakan dengan partisipan yang sifatnya voluntary. Biaya juga mandiri, tidak dibebankan kepada APBN, atau subsidi lainnya. Benar-benar mandiri. 

Setelah Covid19, memang belum diaktivasi lagi. Covid19 yang heboh sejak Maret 2020, memang masih belum reda hingga kini. Jadi, kisah ini sekedar berbagi, bagaimana sebuah program bisa dilakukan dengan multifungsi; pembelajaran akademik, dan non akademik. Kisahnya sendiri ada sebelum covid 19 beredar.  Semoga era covid segera berakhir, sehingga program begini akan aktif lagi. 

Polanya sebagai berikut. Keluarga yang berminat, saling berkoordinasi dengan pengurus yang mampu membantu proses visa, mendesain program, dan lain sebagainya. Biaya yang perlu disiapkan tentu saja tiket pesawat pp, dan akomodasi selama di negara tujuan. Karena ini adalah pertukaran pelajar, maka ada host family, di mana pelajar yang datang akan ditampung oleh keluarga di negara tujuan, selama di sana. 

Anakku bersama host family di Belanda foto sebelum covid.  (dokpri)
Anakku bersama host family di Belanda foto sebelum covid.  (dokpri)

Demikian sebaliknya. Nantinya pelajar dari negara tujuan, dalam hal ini Belanda, juga akan ditampung oleh orang tua peserta pertukaran pelajar, di Indonesia. Tidak bersamaan, namun disesuaikan dengan jadwal hasil komitmen bersama lintas negara.

Jadi biaya bisa ditekan, karena saling subsidi antar orang tua. Misalnya saya punya anak didik program dari Belanda, maka selama di Indonesia anak tersebut menginap di rumah saya. Problemnya, biasanya menu makanan agak sulit, karena menu kita full nasi ya.. Hehehe... sudah kita sediakan roti atau sandwhich, namun rasanya mungkin beda, sehingga agak kasihan anaknya susah makan. 

Anak saya yang selanjutnya juga ke Belanda, yang susah adalah berhadapan dengan menu tanpa nasi. Yaa.. terbalik ya... Meski sudah berlatih manu Belanda, mereka tetap bercerita kalau kangen nasi setiap hari. BAgi muslim, tetap ada waktu shalat yang menyesuaikan dengan local time. Program dilaksanakan di musim panas, sehingga situasi tidak terlalu dingin. 

Anak Belanda yang ke Indonesia, pasti dikenalkan dengan banyak objek wisata seperti candi, keraton, pantai, sampai alun-alun selatan yang bagi kami sih bagus ya.. naik odong-odong di malam hari. Kelihatannya sih mereka senang, meskipun kelihatannya mereka lebih senang ketika melihat candi.

Stef, anakku dari Belanda. Foto  sebelum covid.  (dokpri) 
Stef, anakku dari Belanda. Foto  sebelum covid.  (dokpri) 

Anak Indonesia yang ke Belanda, diajak ke banyak institusi pendidikan termasuk objek wisata. Juga berkunjung ke banyak negara antara lain Belgia, Perancis, Jerman, Spanyol. Ada juga yang rutenya ke Roma, Italia. Tergantung pilihan paket di awal program.

Dan anak-anak itu bisa saling menemani. Sebab, di tahun pertama misalnya anak saya yang ke Belanda. Tahun ke dua, gantian anak Belanda tempat anak saya menginap, gantian ke Indonesia. Jadi Host Family saling mengenal. Bahkan saya masih up date dengan mereka melalui whatsap.

***

Melembutkan hati. Sebagian anak-anak Belanda ada yang mengira, Indonesia masih terbelakang. Dengan berkunjung dalam program ini, meraka kagum dengan kebaikan keramahan anak-anak Indonesia. Meskipun, bahasa Inggrisnya ya ya ya ... ada yang bagus banget, ada yang penting bisa komunikasi. Kalau anak-anak Belanda, sepertinya bahasa Inggris lebih lancar. Mungkin karena terbiasa sebagai second language. Kalau kita second language nya kan Bahasa Indonesia, sebab bahasa pertamanya bahasa daerah. 

Anak-anak itu juga saling memahami. Anak Belanda ada yang mendengar muslim radikal, dengan bergaul di Yogya, mereka tahu bahwa lebih banyak muslim yang ramah dan toleran dibanding dengan yang suka memekik membuat takut orang di publik. Bagi anak-anak Indonesia, mereka semakin paham bahwa memperbincangkan agama, politik, dan kesukuan adalah hal tabu bagi anak Eropa. Mereka lebih senang diskusi tentang budaya, pendidikan, rencana-rencana masa depan, hobi, dan lain sebagainya. 

Benih-benih toleransi ditanam sejak kecil. Anak-anak itu saling memahami adanya kebaikan di setiap bangsa. Masuk ke jantung rakyat, yakni tinggal bersama keluarga di negara tujuan. 

Anak saya belajar makan ikan haring di Belanda, yang dimakan mentah kayak makan belut mentah. Wihh.. rasanya kayak apa ya...

Anak asuh saya yang Belanda belajar makan menu masakan Padang, yang kok sedang apes mengambil daging ayam yang keras. Aduh nakk... kasihan kau melihat nasi  gak suka, menggigit ayam kok dapetnya yang keras. 

***

Bergembira bersama di depan Prambanan. Foto sebelum covid.  (dokpri) 
Bergembira bersama di depan Prambanan. Foto sebelum covid.  (dokpri) 

Pemerintah Daerah mungkin ada baiknya membuat program pertukaran pelajar antar provinsi. Jika lintas negara biayanya bisa sangat mahal, maka lintas provinsi bisa lebih terjangkau. Tujuannya untuk menumbuhkan kecintaan tanah air, toleransi dan kelembutan hati, dan juga menggunakan skema host family sehingga biaya bisa ditekan. 

Tidak usah mengandalkan Pemerintah Pusat yang sudah sangat sibuk dengan program lain. 

Kalau di institusi perguruan tinggi, saya menjalin kerjasama model begini dengan menggandeng instusi pendidikan di Semarang - Yogyakarta - Jakarta - Banjarmasin. Sedang berusaha melintas ke semua provinsi, namun setahap demi setahap. 

Kerjasama luar negeri, namun belum dalam bentuk student  exchange, sudah merambah ke Korea, Malaysia, Belanda, Denmark, Swedia, dan sedang bertahap ke negara lain. 

Kerjasama dan persahabatan akan membuka mata hati. Sehingga konflik krisis dan problem yang disebabkan toxic relationship akan dapat dihindarkan. Saya sudah membuktikan lewat beberapa program, yang sebagian sudah saya kisahkan di Kompasiana ini. 

Saya sangat berterima kasih kepada Dr. Yohei Sasakawa, sponsor saya dari The Nippon Foundation, yang mengatakan: dunia adalah sebuah keluarga besar, saling kerja sama adalah bentuk kerukunan antar anggota keluarga. Beliau banyak berkiprah dengan memberikan beasiswa master degre setiap tahun tidak kurang dari 50 orang mahasiswa di Swedia, dan beberapa negara lainnya. Demikian halnya program sosial lainnya banyak dikreasi oleh beliau. 

Persahabatan lintas negara sekarang ini semakin penting untuk membangun peradaban yang lebih baik di masa depan. 

Hindari toxic relationship dengan memperluas persahabatan pertemanan lintas negara. Salam sukses barokah selalu. (21.11.2020/ndp)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun