Sofa tua itu selalu menjadi tempat sang lelaki berbaring di atasnya. Ia menemani sang lelaki tua menonton televisi yang kadang jelas tetapi kadang kabur gambarnya. Acara apa saja ditontonnya hingga larut malam dan gantian bukan ia yang menonton televisi tetapi televisi yang menontonnya.
Kalau busa sudah gembos, ia akan pergi ke tukang sofa di dekat rumahnya untuk mengganti atau menambah busanya.
Sampai suatu ketika ia tak lagi berbaring di sofa tua itu dan tak mau menambah atau mengganti busanya. Â Alasannya sederhana. Televisi itu sudah tak bisa hidup untuk selamanya. Mau direparasi tak ada uang untuknya.
Kini lelaki itu mengganti media hiburannya ke sebuah radio tua, yang kini menemaninya di tempat tidur reaot di sebelah sofa. Lagu langgam jawa atau keroncong asli menjadi kegemarannya.
Demikianlah gerak alam bekerja tanpa mengenal mundur langkahnya. Seringkali lelaki itu juga gelisah. Bagaimana kalau suatu saat radio tua itu juga rusak dan meninggalkannya? Atau bagaimana kalau justru ia yang meninggalkan radio kesayangannya jika waktunya tiba?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H