Ketika sang ibu melahirkan puteranya yang tampan, datanglah seorang bijak kepadanya.
Si orang bijak meramalkan anaknya akan tumbuh menjadi pemuda gagah dan akan menjadi pejuang kebenaran. Tetapi- kata si orang bijak- kelak anak ini akan membuat sebilah pedang menembus jantungnya.
Dan benar ketika dewasa sang anak tumbuh menjadi aktivis mahasiswa. Ia gigih memperjuangkan kebenaran. Sang ibu sudah memperingatkan akan bahayanya. Salah satunya adalah  kehilangan nyawanya.
Lalu tibalah suatu saat ada kabar duka sampai ke telinga sang wanita bunda. Anaknya gugur tertembak dalam sebuah demonstrasi menegakkan reformasi yang didamba. Kini ramalan si orang bijak terlaksana. Bagi sang ibunda sekarang menjadi nyata sebilah pedang menusuk jantung hatinya. Sakitnya tak terkira.
Lalu gantian sang ibunda yang berjuang menuntut keadilan bagi puteranya. Bersama dengan sesama ibunda yang kehilangan putera-puteranya. Payung-payung hitam rutin digelar di dekat istana. Tapi tak jua ada jawaban nyata. Satu per satu pembawa payung itam berkurang entah karena meninggal atau jenuh karena tak juga ada kepastian adanya.
Tapi sang ibunda tetap bertahan demi keadilan bagi anaknya. Entah sampai kapan nantinya. Â Tapi si ibu tetap bangga, darah anaknya ikut membasuh negerinya dari kediktaoran menuju demokrasi yang lebih menjunjung tinggi hak asasi manusia
Karya ini diikutsertakan dalam rangka mengikuti Event Rumah Pena Inspirasi Sahabat untuk memperingati Hari Pahlawan Tahun 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H