Seorang lelaki berdiri di sudut perpustakaan di hujan bulan Desember. Entah untuk ke berapa kalinya.
Tak ada siapa-siapa. Di dunia yang katanya dilanda revolusi digital ini tak ada lagi yang peduli buku sebagai sumber pengetahuan
Iapun sebenarnya tak ingin mengambil buku dan membacanya. Ia hanya memandang larik-larik buku itu sambil mendekap dadanya yang mulai terasa sakit karena tiba-tiba sesuatu dari masa lalu menganggunya dan mendorongnya ke tempat itu.
Kala itu, perpustakaan dan larik-larik buku itulah yang mempertemukannya dengan gadis pujaannya. Tapi takdir tak mengikat mereka dalam ikatan abadi.
Sampai kini lelaki itu masih setia sendiri saja. Tapi ia sering bertanya bagaimana dengan gadis pujaannya.
Tiba-tiba ada desiran angin yang menerpa pundaknya. Lelaki itu menyimpulkan bahwa itu tengara mungkin gadisnya sudah tiada dan itu tanda sapaan baginya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H