Beberapa hari yang lalu Dirut PLN, Nur Pamudji, mendatangi persidangan kasus korupsi LTE PLTGU Belawan.
Beliau datang sebagai saksi atas kasus tersebut. Namun Nur Pamudji dengan tegas malah mendukung penuh tenaga ahli PLN yang ditahan dan sudah berstatus terdakwa. Dengan yakin ia menyatakan bahwa proyek LTE PLTGU Belawan tersebut sesuai dengan prosedur dan tata kelola usaha yang baik. Bahkan pemilihan langsung pemegang tender proyek ini juga sesuai dengan pelaksanaan Good Corporate (CGC) dengan standar yang bagus.
Diberitakan juga bahwa tidak ada anggaran negara yang digunakan dalam kasus ini. Ini membuktikan bahwa kerugian negara yang dituduhkan kejaksaan tidak mendasar.
Sebuah fakta yang mengejutkan dimana pernyataan Nur Pamudji sepertinya tidak mungkin bohong. Seperti yang kita ketahui Nur Pamudji pernah menerima penghargaan Bung Hatta Anti Corruption Award 2013.
Penghargaan tersebut ia dapatkan karena upayanya yang konsisten membuat terobosan untuk menjaga PLN bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Logikanya tidak mungkin seorang Nur Pamudji membela anggotanya yang dituduhkan melakukan tindak pidana korupsi sedangkan ia adalah seorang yang sangat menjunjung tinggi anti korupsi.
Memang dari dulu banyak kontroversi yang menyatakan ini adalah kriminalisasi bisnis. Dalam hal ini kejaksaan terkesan memaksakan kasus ini agar menjadi kasus pidana. Diindikasikan kejaksaan mencari keuntungan dalam kasus ini.
Direktur Operasi Mapna Indonesia M Bahalwan menuding ada jaksa yang memeras dirinya. Perbuatan pemerasan disebut dilakukan oleh oknum jaksa di Kejagung sebesar Rp 10 miliar. Bahalwan menyebut oknum jaksa yang memerasnya itu berinisial JIB. Adapun pemerasan ini merupakan sebuah ancaman dimana apabila Bahalwan tidak memenuhi tuntutan JIB maka Bahalwan akan "dipaksakan" menjadi tersangka kasus korupsi.
Lantas siapakah JIB tersebut?. JIB diketahui merupakan jaksa Juli Isnur Boy. Seorang jaksa yang banyak melakukan tindakan kontroversial selama jabatannya.
Berikut tindakan "aneh" Juli Isnur :
1. Pada kasus IM2 Indosat yang lalu, Juli Isnur merupakan kejaksaan yang menerima kasus tersebut dari Denny AK Ketua LSM Konsumen Telekomunikasi Indonesia (KTI). Didalam kasus tersebut terdapat kejanggalaan yaitu Denny AK melaporkan kasus ini melalui Juli Isnur karena kedekatan mereka. Meski locus de licti-nya di Jakarta, laporan Denny AK tetap diproses, bahkan naik ke Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, Bandung. Dalam waktu cepat ditingkatkan statusnya menjadi penyelidikan. Bersamaan dengan itu, karir Juli Isnur naik ke Kejati Jabar, bahkan ke Kejaksaan Agung. Karena kasus ini, Juli naik pangkat sekaligus membawa perkara ini ke Kejaksaan Agung.
Dalam pengadilan tidak ada satupun saksi dan fakta persidangan yang menguatkan tuduhan jaksa namun penuntut umum malah mengubah tuntutan. Hal ini mengindetifikasikan bahwa kejaksaan dari awal sudah melakukan kesalahan namun memaksakan agar masalah ini bisa dijadikan kasus pidana. Darisini saya bisa mengatakan kejaksaan, khususnya Juli Isnur memang sengaja untuk “mati-matian” berusaha agar IM2 benar-benar menjadi kasus hukum.
2. Juli Isnur pernah tersangkut sejumlah kasus, seperti penggelapan Barang Bukti kayu jadi dan pengembalian uang terdakwa perkara lelang kayu jati di Kabupaten Muna Tahun 2003.Bahkan Kasat Reskrim Muna, Agus Sugiarso SIk, menyatakan siap memeriksa Juli Isnur SH, jaksa eksekutor BB kayu jadi dan pengembalian uang terdakwa perkara lelang kayu jati Muna Tahun 2003.
Namun hingga saat ini jaksa Juli tidak pernah diberi sanksi malah mendapatkan promosi jabatan. Diindikasikan ada signal bahwa ia “menyetor” keatasannya agar karirnya mulus.
3. Dalam kasus LTE PLTGU Belawan, Juli Isnur sebagai penyidik kejaksaan tidak melakukan pemeriksaan dengan komprehensif. Ia menyelidiki PLTGU Belawan pada siang hari dimana pemakaian listrik hanya 123 watt.
Dengan acuan ini Kejagung menyatakan pengadaan LTE PLTGU ini tidak sesuai dengan prosedur dimana daya mampu minimal seharusnya 132 watt. padahal itu tidak benar dikarenakan beban 123 MW yang diperoleh penyidik Kejagung bukan berasal dari hasil pengujian tetapi kejaksaan hanya menyaksikan mesin yang pada saat itu hanya memikul beban 123 MW di siang hari. Padahal berdasarkan pengujian yang sebenarnya oleh lembaga sertifikasi, daya mampu GT 2.1 mampu mencapai 140,7 MW sehingga melebihi daya mampu minimal kontrak.