Bagi sebagian orang, Gundam barangkali identik dengan model-kit yang lumayan mahal dan luar-biasa detil. Ya, ini memang benar sih. Untuk yang kelas perfect-grade benar-benar seperti merakit mesin mobil. Dan harganya bisa jutaan. Padahal cuma untuk pajangan.
Tapi buat sebagian lainnya, mungkin menganggapnya tak beda dengan sekian banyak serial kartun lain, entah dari Jepang atau Amerika, tentang robot raksasa yang berperang demi kebenaran dan keadilan. Seperti Voltus V atau Transformer. Nah, anggapan seperti inilah yang salah kaprah.
Plot cerita Gundam, apalagi di serial-serial awal, tidak berbicara tentang perang demi kebenaran dan keadilan. Bahkan serial ini berusaha meyakinkan kita bahwa perang seperti itu cuma omong kosong - meminjam kata favorit Pak Katedra, salah satu kompasioner favorit saya.
Gundam lahir dari kegelisahan animator Jepang Yoshiyuki Tomino. Dia jenuh dengan serial animasi robot yang ceritanya itu-itu saja. Sederhana, hitam-putih, dan kekanak-kanakan. Maklum, anime seperti tujuan utamanya memang untuk pemasaran action-figure. Padahal Tomino-San yakin genre ini berpotensi dijadikan sesuatu yang lebih serius dan dewasa.
Karena itulah, dia meluncurkan Kidou Senshi Gundam atau Mobile Suit Gundam 0079 pada tahun 1979. Dalam serial ini, robot raksasa tak lagi jadi sentral cerita. Hanya menjadi latar belaka. Istilahnya bukan lagi robot, melainkan mobile suit. Kira-kira bisa disamakan dengan kendaraan tempur. Nah, drama yang dialami pilot mobile suit inilah yang menjadi sajian utamanya.
Awalnya, serial ini memang tersendat sampai sempat di-cancel. Tak dinyana, ketika ditayangkan sebagai film, justru meledak dengan dahsyat. Dan penggemarnya justru lebih banyak dari kalangan dewasa.
Gundam akhirnya menjadi ikon multi produk yang terus dibuat dan dibuat lagi sampai sekarang. Dari mulai film, serial, manga, novel, sampai - tentu saja - action figure dan model-kit. Sebuah fenomena yang mungkin cuma bisa disaingi oleh film Star Wars.
Dan sama seperti Star Wars, serial maupun film-nya yang lama pun masih diedarkan sampai sekarang. Kenyataan yang saya syukuri. Terus terang, saya baru jadi otaku sekitar tahun 2000-an. Saat gelombang kedua pandemi anime melanda Indonesia, ditandai dengan menjamurnya rental dan seller VCD anime.
Pada intinya, Gundam memang anime yang bercerita tentang konflik peperangan. Mobile Suit Gundam 0079 - yang menggunakan timeline Universal Century - menceritakan konflik antara Federasi bumi melawan gerakan separatis radikal Zeon yang ingin mendirikan pemerintahan sendiri di antariksa. Ceritanya dipenuhi tragedi, intrik para elit politik, dan karakter yang serba abu-abu.
Tidak jelas siapa yang jahat dan siapa yang baik dalam cerita ini. Kita bisa menemukan tokoh yang terpuji maupun tercela di kedua belah pihak. Bahkan definisi terpuji dan tercela pun tergantung dari sudut mana kita melihatnya. Jadi benar-benar terasa realistis. Seperti kenyataan politik kita yang kita lihat sehari-hari.
Tokoh utama dalam cerita itu, Amuro Rei, digambarkan layaknya Arjuna sebelum mendapat wejangan dari Sri Kresna. Serba peragu dan muak melihat kekejaman perang. Bahkan berniat mundur. Justru musuhnya, tokoh radikal bernama Char Aznable, digambarkan sebagai sosok prajurit sejati yang setia kawan, penuh semangat juang, tak ragu membunuh dan dibunuh demi idealismenya.
Konsep kisah seperti ini diulang lagi dalam serial Gundam berikutnya, Zeta Gundam. Diedarkan tahun 1985, Â serial ini dianggap yang terbaik dari semua judul Gundam yang ada. Tetap dalam timeline Universal Century, kisahnya terjadi beberapa tahun setelah peristiwa di Mobile Suit Gundam 0079.
Tokoh utamanya bernama Kamille Bidan yang punya watak pemarah. Tragedi yang dia alami lebih gawat lagi. Dia melihat sendiri bagaimana kedua orang tuanya, pacar pertamanya, dan teman-temannya mati dalam peperangan. Dan seolah belum cukup tragis, cerita ini berakhir dengan adegan Kamille tersenyum. Lega? Bukaan! Senyum-senyum sendiri tepatnya. Alias seratus persen gila.
Tapi jangan menangis dulu ya. Belakangan para kreatornya juga merasa akhir seperti itu terlalu mengerikan. Makanya saat Zeta Gundam di-remake kembali tahun 2005, Kamille tidak dibikin setragis itu nasibnya. Bahkan dalam spin-off lainnya, digambarkan meninggalkan medan perang dan menjadi dokter.
Saya termasuk yang shock saat menonton serial itu. Itulah kenapa, dari semua serial Gundam, favorit saya adalah The 08th MS Team yang diedarkan dalam bentuk OVA (Original Video Animation) pada tahun 1996 sampai 1999. Di samping art-worknya buat saya paling keren, ceritanya juga happy-ending.
Ceritanya seperti paduan Romeo-Juliet dengan Rambo II. Menggambarkan kisah cinta antara perwira Federasi bernama Shiro Hamada dengan wanita Zeon bernama Aina Sahalin, di tengah medan perang berhutan ala Vietnam. Mau tahu endingnya? Shiro kehilangan sebelah kaki dalam pertempuran akhir. Lalu ia pun memilih desersi agar bisa hidup berdua dengan Aina di tengah hutan.
Seperti itu dibilang happy-ending? Sumpah, untuk ukuran Gundam yang timeline-nya Universal Century, ini sudah happy-ending banget.
Bandingkan dengan Gundam 0080 Pocket no Naka no Sensou alias War in The Pocket yang juga diedarkan dalam bentuk OVA tahun 1989. Ceritanya hampir sama. Ada kisah cinta antara agen Zeon Bernard Wiseman dan wanita test-pilot Gundam Christina MacKenzie.
Bernie diutus untuk menyusup ke salah satu koloni angkasa. Misinya untuk menghancurkan prototipe Gundam. Di sana dia akhirnya jatuh cinta dengan Christina, seorang test pilot. Masalahnya, kedua belah pihak sama-sama tidak tahu latar belakang masing-masing. Sehingga saat terjadi pertempuran antar mobile suit yang mereka kendarai, keduanya tidak tahu sedang berhadapan dengan orang yang mereka sayangi.
Akhirnya? Christina bisa diselamatkan meski Gundamnya rusak. Sementara Bernard tak bisa dikenali lagi. Tubuhnya tinggal berupa cacahan daging dalam mobile suit-nya yang berantakan - ditembak oleh Gundam yang dikendarai Christina. Dan setelah itu Christina bingung kenapa kekasihnya tidak lagi menemuinya.
Menyebalkan sekali bukan?
Mungkin karena itu setelahnya ada kecenderungan Tomino-San dan kawan-kawan mulai melakukan 'pelemahan' terhadap Gundam. Serial-serial selanjutnya mulai berubah. Selain tidak mengacu pada timeline Universal Century, unsur tragedinya mulai dikurangi.
Contohnya adalah seri Gundam X (1996) yang paling berasa Holywood. Atau Gundam Turn A (1999) yang paling membosankan. Ada lagi Gundam G (1994) yang paling unik - berubah menjadi genre martial art. Pertarungan ala kumite antar mobile suit.  Mungkin karena ingin menyaingi Dragon Ball.
Di Indonesia sendiri, mungkin paling populer adalah Gundam W alias Gundam Wing yang dibuat tahun 1995. Soalnya pernah diputar di salah satu stasiun televisi. Ada yang unik dengan seri ini. Di Jepang sendiri tidak terlalu terkenal. Tapi ternyata malah sukses besar di Amerika. Situs IGN menyatakan 'Kisahnya begitu bagus sampai yang anti anime pun terpaksa harus memberi pujian'.
Tokoh dalam Gundam Wing mirip boyband. Muda, keren, dan bergerombol. Ada Hero Yui, pembunuh berdarah dingin. Duo Maxwell, pembunuh yang ceria. Quatre Raberba, pembunuh yang baik hati. Chang Wufei, pembunuh yang pemarah. Dan Trowa Barton, pembunuh yang....mmm...tidak jelas.
Kelimanya ditampilkan sebagai sosok yang selalu cool baik saat membunuh maupun buang air. Jadi sangat jauh dari sosok Amuro dan Kamille misalnya. Dan semesta ceritanya juga berbeda. Di sini mereka menggunakan istilah After Colony.
Meski demikian, sama dengan Gundam versi Universal Century, intrik politik yang ditampilkan juga sangat kental. Karakter abu-abunya dipertahankan. Cuma tidak ada akhir yang tragis. Semua tokoh utamanya tetap hidup dan menjadi lebih baik dari sebelumnya. Jadi tidak usah menyiapkan tisu ketika menonton serial ini.
Gundam yang muncul setelah itu nampaknya masih mempertahankan pola yang sama. Tragedi dikurangi, tapi Intrik politik dan konflik karakter tetap dipertahankan. Seperti yang bisa kita lihat di serial Gundam Seed (buatan tahun 2002) atau Gundam 00 (2009). Terakhir ada film Gundam Hathaway yang penayangannya sempat ditunda karena pandemi.
Oiya, di luar semesta cerita yang serba dewasa dan berbau politik, ada juga serial Gundam yang betul-betul out of the box. Seperti SD Gundam (2002) yang mirip-mirip Minions, Â atau Gundam Build Fighter ( 2012) yang menampilkan pertandingan antar mainan Gundam. Saya tidak bisa bercerita banyak, soalnya belum nonton. Agak malas kalau baca premise ceritanya.
Oiya, ada satu hal lagi yang bisa dicatat sebagai prestasi Gundam dalam dunia anime. Serial inilah yang akhirnya memecah genre mecha (anime soal robot) menjadi dua. Real Robot dan Super Robot.
Super robot adalah genre yang dulu ada sebelum Gundam. Anime yang lebih mengutamakan adegan robot raksasa melakukan aksi-aksi keren. Seperti bergabung jadi satu atau melontarkan tinju roket. Dan pilotnya bak pendekar yang terus meneriakkan jurus-jurus saktinya. Contohnya seperti Voltus V dan Mazingga Z.
Kalau Real Robot menjurus ke cerita yang lebih realistik. Ya seperti Gundam itu. Dari sinilah muncul serial lain dengan konsep yang kurang-lebih sama. Yang bisa jadi contoh terbaik adalah Kidou Keisatsu Pat Labor, Neon Genesis Evangelion, dan Gasaraki.
Mungkin ada yang bertanya, film kartun itu kan buat anak-anak. Kok dibikin cerita yang gelap dan tragis seperti itu? Apa tidak dimarahi KPAI Jepang? Jujur, untuk menjawab itu mungkin butuh dua atau tiga artikel lagi yang tak kalah panjang.
Arigatgozaimashita
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H