Tak seperti biasanya, lelaki itu menyambut hujan bulan Desember dengan letih. Hujan itu tak membawa cerita seri tetapi cerita duka nan sedih.
Kekasihnya tak jadi pulang ke kota ini  karena usahanya di sana sepi pembeli. Sementara lelaki itu tak juga mampu mencari sesuap nasi karena pandemi mengikis semua yang ia miliki.
Tengah merenung menyesali diri, tampak burung pipit menghampiri dan bernyanyi.
Sapa lelaki itu, Hai burung pipit mengapa engkau bernyanyi, bukankah hari ini mestinya engkau bersedih seperti aku ini?
Burung pipit itu menjawab, saya pasrahkan semua pada ilahi. Tak pernah kami menanam tapi bisa makan tiap hari. Tak pernah kami menjahit baju tapi diberi bulu lebih indah dari baju sang permaisuri.
Lalu terbukalah hati sang lelaki akan kuasa ilahi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H