rindu mengenang cinta dulu kala ketika  jadi mahaiswi.
Sang gadis itu mulaiKala itu dia mencintai sang mahasiswa pemimpin demonstrasi. Segalanya ia sukai. Mulai dari cara berpakaian yang tak rapi. Cara bicara yang berapi-api. Sampai cara dia berargumentasi ketika diskusi.Â
Tapi cinta itu kandas ketika masa kuliah diakhiri. Sang pemuda tetap miskin karena idealisme yang dibawanya mungkin sampai mati. Sementara sang gadis lebih realistis memandang dunia kini. Ia jadi direktris perusahaan yang produknya laris manis kini.
Namun  masa percintaan kala jadi mahasiswi itu dirindukaannya lagi. Sebuah percintaan yang tulus, idealis, meski kadang terasa bodoh di mata masyarakat kapitalis dan industri.
Kini hidup sang gadis sangat monoton tanpa variasi. Berangkat ke kantor, memimpin rapat, menemui klien dan pejabat, lalu pulang dengan letih dan akhirnya melamun di kamar sendiri.
Ada sih beberapa pemuda ganteng, kaya raya, beken, tetapi ternyata tak tulus mencintai. Ada hitung-hitungan yanag ujungnya adalah materi.
Si gadis sering menangis sendiri. Rindu asa silam kembali. Tetapi jarum jam kan tak bisa diputar melawan siklus alami.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H