Siapa sejatinya Haryo Penangsang?
Apakah ia seorang pemberontak, ataukah seorang kesatria yang membela kebenaran dan hak yang memang harus diperjuangkan? Ini perlu penjelasan panjang lebar, dengan bukti pendukung, dan literatur yang ada. Namun, jika kita melakukan wawancara bagi warga Jipang dan Panolang yang saat ini masuk wilayah Kabupaten Blora, maka opini rakyat Mataram Jogja Solo dengan rakyat Jipang Panolang Blora, bisa beda. Tantangan bagi pengejar objektivitas sejarah.
.... bersambung (21.10.2020)
(2) Ki Ageng Mangir Wonoboyo
Siapakah Ki Ageng Mangir Wonoboyo? Seorang pimpinan tanah perdikan Mangiran, sebuah wilayah Mataram otonom di kawasan timur Sungai Kali Progo, subur makmur membentang di barat selatan wilayah yang saat ini masuk kabupaten Bantul Yogyakarta. Tegas, berwibawa. Adil dan melindungi rakyatnya. Tombak Baruklinting, adalah senjata andalan beliau ketika bepergian, atau menghadapi lawan. Raja Mataram ketika itu, Panembahan Senopati Hing Ngalogo Sayidin Panotogomo Khalifatullah Hingkang Jumeneng Hing Tanah Jowo, yang tidak lain adalah Danang Sutowijoyo yang telah mapan dewasa sebagai penguasa kerajaan. Gusar gulana, karena Ki Ageng Mangir Wonoboyo, tidak selalu bersedia untuk tunduk patuh pada Mataram. Senopati sebagai penguasa mutlak Mataram, mencari strategi. Bagaimana menundukkan Ki Ageng Mangir yang memilii pagar betis para rakyat yang mencintai Mangiran?
Maka, anak perempuan Senopati, Nimas Ayu Pembayun, dikirim ke area Mangiran, menyamar sebagai ledek atau penari tayub. Masuk wilayah Mangiran, Ki Ageng terkena panah asmara, jatuh cinta ke Pembayun. Pembayun menerima cinta, dengan syarat Ki Ageng mau menghadap calon mertua, yang tidak lain adalah Panembahan Senopati.
Singkat cerita, Mangir menjadi menantu. Pembayun jadi istri Mangir. Hingga hari H pisowanan agung, dilaksanakan. Sebagai menantu, Ki Ageng Mangir harus tunduh manembah hormat sujud ke Panembahan Senopati. Terjadilah kejadian itu ..........
Pada saat Mangir sujud, dibenturkanlah kepala Mangir ke watu gilang, batu hitam vulkanik keras di bawah kaki Senopati. Setengah hati Senopati menerima menantu Mangir, sehingga wajah musuh yang tampak ketika terjadi pisowanan. Guntur menyambar.... langit gelap gulita... petir sahut menyahut mengiringi gugurnya Mangir di kaki Senopati.
Apakah kisah itu benar ? Bagaimana yang sejatinya terjadi? Ada yang berkisah, sebenarnya kepala Mangir tidak dibenturkan ke watu gilang, namun diiinjak langsung oleh kaki Senopati sehingga tewas. Wallahu' alam.