Di gubug reyot di tepi pantai itu, sang wanita selalu memandang ke arah barat menanti lelakinya pulang. Dengan harapan yang kian menipis dan sejuta doa.
Kemarin suaminya pamit melaut untuk mencari ikan dengan teman-temannya. Tetapi hari ini ada kabar dari badan meteorologi bahwa cuaca tidak bersahabat, ombak besar, dan angin sangat kencang.
Sebenarnya ia sudah memperingatkan suaminya untuk tidak melaut. Tapi suaminya menjawab uang tabungan sudah tidak ada. Persediaan beras dan lauknya juga sudah habis. Mau berhutang sudah tak dipercaya karena hutang yang sudah tak terkira.
Di tengah kecemasan yang tinggi dan harapan yang kian menipis, tiba-tiba datang petugas yang megabarkan bahwa perahunya tenggelam dan suaminya ditemukan tewas mengapung di laut.
Sang wanita menangis sepuasnya. Tapi apa mau dikata. Rakyat jelata sudah biasa bertaruh nyawa yang hasilnya tak seberapa. Ketika kehilangan nyawa, tak ada yang tersisa dan menanggungnya, tidak ada asuransi jiwa.
Namun nilai nyawa sang lelaki yang hilang tak terkira di depan yang Kuasa karena ia menuaikan kewajiban luhurnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H