Pada tanggal 26 September 2018 yang lalu, berlangsung diskusi kelompok terarah (FGD) antarpara pelaku usaha di lingkungan pelabuhan Banjarmasin. Forum yang diprakarsai Insan Lintas Maritim Club (ILMC) Banjarmasin tersebut mengangkat tema "Sistem pelayanan Secara Online di lingkungan Pelabuhan Banjarmasin".
Tema tersebut sangat menarik di tengah maraknya digitalisasi industry 4.0 yang mewabah di mana-mana. Salah satu cirinya adalah serba on line dan data digital sebagai pengganti data manual sehingga teknologi komputer dan internet adalah vital.
Pada saat yang sama, dunia kemaritiman juga dikembangkan adanya konsep smart port, yang kurang lebih sama dengan upaya digitalisasi layanan operasional berbasis internet.
Pertanyaannya, siapkah pelabuhan Banjarmasin dan pemangku kepentingan melaksanakan tuntutan teknologi ini? Bagaimana tantangan ke depan dan alternative solusi yang bias ditawarkan?
Akurasi Data
Smart port pada dasarnya pelabuhan cerdas yang ditopang teknologi digital sehingga efisiensi tinggi, kompetitif, bernilai tambah bagi masyarakat sekitar, otomatisasi di segala bidang, dan pada akhirnya pelabuhan akan meningkatkan aspek ramah lingkungan, standar keselamatan dan keamanan yang semakin baik, serta produktivitas meningkat.
Jika pada tahun 2018 ini Banjarmasin melakukan upaya system on line untuk layanan operasional, maka pada tahun 2015 telah dilakukan Atlantic Stakeholder Platform Conference dari Masyarakat Eropa (Europe Commission) yang merekomendasikan untuk ditumbuhkembangkan konsepsi smart port tersebut.
Dengan kata lain, upaya pemangku kepentingan pelabuhan Banjarmasin untuk system online layak diapresiasi. Meski demikian, ada tantangan nyata terkait akurasi data dengan penjelasan sebagai berikut;
Pertama, hendaknya data terintegrasi lintas instansi, termasuk dari swasta, semestinya dijamin akurat sehingga lebih terjamin terhadap validitas data operasional.
Sebagai contoh, data di bill of lading atau daftar muatan kapal, semua perlu divalidasi sehingga volume dan jenis barang sesuai dengan yang ada di lapangan. Indonesia memang dipercaya semakin baik dari sisi tata kelola pemerintahan (good corporate governance), namun di lapangan tetap perlu saling kroscek untuk meningkatkan akurasi data.