Malam tambah larut dan tambah sunyi.
Tetapi yang bermalam di kepala sang lelaki bukannya berkurang dan jadi sepi. Malah makin banyak dan riuh rendah memecahkan mimpi.
Banyak hal yang berdesak-desak di kepala sang lelaki. Tentang apakah dia masih kuat menjalai hidup esok hari. Jiwa kini memang masih tegap berdiri tetapi badan kian rapuh tak bisa berseri lagi. Pandemi memang mematahkan segala substansi. Tak ada cukup rejeki. Ditinggal pergi isteri yang sudah sekian lama menemani tapi wajar saja karena tak ada yang pantas dipertahankan bersama sang lelaki. Belum lagi nyeri yang terus mendera tubuh yang tak tahu inikah gejala sakit pandemi.
Kini tinggal harap yang digantungkan sang lelaki yaitu rahmat Ilahi. Jika tak berbentuk sehat jasmani atau rejeki, cukuplah jika nanti ia mati maka segala dosanya diampuni dan segala amalnya bisa membasuh jiwanya menjadi suci.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H