Beberapa waktu yang lalu saya melakukan perjalanan ke Korea. Meskipun bukan untuk menjalani misi khusus KeIslaman, namun masyarakat Korea memperlakukan kami sebagai salah satu representasi masyarakar muslim Indonesia.
Tulisan ini saya update pada 17 Juli 2021 untuk sekedar berkisah bagaimana persahabatan lintas agama menjadi penting tersebab pandemi Covid19 tidak membeda-bedakan korban yang "Terpilih".
Membaca kisah lewat media online dipercaya akan meningkatkan imunitas, setidaknya ada hiburan sejeda sebagai time break karena semua diisolasi oleh PPKM.
Selamat membaca:
Beberapa pertanyaan terdengar lucu, namun ada kemungkinan begitulah pandangan Korea terhadap kehidupan muslim Indonesia. Kami juga dibuat kagum terhadap keramahan dan antusiasme mereka dalam menghormati kemusliman kami.
Demikian halnya dengan amatan kami terhadap pembangunan infrastruktur Korea. Berikut catatan yang semoga dapat bermanfaat untuk disimak.
Setelah menjalani proses pengajuan Visa yang agak rumit, akhirnya pada tanggal 10 April 2010 kami berhasil melakukan perjalanan ke Bandara Incheon, Korea Selatan. Tujuan kami adalah Mokpo, Kota kecil berpenduduk sekitar 230 ribu orang, namun cukup ramai dengan beragam industry berat (heavy industry) baik berupa galangan kapal, docking dan perbaikan alat berat, maupun lalu lintas perdagangan mobil (car terminal) dari KIA Motor yang dijual ke Eropa, Afrika Utara, maupun Amerika dan Kanada.
Suhu pada waktu kami datang sekitar 8 derajat celcius. Sungguh di luar dugaan, karena berdasarkan informasi kolega di Korea, it will become warm and hot, already start as summer. Kami juga salah sangka, kami kira Korea beriklim cenderung tropis, ternyata iklimnya tidak jauh berbeda dengan Eropa yang mengenal musim dingin (winter).
Kebaikan pertama orang Korea kami rasakan, kolega tersebut yang selanjutnya memperkenalkan diri sebagai Mr. Jun Eun Sung, memberikan jaket hangat untuk kami. Kami juga segera dipandu ke Lotte Supermarket untuk membeli jaket cadangan.
Untuk penginapan, kami memilih tinggal di motel yang tarifnya relative lebih murah ketimbang hotel. Memang, risikonya kalau di Indonesia barangkali motel ini dikenal sebagai hotel short time, namun kami beranggapan bahwa semua tergantung kita sendiri, toh saya ke sana bersama istri sah dan tidak bermaksud untuk aneh-aneh.
Tarif motel ini berkisar 45.000 – 80.000 Won dengan kurs 1 Won sekitar Rp. 8,-, sehingga rata-rata permalamnya sekitar 400-an ribu rupiah. Transportasi umum sangat baik, untuk bis kota tarifnya sekitar 1000 Won, atau Rp. 8.000,- untuk sekali jalan. Bis PATAS Mokpo – Seoul sekitar 38.000 Won, dan bila menggunakan kereta KTX sekitar 45.000 Won.
Selama di Mokpo, saya banyak traveling ke Pusan (Busang) yang berjarak sekitar 5 jam perjalanan mobil dengan kecepatan sekitar 90 – 120 Km/jam, ke Seoul dengan semi multimoda transport (kereta ekspress Korea/KTX, kereta subway, bus, dan taksi), Gwangyang, Gwanju, dan juga Incheon. Jarak tempuh rata-rata perjalanan di Korea sekitar 2 – 4 jam, sehingga sesekali kami terlibat percakapan dengan orang Korea umumnya, meskipun memang untuk berbahasa Inggris, agak susah juga bagi orang Korea.
Meski demikian, para petugas sangat ramah dan official crew untuk KTX sangat mahir berbahasa Inggris. Di mana-mana, pembangunan ingrastruktur Korea sangat baik, jalan-jalan toll terus dibangun, gunung dilubangi dan diurugkan ke datarn yang lebih rendah.
Ketika kami tanyakan, apakah ini telah melalui analisis dampak lingkungan (AMDAL), mereka menjawab bahwa semua pembangunan telah memperhitungkan risiko perubahan iklim dan cuaca. Demikian halnya, risiko perubahan lingkungan akibat gunung yang diratakan, dan dataran rendah yang direklamasi, sudah dilakukan studi pendahuluan sehingga semua risiko telah diminimalisasikan.
Kita tentu saja juga berharap di negara kita, pembangunan infrastruktur akan semakin baik dan ditingkatkan kualitasnya.
Are you Afghanistan…, Saudi….., Palestine…
Sewaktu kami dalam perjalanan Mokpo – Seoul, tiba-tiba saja ada orang Korea yang mencoba bercakap dengan pertanyaan, “Afganistan….Saudi… Palestine…?”.
Saya langsung tanggap, mungkin dia bermaksud bertanya asal-usul kami. Batin saya sendiri agak Ge-eR, apakah tampang saya seperti orang Timur Tengah?
Setelah kami jawab dari Indonesia, dan dengan pelan-pelan kami bertanya mengapa dia mengira kami dari Timur tengah, ternyata itu karena baju jilbab istri saya yang di kereta itu satu-satunya yang memakai. Barulah kami juga tersadar, jilbab di Korea – utamanya di Mokpo yang kota kecil meskipun industrinya besar - agak menarik perhatian di tengah komunitas Korea. Lantas, kami sibuk bercerita tentang Indonesia dan kehidupan muslimnya, dengan harapan orang Korea tersebut memahaminya.
Dia sering mengangguk-angguk, namun hanya sedikit merespon apa yang kami sampaikan. Semoga saja dia mengerti ya…
Kompas dan Sajadah Batik
Karena perjalanan di Korea relative banyak dalam arti di banyak tempat, maka fungsi kompas yang kami miliki sangatlah bermanfaat. Setiap kami memasuki motel di kota tujuan, kami survey dulu arah kiblat agar tidak kebingungan menentukan arah shalat. Kebetulan, saya selalu membawa kompas yang asal-usulnya hadiah dari sebuah perusahaan pelayaran ketika di Indonesia.
Selain itu, kami juga membawa sajadah batik yang enak untuk dilipat dan tidak makan tempat di tas. Mobilitas yang sangat intensif, mengharuskan saya untuk senantiasa membawa sajadah yang disesuaikan dengan situasinya. Sajadah biasa akan makan tempat, bisa-bisa tas kita kepenuhan. Maka, sajadah batik yang tipis dan enak dilipat itu, sangat bermanfaat.
Dijaga oleh Pasukan Budhism
Orang Korea secara umum penganut agama Budha.
Namun demikian, sebagian generasi mudanya menyatakan, “Kami beragama Budha karna orang tua saja, selebihnya bagi kami agama apa pun baik-baik saja.”
Memang, bisa dikatakan sebaran “agama” Budha pernah jauh meliputi Indonesia, China, Thailand, Kamboja, Myanmar, Vietnam, Jepang, dan Korea. Dan di Korea, sebagaimana di Jepang dan China, agama “resmi” yang dianut masyarakat adalah Budha.
Semangat Buhdism yang dalam implementasi kemasyarakatannya mirip-mirip dengan kebaikan hati komunitas sufi Muslim, menyebabkan orang Korea juga selalu menampakkan keramahan dan kebaikhatian. Mereka justru agak mempertanyakan sikap agak deskriminasi sementara penganut Kristen di Korea yang dikatakan sebagai “agak memusuhi” penganut agama lain di Korea. Tentu saja ini bukan realitas yang bisa dipercaya begitu saja, mungkin hanya oknum tertentu.
Juga, mungkin ini prasangka rasialisme, namun sejauh ini kehidupan beragama di Korea sangat baik dan penuh toleran.
Hanya, pernah diceritakan bahwa masjid di Seoul akan diserbu oleh komunitas agama tertentu ketika isu Terorisme 11 September di WTC Amerika Serikat menyeruak di masyarakat dunia.
Ternyata, keramahan dan kebaikhatian orang Korea menyebabkan mereka bahu-membahu mengawal masjid itu, menjaga masjid itu, dari ancaman serangan oknum yang memusuhi Islam.
Dan, yang menjaga masjid tersebut adalah komunitas Budhism Korea, Dengan kata lain, pemeluk Budha di Korea sangatlah hormat dan respek terhadap muslim. Hubungan dagang selama ini juga pada kenyataannya banyak berhubungan dengan negara muslim, misalnya ke Afrika Utara dan Timur tengah.
Dapatkah beristri dua?
Yang agak susah di Korea memang masalah makanan. Hampir selalu dijumpai aroma alcohol dalam sajian makanan, dan hhmmm…., pork alias babi. Saya sendiri yang untuk daily akticitivies selama di Korea adalah di Mokpo Newport, sangat beruntung karena betul-betul orang Korea berusaha memberikan toleransi terhadap saya sebagai muslim. Sayuran juga kebanyaan difermentasi, misalnya kimchi yang sangat terkenal itu. Jadi, makan sayur seperti rasa tape dalam taste Indonesia.
Sejak hari pertama,, saya mohon pengertian di kantor Mokpo Newport, Kota Mokpo tempat saya officially ngantor, bahwa saya tidak minum alcohol dan perlu tempat khusus untuk shalat. Sebenarnya, bisa saja shalat saya jama’ qasar takhir Dhuhur Ashar di rumah/motel, namun saya khawatir waktu tidak nututi (sampai), atau bisa ketinggalan waktu kalau saya qashar di akhir.
AKhirnya, Mr. Jun Eun Sung menawarkan ruang kosong yang steril dari lalu lintas orang. Saya merasa sangat menghormati penawaran ini, sehingga ketika jam istirahat antara 12.00 – 13.00, saya gunakan untuk shalat Dhuhur dan Ashar jamak taqdhim.
Waktu shalat dhuhur sendiri sekitar jam 12.35 Local Time. Makan siang di kantor, hampir seluruh pegawai dipahamkan bahwa saya adalah muslim, sedang stand bye di Mokpo Newport untuk program ITEP (International Networking Affiliated Port - Technical Exchange Program- sebuah organisasi non komersial lintas negara beranggotakan Jepang, Korea, China, Indonesia, Srilanka, Philipina, dan Amerika Serikat), sehingga ketika ada menu babi, mereka akan memberitahu dan mengajak makan di luar kantor.
General Manajer Pemasaran kantor Mokpo Newport, Mr. Ki Doo Ma, dengan senang hati membawa saya ke restoran sea food yang banyak tersedia di Mokpo.
Agak surprise juga, ternyata juru masak restoran di kantor juga dipahamkan bahwa saya muslim, dan ternyata dia memasakkan khusus “menu non babi”, yang disajikan di piring khusus untuk saya ketika ada menu babi pada hari tertentu. Sekedar info, bahwa mereka makan babi juga tidak setiap hari, dan manu ditempel di papan pengumuman setiap hari.
Meskipun saya telah berusaha makan dengan menu non babi, dan juga kolega di Korea berusaha keras untuk menyajikan menu non babi, namun tetap saja saya selalu beristigfhar ketika mau makan.
Bagaimana pun, saya dikepung oleh menu babi, setidaknya aroma itu tercium dan masuk ke rongga hidung saya ketika maka. Semoga Allah mengampuni, saya telah berusaha dan kolega Korea juga telah banyak membantu.
Dalam percakapan dengan para kolega di Korea, ada beberapa pertanyaan yang menggelitik terkait dengan kemusliman saya. Berikut ini pertanyaan orang Korea dan jawaban yang saya berikan yang selalu saya kenang dan saya catat sebagai bagian dari perjalanan hidup saya selama di Korea meskipun hanya sebentar.
Pertama, apakah orang Indonesia suka beristri dua? Apakah poligami dianut oleh semua muslim? Pertanyaan ini berulang kali ditanyakan, ketika saya dengan kolega di Mokpo, saya bertemu dengan penjual souveneir di Gwanyang, dan juga kolega lain di Seoul. Saya penasaran, darimana mereka tahu kabar-kabar mengenai istri ganda di Indonesia?
Setelah saya amati, mereka mendapatkan informasi ini setelah heboh Aa Gym di media massa, yang ternyata juga diliput media Internasional, bahwa banyak tokoh di Indonesia beristri lebih dari satu.
Mereka juga bertanya dengan bercanda, apakah Anda juga pingin beristri dua, atau sudah beristri dua? Mengapa?
Jawaban saya adalah sebagai berikut;
- Masalah pingin mungkin iya, namun dengan berbagai pertimbangan tidak dilakukan. Utamanya, takut tidak bisa berbuat adil, yang juga telah ditetapkan dalam Al Quran.
- Masalah bisa atau tidak, ya tentu saja bisa, namun harus melalui pertimbangan panjang dan cenderung rumit untuk kalangan umum.
- Mengapa beristri dua, saya jawab sebenarnya konsep mengarah pada responsibility, disebabkan tubuh dan jiwa manusia hanya belong to God, maka penggunaannya harus ap mengikuti role of God, dan muslim menyatakan no sex without marriage, no sex without a responsibility, meskipun suka sama suka, sex is prohibited except you got a marriage, you only have a sex relationship with your husband/wife. Meskipun pernikahan bukan semata untuk legalisasi sex, namun relasi antar lawan jenis yang mendekati intimacy akan mengarah pada sex. Maka, untuk mengamankan bila saling suka dan tertarik, pernikahan adalah satu-satunya jalan halal dan bertanggung jawab atas relasi ini.
- Saya sibuk menjelaskan, sehingga saya tersadar dan akhirnya tersenyum sendiri seakan-akan saya sedang menceramahi mereka. Meski demikian, mereka antusias menyimak karena konsepsi beristri ganda sangat unik dalam kehidupan modern. Lantas saya katakan, berapa biasanya para raja jaman dahulu, termasuk di Korea, punya istri atau yang dianggap istri?
Muslim melakukan pembatasan maksimal 4, dengan catatan syarat dan ketentuan sangat ketat dan tidak sembarangan orang dapat melakukan. Fokusnya adalah tanggung jawab, dan kejelasan jalur keturunan (nishab), sehingga ayah ibunya terlacak dengan jelas.
Kedua, berapa kali dalam sehari Anda sembahyang untuk Allah anda? Orang Korea rupanya mirip juga dengan Indonesia, sangat peduli dengan hal-hal baru dan unik yang dijumpai dalam kehidupan mereka. Shalat, dianggap unik dan hal baru di lingkungan kecil Mokpo. Seusai shalat, ada deretan pasang mata yang menampakkan curiosity, ingin tahu mengapa shalat dan bagaimana shalat itu. Informasi bahwa setiap jam lunch time saya menjalankan shalat, menyebar tidak hanya di Mokpo namun juga di Seoul.
Lantas, mereka bertanya mengapa harus shalat, dan berapa kali shalat?
Jawaban saya adalah sebagai berikut;
- Sebenarnya shalat dalam sehari wajib 5 kali, namun untuk temporary atau darurat karena musafir, dapat dibuat shorter untuk 3 kali. The role of God in Islam tidak mempersulit Muslim untuk menjalani hidup sehari-hari. Semua ada panduan dan aturan yang mempermudah muslim menyesuaikan ibadah dengan kehidupan sehari-hari.
- Bagaimana Muslim shalat, saya jawab ada aturannya yang dikenal dalam Basic principle of Islam. Ketika ada pengelola restoran di Gwangyang, mengaku protestan, bertanya bagaimana saya sembahyang, maka saya melakukan simulasi gerakan shalat di depannya. Dia tersenyum, dan mencoba membandingkan cara berdoa dia yang mensedekapkan dua belah tangannya di dada. Dia sangat terkesan, - so complicated and perfect movement – katanya ketika melihat saya rukuk sujud, dan saya juga menjelaskan manfaatnya bagi fisik tubuh, peregangan otot tangan, dengkul, dahi, pijakan jempol kaki yang mirip relaksasi, dan semua gerakan shalat ada manfaatnya bagi kesehatan tubuh. Juga meditasi pasca shalat yang berisi doa-doa kepada Allah. Si pengelola restoran ini tahu saya muslim karena pertama saya tanyakan ke dia adalah bahwa saya muslim, adakah menu yang bebas dari sajian pork?
Ketiga, mengapa tidak minum, alcohol dan merokok? Mengapa tidak boleh makan babi?
Lontaran pertanyaan ini sambung menyambung, karena biasanya dilakukan sewaktu mengobrol pada saat dinner atau lunch time. Jawaban saya adalah sebagai berikut;
- Pada dasarnya saya jawab bahwa Islam menghendaki kebaikan hidup bagi manusia. Untuk itu, semua hidup mengacu pada the role of God, Tuhan telah mengatur melalui Quran dan Al Hadist. Kalau babi dan alcohol, sangat jelas. Saya juga menyarankan kolega saya di Korea untuk mengakses situs-situs yang menjelaskan haram-nya babi, dan reason-nya.
- Kalau masalah merokok, saya katakan bahwa itu terkait dengan pola hidup sehat. Tidak semua muslim tidak merokok, disesuaikan dengan pilihan hidupnya. Kebetulan saja saya tidak merokok. Dan bagi muslim, memang sebaiknya tidak merokok karena aroma rokok belum tentu sedap, utamanya ketika berinteraksi di masjid yang banyak individunya.
Keempat, bagaimana caranya muslim enjoy dalam menjalani hidup bila no alcohol dan no smoking?
Pertanyaan ini terlontar ketika saya dan kolega saling bercakap pada saat saya ditawari minum bersama. Bagi orang Korea, ajakan minum alcohol adalah untuk menunjukkan kebersamaan, pertemanan, persahabatan, persaudaraan. Namun saya jelaskan, saya muslim dan have to say no for alcohol, but it is okey for you to drink alcohol, no problem. But for me, please no alcohol, kata saya kepada mereka.
Akhirnya mereka yang justru mengalah, selama dengan saya tidak ada acara minum-minum alcohol yang sifatnya untuk party. Bahkan, mereka ijin saya – sorry I would like to drink alcohol – ketika pada saat makan bersama mereka ingin minum alcohol. Batin saya, memang semestinya saya sama sekali tidak bersentuhan dengan alcohol, namun kehidupan awam seperti saya mungkin memang hanya mampu menghindari minum untuk diri sendiri, dan tidak dengan sama sekali menjauh dari pertemanan dengan peminum alcohol.
Tentu saja mereka minum tidak sampai mabuk, karena seperti orang Jepang yang suka minum sake, alcohol juga menjadi bagian dari menu makan seperti kita minum teh atau kopi setelah makan.
Jawaban saya atas pertanyaan bagaimana enjoy walaupun tanpa alcohol dan rokok adalah sebagai berikut;
- Muslim telah dikondisikan untuk tidak minum alcohol, karena demikianlah aturan dasarnya, dan juga efek negative dari alcohol sangat dihindari oleh muslim. Untuk menikmati hidup, kenyataannya kami baik-baik saja tanpa alcohol, dan kami juga bisa saling berinteraksi tanpa party tanpa alcohol.
Kelima, bagaimana dunia malam di Indonesia? Apakah pengelana dunia malam juga muslim? Ini pertanyaan yang agak sulit untuk dijawab. Sebagian orang Korea memiliki bisnis yang sangat bagus di Indonesia, misalnya berbagai merek (brand) Korea juga memiliki pasar besar seperti Samsung, Daewoo, KIA Motor, LG, dan lain-lain. Sebagian juga sering lalu lalang ke Indonesia, dan Bali juga menjadi alah satu favorit wisata masyarakat Korea. Dan, dunia malam di Indonesia, mereka juga mengenal dengan baik.
Terhadap pertanyaan ini saya menjawab sebagai berikut;
- Prinsipnya muslim punya aturan yang jelas. Lazimnya sebuah aturan, ada yang mematuhi, ada yang melanggar. Tidak hanya muslim yang bilang “no alcohol”, agama lain ada juga misalnya Yahudi dan Kristen yang taat. Namun, di antara pemeluk agama tersbeut juga ada yang melanggar. Dunia malam di Indonesia yang notabene masyarakat mayoritas muslim, bukanlah semuanya perfectly moslem, ada yang bagus ada juga yang ordinary people. Namun perjuangan untuk menegakkan syariah tetap dilakukan untuk mencapai kehidupan muslim yang lebih baik.
- Pengelana malam, ya ada yang muslim ada yang non muslim. Ya begitulah, namun kami di Indonesia selalu berusaha untuk mencapai kehidupan muslim yang lebih baik, apalagi bila kami bertemu bulan Ramadhan setiap tahunnya.
Keenam, mengapa ada muslim berjilbab dan ada yang tidak? Mereka membandingkan dengan jilbabnya Iran Arab Saudi dan negara Islam lainnya yang merata untuk semua wanita.
Jawaban saya adalah sebagai berikut;
- Sebenarnya mandatory, wajib mengenakan jilbab, namun ada pemahaman lain bahwa wajibnya hanya pada saat beribadah / sembahyang. Namun, bagi yang menganggap wajib mengenakan jilbab, muslim sendiri berpandangan bahwa setiap hela nafas adalah ibadah, setiap aktivitas adalah ibadah, maka jilbab tetap wajib. Apalagi, aturan dasarnya dalam Quran, jilbab adalah wajib.
- Meski demikian, Indonesia memiliki sejarah panjang tentang kepemelukan agama, sebelum Islam masuk, Indonesia mengenal Hindu dan Budha. Dan sampai sekarang umat Hindu dan Budha juga tetap ada, hidup berdampingan secara damai dengan mayoritas muslim.
Namun, Indonesia bukan negara dengan syariat Islam, sehingga masalah mandatory jilbab pun dikembalikan ke masing-maisng individu. Prinsipnya, memang wajib, sama juga dengan ibadah wajib lainnya dalam Islam, dimana tidak setiap muslim patuh menjalankannya.
- Bagi muslim yang berusaha menjadi muslim yang lebih baik lagi, jilbab adalah wajib.
Demikian pengalaman kami menjawab sebagian pertanyaan masyarakat Korea tentang muslim dan Islam di Indoensia. Bilamana kita bepergian ke luar negeri, ada baiknya kita juga belajar kembali tentang Islam, sehingga kita dapat menjawab pertanyaan dengan lebih baik ketimbang yang saya sampaikan di atas. Jawaban yang saya sajikan lebih banyak pada logika berpikir yang semoga saja selalu merujuk pada Quran dan Hadist, meskipun dalil tertulisnya tidak saya sampaikan di sini (nugrohodwip, diperbarui 08.11.2020-NDP)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H