Konon ada wacana, "orang gila" atau orang yang sedang "terganggu jiwa/ingatannya" boleh ikut memilih dalam Pemilu atau Pilpres.Â
Saya sungguh tidak tertarik, juga tidak mau baca, topik tsb. di media main stream. Cuma baca sekilas perdebatan di FB. Saya hanya merasa bahwa banyak orang berdebat tanpa tahu bahan yang diperdebatkan.
Pertama, "orang yang terganggu jiwa/ingatannya" itu yang bagaimana? Mungkin belum didefinisikan. Komunitas kelompok orang dengan disabilitas ini lebih memilih istilah ODGJ, Orang Dengan Gangguan Jiwa. Dunia psikiatri internasional (yang hampir semua mengikuti pedoman di AS) dulu memakai istilah "kelainan jiwa." Kemudian ada usaha untuk mengubah istilah ini karena ini menunjuk pada penyakit, sedang sebagian orang tidak mau disebut itu "penyakit". Contoh, transgender. Jangan sebut penyakit dong, itu diskriminasi, katanya.Â
Nah. Dr sekelebat kalimat ini saja, sudah begitu rumit masalahnya. Selanjutnya saya akan memakai ODGJ saja deh, sebagai tanda simpati dengan saudara2 kita yang menderita itu.Â
ODGJ. Bagaimana diagnosisnya menurut buku pedoman diagnosis? Hampir semua psikiater pakai buku yang disebut DSM, singkatan Diagnostic dan Statistical Manual of Mental Disorders.Â
Lha kelainan apa yang kamu maksud? Di situ ada sekitar 400 - 500 kelainan jiwa. Kamu tidur terlalu sedikit? Itu kelainan jiwa. Insomnia. Kamu tidur terlalu banyak? Itu bisa kelainan jiwa!! Kamu tidur ngorok keras, lalu nafas terhenti2 ? Itu mungkin kelainan jiwa. Kakimu suka menendang2 kalau tidur? Itu mungkin kelainan jiwa.Â
Kamu terlalu suka marah2? Itu mungkin kelainan jiwa, manik depresif (ada calon yang katanya suka marah) ... Â Kamu tidak bisa marah meski ingin marah, dan diam saja kalau dihina? Itu juga mungkin kelainan jiwa. Itu terlalu pasif.Â
Kamu tertawa terus? Itu mungkin kelainan jiwa. Kamu menangis terus setelah anak atau suami meninggal setahun lalu? Bisa jadi kamu menderita kelainan jiwa depresi. Lho, itu bukankah logis, normal? Batas sakit dan normal kadang tipis sekali. Itu yang ingin ditegaskan dalam DSM tadi. Misal, kalau kamu mengalami itu selama 6 bulan atau lebih, kamu sakit jiwa !! Artinya, kalau 6 bulan kurang 3 hari, tidak sakit dong... ???
Yang diperdebatkan di atas baru beberapa butir. Masih ada ratusan butir lainnya... Jadi, ada yang bilang, kita semua mungkin punya kelainan jiwa... Kalau konsisten, kita semua tidak boleh memilih. Hehehe...Â
 Kelainan jiwa sering merupakan suatu spektrum. Batasnya kadang sulit ditentukan. Sudah saya sebut sedikit di atas tadi.
 Tidak semua kelainan jiwa bisa didiagnosis dokter tanpa bantuan orang lain. Misal, kelainan jiwa psikopati. Orang ini mungkin pintar sekali. Dengan kepintarannya, dia bisa jadi pembunuh berantai atau penipu ulung. Dengan kepintarannya, dia mungkin bisa mengelak dan lolos seandainya diperiksa oleh psikiater. Keterangan2 dr orang sekitar atau jejak kriminalnya yang bisa dipakai untuk menentukan diagnosis.Â
 OK. Mari kita persempit pembahasan jadi ODGJ yang "gila" saja. Maksudnya skizofrenia atau psikosis. Bolehlah mereka memilih?  Di sini, batas juga kadang sangat tidak jelas. Banyak di antara mereka sudah diobati, dan dapat menulis dengan sangat bagus dan rapi. Banyak yang punya IQ tinggi.  Tapi gejala sisa kadang masih ada. Kadang masih ada yang ingin bunuh diri. Masih mendengar suara2 yang menyuruh mereka melakukan sesuatu. Masih curiga pada tetangga, sehingga ingin memukul mereka. Tapi, di luar, tidak banyak orang yang tahu. Bolehlah mereka memilih? Bagi saya, tentu boleh.Â
Nah, lalu bagaimana? ODGJ jenis ini mestinya perlu sertifikat dr dokter jiwa untuk menyatakan apakah dia bisa memilih secara cukup rasional. Sungguh repot.Â
Mungkin kriterianya bisa dipermudah. Mereka yang masih dirawat di RS jiwa, tidak diperbolehkan ikut memilih. Begitu saja. Yang di luar, boleh.Â
Tapi banyak ODGJ berkeliaran di jalan. Keluarganya tidak peduli atau sudah putus asa. Bagaimana? Mungkin biar ini diputuskan oleh wakil2 peserta Pemilu yang jaga di bilik suara. Jumlahnya tidak banyak, kok. Kalau jumlahnya tidak banyak, bagaimana kalau tidak usah diatur saja? Toh tidak banyak mempengaruhi hasil Pemilu.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H