Di kedai kopi di Kota Lama Semarang, beberapa lelaki asyik berbicara. Tentang banjir Jakarta.
Seorang lelaki berkata: untuk apa bicara banjir Jakarta? Toh itu bukan kota kita, bukan tanggungjawab kita. Tapi yang lain membantah: lho, Jakarta itu ibukota negara. Muka kita di dalam negara dan di depan dunia. Urusan kita juga sebagai warga negara.
Lalu pembicaraan bergeser ke sebab dan siapa bersalah dan bertanggungjawab. Seseorang berkata: itu salah alam. Hujan sangat deras, dan ada kiriman dari luar daerah. Yang lain berkata: ah itu alasan belaka. Gubernurlah yang bertanggungjawab. Tak ada langkah cegah. Buktinya gubernur sebelumnya bisa.
Diskusi jadi panas. Lalu seseorang menengahinya dan berkata: ah sudahlah, tak ada guna kita bicara. Tak mengubah apa-apa. Suara warga Jakarta saja tak dudengar, apalagi kita. Malahan kata partai pendukungnya prestasi gubernur sekarang lebih baik dari gubernur sebelumnya.
Dan diskusipun bubar tanpa kesimpulan apa-apa. Kebetulan malam semakin larut dan hujan segera tiba.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H