Debat capres yang berlangsung kemarin membahas tentang “Politik Internasional dan Ketahanan Negara”. Debat yang berlangsung cukup menarik, para kandidat pun dapat dengan lugas menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ditanyakan baik oleh moderator maupun kandidat lainnya. TKI juga merupakan salah satu topik yang ditanyakan oleh moderator kepada kedua kandidat. TKI merupakan salah satu penghasil devisa terbesar untuk negara Indonesia, oleh sebab itu wajar menurut saya apabila TKI juga ikut dibahas dalam debat capres.
Seperti yang kita ketahui perlindungan terhadap TKI yang bekerja di luar negeri, perlindungannya sangat kurang, baik dari pemerintah tempat mereka bekerja maupun dari pemerintah kita sendiri. Pertanyaan ini ditujukan pertama kali kepada Jokowi selaku kandidat nomor 2 pada pilpres kali ini. Jokowi pun mengatakan “Tidak usah kirim TKI kita pada negara yang tidak punya undang-undang yang jelas mengenai perlindungan terhadap TKI”. Karena menurut Jokowi, hal yang menyangkut TKI juga menyangkut harkat dan martabat kita sebagai bangsa dan negara.
Jokowi juga menilai bahwa TKI harus diseleksi dan diberikan pelatihan sebelum bekerja di luar negeri, dan ia juga mengatakan KBRI tempat para TKI tersebut bekerja harus mempunyai data yang lengkap agar semua TKI mendapatkan perlindungan dari pemerintah. Hal tersebut didukung oleh Wakil Ketua Tim Kesatuan Relawan TKI BMMB Arab Saudi, Sharief Rachmat. Selain mendukung Jokowi, ia juga menilai kalau Prabowo tidak bisa menyampaikan visi dan misinya untuk TKI namun malah mendukung pernyataan dari Jokowi.
Direktur Eksekutif Migrant Care, Anis Hidayah, pun ikut berpendapat mengenai hal ini. Ia menilai bahwa Prabowo lebih memandang permasalahan ini dengan analisis klasik berdasarkan faktor pendorong yaitu kemiskinan, dan menggunakan pendekatan Makro Ekonomi untuk menyelesaikannya. Sedangkan ia menilai Jokowi melihat fenomena migrasi sebagai realitas yang harus dijawab dengan kebijakan spesifik mengenai tata kelola migrasi dan dukungan politik luar negeri yang berorientasi pada perlindungan WNI di luar negeri.
Namun kedua orang itu sependapat mengenai Prabowo yang terlalu banyak menceritakan pengalaman tentang Wilfrida, TKI di Malaysia yang terancam hukuman mati. Hal tersebut seperti diklaim sepihak oleh Prabowo, bahwa Wilfrida bebas karena bantuan dari Prabowo semata. Anis dan Sharief menjelaskan bahwa kasus Wilfrida terjadi tahun 2010, pembelaan dimulai dari Alex Wong, seorang aktivis Malaysia. Menurut pernyataan dari Anis, di Indonesia, pembelaan dimulai dari DPR dan baik Prabowo ataupun fraksi Partai Gerindra sama sekali tidak terlibat dalam pembelaan kasus ini.
Prabowo baru mulai melibatkan diri pada tahun 2013 dengan menambahkan satu pengacara dari Rafidzi dan Rao ke dalam tim advokasi Wilfrida yang telah disediakan oleh KBRI untuk Malaysia. Menurut Sharief, pengacara yang diberikan tidak membantu banyak dikarenakan peraturan negara setempat, yaitu pencara yang dapat mendampingi adalah pengacara yang disediakan oleh pemerintah.
Sharieg menambahkan, beda halnya dengan Jokowi terkait kasus TKI Indonesia yang dihukum pancung di Arab Saudi, Satinah. Jokowi memang ikut membantu pembebasan Satinah dengan ikut menyumbang uang, namun perbedaanya Jokowi menganggap ini sebagai keberhasilan bersama bukan sebagai keberhasilan individu.
Kedua kandidat memang sama-sama memerhatikan nasib TKI, mungkin hanya cara penyampaiannya saja yang berbeda. Namun apabila dilihat dari debat capres kemarin lebih terlihat apabila Jokowi yang lebih memperhatikan nasib para TKI daripada Prabowo.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H