Mohon tunggu...
Nugroho Widiyanto
Nugroho Widiyanto Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Ikut berjuang untuk Indonesia yang taat hukum, adil, plural dan sejahtera twitter:@nugroho1971

Selanjutnya

Tutup

Olahraga

Menerima Sanksi dengan Dewasa: Catatan dari College Football

8 September 2012   04:17 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:46 633
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Olahraga. Sumber ilustrasi: FREEPIK

Sebagai seorang udik yang tinggal di negeri Paman Sam, satu hal yang terus membuat saya kagum adalah ketaatan pada hukum. Hal yang paling sederhana dan jelas begitu kontras dengan negri kita adalah ketaatan dalam berlalulintas. Seorang pengemudi yang menyetir di tengah malam yang sepi dan mendapati lampu merah, dia pasti berhenti! Mengapa harus taat padahal polisi tidak ada...Well, memang mungkin Anda lolos tidak ketahuan...tetapi sekali Anda ketangkap polisi, Anda tak bisa nyogok atau 'berdamai'...dan hukumannya begitu berat dibandingkan dengan menunggu 3 menit saat lampu hijau kembali bersinar.

Dalam hal olahraga, orang Amerika memang terkenal sangat maniak dan fanatik. Mungkin olahraga sudah seperti agama....Apakah Anda pernah lihat ada seorang mahasiswa sebuah kampus paling terkemuka di Indonesia sekalipun (UI atau UGM) memakai aparel kampus mereka saat kuliah? Rasanya jarang...bahkan untuk seukuran pendukung fanatik Persib atau Arema, rasanya aneh melihat mereka terus menerus mengenakan jersey klub mereka saat tidak berangkat menonton pertandingan sepakbola. Kalau Anda ke Ohio, dari anak-anak sampai kakek nenek, perempuan dan lelaki, memakai baju bertuliskan Ohio State University adalah hal biasa sehari-hari, walaupun mereka bukan mahasiswa. Akan tetapi, begitu fanatiknya mereka pada klub.....mereka tetap dewasa saat klub kebanggaan mereka harus menerima sanksi (dan juga kekalahan dalam pertandingan).

Saat saya berada di tahun pertama kuliah, ada sebuah 'skandal' di tim football (maksudnya sepakbola ala Amerika) universitas kami. "Skandal"nya sederhana saja: beberapa pemain bintang ternyata diketahui mau dibujuk untuk membuat memorabilia dengan iming-iming hadiah, termasuk tatoo. Sebagai pemain amatir, mereka memang tidak boleh mendapat hadiah apapun...hak mereka adalah kuliah gratis dan beasiswa. Sang pelatih, Jim Tressel,  yang diduga mengetahui transaksi tersebut tetapi tidak terbuka mengungkapnya akhirnya harus dipecat dan harus membayar denda sebesar $ 250 ribu  (sekitar 2,5 milyard rupiah)...well anak polah bapak kepradah. Para pemain bintang tersebut juga harus disuspend 5 kali bertanding. Hukuman tersebut terasa begitu berat ...karena mereka pemain bintang...apalagi hanya untuk dapat tatoo saja. Yang paling berat adalah sang pelatih yang sudah berprestasi membawa tim menjadi juara tingkat nasionalpun harus pergi.....tetapi life must go on...kami menerima hukuman tersebut dengan dewasa.

Yang lebih tragis, adalah "skandal" tahun ini yang harus dialami oleh University of Pennsylvania yang juga memiliki tim college football kelas wahid. Kejahatan pelecehan seksual terhadap anak-anak ternyata dilakukan oleh mantan assisten pelatih, Sandusky. Pelecehan tersebut terjadi di ruang mandi tim dalam keadaan sepi. Dalam kurun waktu 1994 sampai 2009, beberapa anak diiming-imingi oleh sang mantan asisten pelatih untuk bisa dekat dengan pemain demi nafsu bejatnya. Kasus hukumnya sekarang masih dalam proses pengadilan dengan ancaman hukuman seumur hidup. Tetapi NCAA yang menjadi operator semua kompetisi olaharaga kampus menjatuhkan sanksi yang sanga berat.

Tiga pejabat penting (Rektor, "PR 3" dan sang pelatih legendaris, Palermo, yang sudah melatih UniPen selama lebih dari 45 tahun) harus dipecat universitas...HANYA karena dianggap mendapat laporan tentang perilaku buruk sang mantan asisten pelatih tetapi tak menanggapinya dengan sigap. Sang pelatih yang menjadi living legend sampai dibuatkan patung di depan stadion akhirnya meninggal dalam kegetiran hidup beberapa bulan lalu. Saat NCAA menjatuhkan hukuman selanjutnya...saya sampai terperangah: denda $ 60 juta  (atau 600 milyard rupiah), SEMUA kemenangan Unipen dari 1998 sampai 2011 hangus, tidak boleh mengikuti post season, pengurangan jumlah beasiswa untuk mahasiswa lewat jalur football...masih ditambah lagi Big Ten Conference, yang menaungi klub-klub elit mendenda Unipen $ 15 juta. Dalam sebuah pernyataan, NCAA menyatakan bahwa sanksi ini "not to be just punitive, but to make sure the university establishes an athletic culture and daily mindset in which football will never again be placed ahead of education, nurturing and protecting young people." Pertandingan liga mahasiswa di Amerika memang merupakan acara kesayangan keluarga dan banyak dilihat oleh anak-anak sehingga sang operator lebih menitikberatkan pada TATA NILAI daripada hasil pertandingan olahraganya. Bagaimana tanggapan Unipen...mereka menerima semua hukuman tersebut walaupun sangat berat bagi eksistensi dan legacy klub mereka.

Bangsa kita memang masih harus belajar untuk mempunyai sikap dewasa seperti ini. Coba renungkan: Apakah pelatih OSU mendapat uang? Apakah pelatih UniPen melihat kejadian...apalagi pak Rektor Uni Pen yang tidak terlibat langsung dalam keseharian Tim...perilaku diluar lapangan: tandatangan untuk mendapat tattoo saja terkena hukuman...jangan tanya soal didalam lapangan. Anda boleh lihat sendiri betapa kerasnya American football dibandingkan dengan soccer....tetapi tak berani seorang atlit melakukan tindakan terpuji seperti kita lihat di kompetisi sepakbola di Indonesia: berkelahi dengan sesama pemain...apalagi mengeroyok wasit.

Inilah ciri negara maju....lihat stadion di Eropa yang tidak ada 'kerangkeng' penonton seperti di Indonesia. Salah satu kunci dasar mengapa sebuah negara menjadi maju adalah ketaatan pada hukum dan aturan. KPSI dan ISL yang secara arogan mengangkangi hukum dan aturan serta otoritas yang dipegang PSSI dan bisa bergerak begitu gampang dan tanpa rasa bersalah, menunjukkan pada kita betapa bangsa kita masih BARBAR...........mari bangun Indonesia baru lewat olahraga. Saya optimis kita punya potensi untuk maju asalkan mentalitas kita diperbaiki yaitu tunduk pada aturan...sepahit apapun konsekuensinya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun