(1) memang sulit
Studi s3 memang tidak mudah. Bahkan seorang profesor yang sangat baik, mengatakan, "Jika anda belum pernah sakit kepala menahan kantuk, berarti belum belajar di S3."
Tugas jurnal, makalah, penterjemahan, proposal yang berjenjang dari pengajuan judul, pra kualifikasi, kualifikasi, proposal, presentasi alat ukur, mencari data, presentasi hasil, sampai tahap akhir ujian tertutup dan ujian terbuka. Sepertinya urut dan mudah. DI balik itu, revisi berbolak balik revisi, akan membuat mahasiswa menjadi merasa bodoh. Bisa jadi memang bodoh beneran hehehe....,
Saya punya sahabat yang sangat pahit menjalani studi ini. Mengundurkan diri dari perguruan tinggi lain karena masa studi melampaui standar, lantas mengikuti perkuliahan doktoral lagi di tempat lain. Sampai detik akhir masa studi deadline, hampir habis, ternyata tugas-tugas tidak terseleseikan. Gugur lagi beliaunya. Dua kali menjalani program studi doktor, dan gagal meraih gelar tersebut. Lebih dari 10 tahun menjadi sia-sia, kelihatannya sih begitu.
"Sebaiknya saya bagaimana pak nug, "tanya beliau ke saya konsultasi nasib keknya.
"Bapak/Ibu/Saudara (biar nyamar ya....), kalau saya jadi anda, ikut lagi sampai dapat gelar tersebut. Hidup hanya sekali, mosok mau dapet doktor saja gak bisa, ada yang lebih bodoh dari kita nyatanya bisa doktor, "ujar saya menasehati, sambil ndredheg karena saya juga di injury time untuk segera lulus.
"Tapi saya capekkk..capek lahir batin... capek biayanya juga..., "kata beliaunya ini.
"Ya sudah.. jika demikian, ya sudah... hidup dilanjutkan... tidak ada yang mewajibkan menjadi doktor, dan milyaran manusia lain di muka bumi ini tidak bergelar doktor ya sukses lahir batin, "ujar saya sok menasehati.
Singkat cerita, good bye program doktor, oleh beliau itu. Entah bagaimana perasaan beliau, bahkan saya tidak berani membayangkan.
Sedangkan saya, alhamdulillah bisa pengukuhan di 27 Juni 2020, wisuda di September 2020.