Mohon tunggu...
Nugroho Budianggoro
Nugroho Budianggoro Mohon Tunggu... Wiraswasta - nadidata.com

analisis data | machine learning | transportasi publik | biodiversitas | nadidata.com | transportumum.com

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Hasil Pantauan Data Mobilitas Terkait Pandemi COVID-19 Indonesia

16 Juli 2021   20:49 Diperbarui: 16 Juli 2021   21:34 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tulisan ini memuat wawasan dari data mobilitas masyarakat dalam konteks pandemi COVID-19 di Indonesia. Sebelum membahas soal data, kami mau menyampaikan di awal rekomendasi berdasarkan pemahaman kami soal situasi pandemi sekarang:

Ketika mencapai posisi yang kritis karena desakan antara kebutuhan akan mobilitas dengan kebutuhan untuk menurunkan angka kasus positif, cara terbaik adalah menurunkan pembatasan tetapi dengan tetap membatasi sektor yang kurang penting, serta mutlak disertai peningkatan penerapan protokol kesehatan jauh lebih ketat dari sebelumnya dan percepatan vaksinasi jauh lebih cepat dari sebelumnya.

Kami baru saja membuat tampilan data pandemi yang disandingkan dengan data mobilitas Indonesia. Dataset yang kami pakai adalah dataset dari KawalCovid dan Google Mobility Report. Berikut poin-poin wawasan yang ditemukan:

  • Evaluasi dampak vaksinasi
  • Pola permulaan lonjakan kasus positif
  • Pola-pola mobilitas di provinsi-provinsi
  • Jenis-jenis mobilitas dan skala prioritasnya

Evaluasi dampak vaksinasi

Gambar: NadiData.net
Gambar: NadiData.net

Visualisasi data kami menunjukkan bahwa vaksinasi berkorelasi positif dengan tingkat kesembuhan, dan berkorelasi negatif dengan tingkat kematian akibat COVID-19. Hal ini kemungkinan besar akibat kombinasi efek vaksinasi dengan efek lebih rendahnya tingkat kematian virus varian delta. Data yang tampak dapat dipakai untuk menunjukkan efektivitas vaksin adalah korelasi negatif antara vaksinasi dengan tingkat positivitas harian. Antara korelasi negatif vaksinasi dosis 1 dan vaksinasi dosis 2 dengan tingkat positivitas harian, vaksinasi dosis 2 memiliki korelasi yang lebih negatif. 

Ini menunjukkan bahwa vaksinasi, khususnya vaksinasi dengan dosis 1 yang dilanjutkan dengan dosis 2 efektif untuk menurunkan penularan virus Corona penyebab COVID-19. Saat ini, vaksinasi terlihat memiliki korelasi positif dengan jumlah kenaikan kasus positif dan kasus aktif. Akan tetapi, kemungkinan besar itu bukan karena vaksinasi menyebabkan kenaikan kasus positif dan kasus aktif, tetapi karena saat ini baru dimulai program vaksinasi secara luas. Malah ada kemungkinan sebaliknya, lonjakan kasus positif memicu masyarakat dan pemerintah untuk mempercepat vaksinasi.

 

Pola permulaan lonjakan kasus positif

Gambar: NadiData.net
Gambar: NadiData.net
 

Gelombang lonjakan kasus positif yang sedang kita alami di pertengahan Juli 2021 ini dimulai dari awal Mei 2021. Masa itu hampir bertepatan dengan awal masuknya virus COVID-19 varian delta ke Indonesia dan libur Lebaran 2021. Puncak lonjakan kasus positif sebelumnya terjadi mulai dari akhir Noveber 2020, lalu diikuti dengan liburan Natal dan Tahun Baru 2021. 

Lonjakan kasus sebelumnya tersebut mencapai puncak pada akhir Januari 2021, lalu baru reda pada akhir Maret 2021. Pola awal kemunculan puncak loncakan kasus positif selalu diikuti dengan kenaikan mobilitas di luar rumah. Puncak kali ini jauh lebih tinggi kemungkinan disebabkan oleh kombinasi faktor virus varian delta dan mobilitas di luar rumah yang mencapai level tertinggi sejak pandemi dimulai.

Pola-pola mobilitas di provinsi-provinsi

Gambar: NadiData.net
Gambar: NadiData.net

Data mobilitas Google menunjukkan bahwa saat ini, mobilitas tertinggi terjadi di wilayah bukan di tempat paling banyak terjadinya lonjakan kasus. Ini bisa terjadi karena memang virus COVID-19 tidak tersebar di daerah-daerah tersebut. Tetapi, untuk mendapatkan info lebih pasti, sebaiknya dicek kembali kondisi di wilayah-wilayah tersebut, untuk memastikan bahwa memang tidak terjadi lonjakan kasus positif di sana dan bukannya ada faktor lain. Wilayah-wilayah dengan mobilitas tinggi yang dimaksud, antara lain Sulawesi Barat, Gorontalo, Kalimantan Selatan, Maluku Utara, Kalimantan Utara.

Jenis-jenis mobilitas dan skala prioritasnya

Gambar: NadiData.net
Gambar: NadiData.net

Google membuka akses publik untuk data mobilitas para pengguna smartphone Android. Data mobilitas tersebut terdiri atas enam jenis, yaitu :

  • Mobilitas di toko pangan dan apotek
  • Mobilitas di tempat kerja
  • Mobilitas di pusat angkutan umum
  • Mobilitas di retail dan rekreasi
  • Mobilitas di taman
  • Mobilitas di tempat tinggal

Untuk menyesuaikan dengan konteks pandemi, kami mengelompokkan keenam mobilitas di atas dalam beberapa tingkat. Keenam mobilitas di atas dapat dikelompokkan menjadi mobilitas di dalam rumah dan mobilitas di luar rumah. Mobilitas di luar rumah terdiri dari kelima jenis mobilitas selain mobiitas di tempat tinggal. Selanjutnya, mobilitas di luar rumah kami kelompokkan menjadi mobilitas primer, sekunder, dan tersier sebagai berikut:

  • Mobilitas primer : mobilitas di toko pangan dan apotek
  • Mobilitas sekunder : mobilitas di tempat kerja, mobilitas di pusat angkutan umum
  • Mobilitas tersier : mobilitas di retail dan rekreasi, mobilitas di taman

Pengelompokkan mobilitas primer, sekunder, dan tersier dapat menjadi patokan untuk penentuan prioritas dalam pembatasan sosial. Dalam situasi kenaikan kasus positif yang sangat tinggi, pembatasan semua jenis mobilitas di luar rumah sebaiknya diterapkan. Ketika pertambahan kasus mulai terlihat terkendali, pelonggaran pembatasan dapat dilakukan dimulai dari mobilitas primer, lalu dilanjutkan dengan mobilitas sekunder, lalu terakhir pelonggaran mobilitas tersier.

Dalam tampilan visualisasi data pandemi kami, kami menampilkan nilai korelasi Pearson antara variabel setiap jenis mobilitas dengan jumlah kasus positif harian, kasus aktif baik di tingkat nasional maupun tingkat provinsi. Korelasi antara variabel dapat menjadi indikator penting dalam kemajuan (atau kegagalan) kita dalam menangani pandemi. Korelasi menunjukkan keterkaitan antara dua variabel. Ketika dua variabel menunjukkan korelasi positif, kenaikan nilai satu variabel berbanding lurus dengan kenaikan nilai variabel lainnya. Sebaliknya, ketika dua variabel berkorelasi negatif, kenaikan satu variabel berbanding terbalik dengan kenaikan nilai variabel lainnya. Ketika nilai korelasi bernilai 0, maka kedua variabel yang dihitung tidak saling terkait.

Ada beberapa poin yang mesti diketahui perihal korelasi. Ketika dua variabel memiliki nilai korelasi, itu tidak berarti satu variabel itu menjadi penyebab naik atau turunnya nilai variabel lainnya. Contoh nyatanya adalah sebagai berikut. Di tampilan data kami tampak bahwa jumlah vaksinasi berkorelasi positif dengan jumlah kasus positif. Ini tidak otomatis berarti kenaikan jumlah vaksinasi secara langsung menyebabkan kenaikan jumlah kasus positif atau sebaliknya. 

Kemungkinan penjelasannya adalah bahwa secara kebetulan lonjakan kasus terjadi ketika program vaksinasi mulai dijalankan. Hubungan kausalitas secara tidak langsung dapat mungkin terjadi dalam hal ini, yaitu bahwa lonjakan kasus memicu kita untuk menaikkan jumlah vaksinasi. Ketika dua variabel memiliki korelasi positif atau negatif, ada kemungkinan bahwa faktor-faktor luar yang berbeda menyebabkan kedua variabel bergerak ke arah mereka masing-masing. 

Pada contoh vaksinasi dan jumlah kasus, kemungkinan faktor eksternalnya adalah faktor baru datangnya vaksin ke Indonesia yang menaikkan jumlah vaksinasi, serta faktor virus varian delta dan musim liburan yang menaikkan jumlah kasus positif.

Nilai korelasi mobilitas terhadap jumlah kasus positif dan kasus aktif menunjukkan angka yang mendekati 0. Itu dapat diartikan bahwa mobilitas hanya terkait secara lemah dengan penularan COVID-19. Akan tetapi, dalam visualisasi data kami, kami memakai asumsi bahwa mobilitas masyarakat memiliki keterkaitan lebih kuat dengan kasus COVID-19. Dasar asumsi tersebut adalah pengetahuan bahwa penularan COVID-19 terjadi ketika manusia berinteraksi secara fisik, sementara interaksi fisik tersebut akan makin mungkin terjadi ketika manusia memiliki mobilitas yang tinggi. 

Dasar asumsi selanjutnya adalah adanya metode pemrosesan data yang wajar yang dapat menunjukkan nilai korelasi lebih tinggi antara mobilitas dengan kasus COVID-19. Sebagai contoh, pada visualisasi data mobilitas yang kami lakukan pada tahun 2020, data mobilitas pada akhir pekan kami abaikan karena nilai mobilitas pada akhir pekan akan menyerupai nilai mobilitas pada masa sebelum pandemi. Skor mobilitas Google secara keseluruhan didasarkan pada mobilitas di suatu rentang waktu patokan (baseline) sebelum pandemi.

 Selain itu, ada kemungkinan cara pemrosesan data yang dapat menunjukkan nilai korelasi yang lebih tinggi, yaitu dengan memajukan data mobilitas untuk disandingkan dengan data kasus positif beberapa hari setelahnya. Ini karena penularan yang terjadi akibat mobilitas di luar rumah seseorang pada suatu hari baru dapat terdeteksi pada data kasus positif beberapa hari setelahnya. Pada visualisasi data kami sekarang, cara-cara pemrosesan data di atas tidak dilakukan.

Untuk skala nasional, nilai korelasi terbesar dengan kasus aktif maupun kasus positif harian ditunjukkan oleh mobilitas di toko pangan dan apotek. Ini bisa jadi karena kerumunan di toko pangan dan apotek meningkatkan jumlah kasus positif. Atau sebaliknya, karena meningkatnya kasus positif orang-orang jadi memanfaatkan waktu yang tadinya untuk ke tempat lain menjadi ke toko pangan dan apotek. 

Korelasi kasus positif terbesar kedua, yaitu dengan mobilitas di retail dan rekreasi mungkin disebabkan dua hal, yaitu bahwa banyaknya aktivitas masyarakat di retail dan rekreasi menyebabkan kenaikan kasus positif. Kemungkinan lainnya adalah aktivitas masyarakat di retail dan rekreasi tidak disertai protokol kesehatan yang cukup sehingga lebih mudah terjadi penularan di aktivitas tersebut. Korelasi positif dengan kasus positif juga ditemukan pada mobilitas di pusat angkutan umum dan di taman. 

Pada umumnya, tingginya korelasi kasus positif dengan suatu mobilitas dapat menjadi isyarat untuk mengurangi dan/mengurangi mobilitas tersebut. Kecilnya korelasi antara mobilitas di tempat kerja dengan kasus positif mungkin terjadi karena biasanya praktek bekerja dari rumah atau work from home (WFH) paling cepat diterapkan ketika terjadi lonjakan kasus positif. Selain di level nasional, analisis di atas dapat diterapkan pada level provinsi dengan nilai mobilitas dan korelasi provinsi masing-masing.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun