Mohon tunggu...
Dr. Nugroho SBM  MSi
Dr. Nugroho SBM MSi Mohon Tunggu... Dosen - Saya suka menulis apa saja

Saya Pengajar di Fakultas Ekonomika dan Bisnis Undip Semarang

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Ambiguitas Dampak Pemilu 2014 terhadap Ekonomi

7 Januari 2014   08:14 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:04 1610
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Prospek Ekonomi Indonesia di tahun 2014 akan dipengaruhi oleh peristiwa politik besar yaitu Pemilihan Umum (Pemilu) baik Pemilu Legislatif maupun Pemilu Presiden. Namun Pemilu tersebutperannya ambigu atau bermata dua bagi ekonomi Indonesia di tahun 2014. Di satu sisi, pemilu tersebut bisa mengerem ekonomi Indonesia, tetapi di sisi lain pemilu tersebut bisa mendorong ekonomi Indonesia.

Peran mengerem ekonomi Indonesia, bisa diramalkan akan terjadi karena pemilu 2014 akan menghasilkan era baru pemerintahan di Indonesia. Presiden SBY bisa dipastikan tidak bisa mencalonkan diri lagi karena dibatasi undang-undang di mana presiden tidak bisa dipilih lagi setelah 2 (dua) kali masa jabatan. Sampai saat ini belum ada tokoh dari Partai Demokrat (PD) yang diajukan sebagai calon presiden karena konvensi PD untuk mencari calon presiden juga belum selesai. Andaikan pun konvensi tersebut berhasil dilaksanakan dan menghasilkan seorang calon presiden dari PD, karisma dan ketokohannya pun tak sehebat SBY. Justru banyak tokoh-tokoh “baru” dari partai lain seperti Jokowi, Prabowo Subianto, dan tokoh lain yang lebih populer dan elektabilitasnya tinggi. Kecenderungan ini tampaknya dipahami benar oleh SBY yang baru-baru ini mengundang beberapa tokoh yang diperkirakan bakal muncul menggantikan dirinya ke istana. Maksudnya jelas, SBY titip pesan untuk “mengamankan” keluarga dan dinastinya jika ia sudah benar-benar lengser.

Bersamaan dengan itu Partai Demokrat (PD) juga bisa dipastikan akan kehilangan banyak pemilihnya sehingga tak lagi menjadi partai yang memerintah (ruling party). PD tak lagi menjadi partai yang berkuasa karena banyak kadernya terseret di pusaran korupsi sehingga bisa diperkirakan elektabilitasnya menurun.

Dua Sinyal Negatif

Pergantian di eksekutif dan legislatif tersebut memberi dua sinyal negatif. Pertama, konsentrasi para penyelenggara negara akan terfokus pada bagaimana “mengejar” para poitisi dan pejabat yang sudah turun jabatan untuk dituntut di depan hukum karena penyalahgunaan keuasaan dan korupsi di masa lalu. Hal ini mirip dengan periode setelah Orde Baru di bawah Soeharto tumbang. Pada saat itu euforia untuk “mengejar” para pejabat di masa Orde Baru, termasuk Soeharto sendiri, begitu kuat. Akibatnya tugas utama pemerintahan untuk menyejahterakan rakyatnya lewat program-program di bidang ekonomi agak terabaikan.

Kedua, dengan pergantian pimpinan di legislatif dan eksekutif maka ada kesan kuat aka nada pergantian arah kebijakan termasuk kebijakan-kebijakan di bidang ekonomi. Di Negara-negara sedang berkembang ada pepatah yang mengatakan bahwa ganti pejabat akan ganti kebijakan pula. Hal ini berbeda dengan negara-negara maju yang sudah mapan sistem politik dan ekonominya dimana siapapun yang memerintah arah kebijakan ekonominya akan tetap. Tetapi, ada negara sedang berkembang yang masuk kekecualian dalam hal ini yaitu Thailand. Thailand terkenal dengan “Negara Kudeta”yang selalu berganti-ganti pemerintahannya. Tetapi arah kebijakan ekonominya tetap sehingga para penanam modal lebih senang dengan kondisi yang demikian daripada pemerintahannya tetap tetapi arah kebijakan ekonominya selalu berganti-ganti. Salah satu arah jelas kebijakan ekonomi misalnya pemberian Hak Guna Usaha (HGU) bagi tanah-tanah kepada investor dalam jangka waktu yang sangat panjang misalnya sampai 75 tahun.

Untuk mencegah dampak negatif pemilu terhadap ekonomi karena pergantian kepemimpinan maka diperlukan sikap “legowo” dari pemimpin baru untuk mau meneruskan program-program dan kebijakan-kebijakan di bidang ekonomi jangka panjang yang sudah digariskan dalam dokumen resmi, misal Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP).

Dampak Positif

Namun, pemilu tahun 2014 tak selalu membawa dampak atau pun sinyal negatif bagi ekonomi Indonesia di tahun 2014. Pemilu tahun 2014 juga akan membawa dampak positif bagi ekonomi Indonesia.

Dampak positif tersebut adalah besarnya perputaran uang dari kegiatan pemilu tersebut. Fenomena serupa ini bisa dilihat pada tahun 2009. Pada tahun 2009, banyak Negara mengalami pertumbuhan ekonomi minus karena terkena dampak krisis keuangan di Amerika Serikat karena obligasi sampah di sektor perumahan atau terkenal dengan isitilah “Subprime Morgage”. Tetapi ternyata pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap bisa positif. Mengapa? Karena di tahun 2009 Indonesia melaksanakan pemilu.

Uang pada kegiatan pemilu bisa berasal dari berbagai kegiatan antara lain: untuk kampanye dan belanja iklan dari para calon legislatif maupun calon presiden, untuk kegiatan pada pemilunya sendiri (cetak kartu suaara, distribusinya, pembuatan bilik suara, dan lain-lain), dan yang tak kalah besar adalah uang suap kepada para pemilih (meskipun ni sudah diminimalisasikan).

Kesimpulannya, dampak pemilu 2014 bagi ekonomi Indonesia masih merupakan sesuatu yang belum jelas. Dampak tersebut masih akan tergantung kepada mana dampak yang lebih kuat, dampak positifnya ataukah dampak negatifnya. Kita semua berharap dampak positifnyalah yang akan lebih kuat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun