Pagi itu sang lelaki lunglai tak bersemangat. Bagai bunga wijayakusuma yang hanya mekar sebentar lalu ketika mentari pagi bersinar ia layu pamit pergi.
Ia merasa tak berguna sama sekali dalam hidupnya. Pandai tidak. Berharta pun tidak. Yang dilakoninya hanya kerja dan kerja tanpa makna hanya demi mempertahankan hidup sehari saja. Isteri dan anak ia tak punya. Siapa juga yang mau dengan lelaki sederhana.
Tapi yang barangkali orang lain tak punya adalah ia ringan kaki dan ringan hati. Jika ada tetangga minta tolong karena ada kesusahan  dia lah yang pertama muncul. Semisal ada yang meninggal, ia langsung tanpa diminta membantu menata kursi atau memasang tratak.
Jika ada kerja bhakti kampung ia tak pernah absen.
Ia tak rajin sembahyang memang.
Lalu datanglah seorang teman lamanya memberikan nasehat bijak. Bahwa ukuran seseorang di mata Tuhan bukan pada harta dan pendidikan. Melainkan bagaimana ia mempraktekkan cinta pada Tuhan dengan cinta pada sesama. Jangan pernah menyesali hidup. Hidup sendiri adalah anugerah. Semangatlah. Apa yang dilakukannya sungguh sudah berharga di mata Tuhan dan juga sesama.Â
Segalanya diciptakan Tuhan pastilah punya peran. Rumput yang kelihatan tanpa guna juga punya manfaat, menjadi pakan hewan salah satunya
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H