Mohon tunggu...
Nugroho Aricahyo
Nugroho Aricahyo Mohon Tunggu... wiraswasta -

Bekerja sebagai seorang Pengusaha dengan modal pas-pasan di bidang IT dan juga fokus di bidang kesehatan khususnya Herbal dan Terapi Al Hijamah. Hobi menulis, main komputer dan travelling. Lahir di Surabaya, anak ke 3 dari 3 bersaudara dan masih melajang.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Terorisme, Sandiwara Lama Pengalihan Publik

10 September 2012   12:32 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:40 635
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jika ada seorang kawan mengatakan negeri ini adalah negeri lawakan, mungkin terdengar ada benarnya. Saya tidak mengkritisi kinerja DPR tidak becus, seperti almarhum Gus Dur yang mengatakan DPR seperti anak TK. Atau saya tidak menilai pemerintahan presiden SBY kurang sigap sebagaimana dilansir media massa sebagai unsur pencitraan. Saya menilai bahwa yang terjadi dimedia massa sebenarnya telah disetting oleh sekelompok golongan tertentu.

Apalagi jika terkait dengan terorisme. Jika kita tanyakan kepada orang awam, pasti mengarah pada umat Islam yang bercelana cingkrang, berjanggut lebat dan berpeci haji. Padahal itu saya banget lho, hehehe, gak percaya ? . . . Padahal itu semua adalah hasil dari rekayasa yang dilakukan oleh pihak berwenang, saya tulis pihak berwenang bukan menunjuk kepada satu entitas tertentu, namun kepada pihak yang diuntungkan dengan pemberitaan tersebut.

Masih ingat dalam memori saya tentang kejadian Bom Bali 1 dan 2 yang melibatkan Imam Samudra cs dan Noordin M. Top cs yang detik ini masih mengganjal. Pertanyaan terbesar adalah apakah memang mereka pelakunya atau hanyalah akal-akalan pihak tertentu, mengingat peristiwa tersebut datang menjelang presiden Amerika sedang melakukan lawatan dan negosiasi dengan pemerintah Indonesia untuk 'menginjak-injak' rakyatnya sendiri. Kemudian kasus bom J.W Marriot yang hampir bersamaan dengan kasus Bank Century. Dan beberapa kasus kekerasan di Jawa Barat, ketika Ahmadiyah dan Syiah menjadi sorotan publik. Dan terakhir adalah penembakan di Solo yang hampir berbarengan dengan kasus Korupsi di internal Kepolisian dan Pilgub Jakarta.

Ketika kebenaran ditampakkan, maka yang merasa gerah dengan kebenaran tersebut akan melakukan apapun juga meskipun harus 'menipu','membohongi' dan 'membodohi' ratusan juta masyarakat Indonesia. Pengalihan isu, lebih tepatnya. Untuk kasus penembakan, jika memang si Thoriq cs yang melakukannya, kenapa ketika pemberitaan mengenai hal tersebut tidak menampilkan wajah si tersangka ? sedangkan untuk kasus korupsi, wajah tersangka di ekspose hingga kita tahu ekspresi menyedihkan yang itu hanya tipu daya.

Yang membuat saya heran lagi, ada orang yang beropini, ketika Angilena Sondakh terjebak kasus korupsi, mengatakan bahwa kasihan jika mbak Angie harus dipenjara dia masih mempunyai anak yang masih kecil. Akan tetapi, ketika pelaku bom bali ingin menemui keluarganya, selalu dihalang-halangi dan dipersulit. . . Well, jika memandang masyarakat Indonesia ini cerdas, maka seharusnya sadar, aksi bom dan terorisme hanya merugikan pihak tertentu saja, akan tetapi, Korupsi dan Kejahatan kerah putih-lah yang akan merugikan masyarakat dan membunuh masyarakat tanpa mereka sadar.

Adanya busung lapar, gizi buruk, kekeringan hingga wabah disuatu daerah, itu terjadi bukan karena faktor alam saja, melainkan perilaku korupsi yang mendarah daging. Jika pemerintah dan masyarakat jeli, dana uang koruptor dapat dipergunakan untuk kemakmuran 1 desa tertinggal, kesehatan sekian ratus kepala keluarga dan pendidikan sekian ribu siswa. Namun sepertinya, masyarakat Indonesia tidak pantas untuk minum 'tolak angin' karena orang pintar minum tolak angin.

Keberadaan Densus 88 pun sebenarnya harus diragukan dan dipertanyakan fungsi dan kinerjanya. Benar-benar mengamankan atau justru malah mencari perkara baru ? Ibarat Batman atau Superman, yang tiba-tiba datang menghancurkan kejahatan tapi meninggalkan kehancuran dari bekas aksinya. Densus 88 pun telah meninggalkan bekas-bekas keburukan bagi keluarga yang dituduh teroris padahal bukti otentik belum jelas dan tegas.

Akhir tulisan, coba mari kita renungkan tentang keberadaan sebuah kebenaran itu sendiri. Kejadian terorisme jika kita urutkan dari belakang selalu tidak jauh-jauh dari Isu 'panas' yang berkembang di sepeutar pemerintah. Kasus Bank Century yang tertutup oleh Bom Marriot, Kriminalitas Amerika Serikat yang tertutup bom bali 1 dan 2, Korupsi pejabat yang tertutup oleh kekerasan yang dilakukan ormas tertentu, Korupsi internal kepolisian yang tertutup oleh terorisme solo. Dan masih banyak lagi, hingga kematian Dr Azhari yang hanya dapat diidentifikasi dari giginya saja. Terorisme tidaklah lebih dari sebuah opera sabun yang sejenak lalu untuk mengalihkan perhatian publik tentang buruknya pemerintahan dan pihak-pihak berwenang untuk mengatur negara.

Terorisme sejati adalah yang memberikan kesengsaraan kepada masyarakat dalam jangka waktu yang tidak terbatas. Korupsi dan Keserakahan manusia adalah teroris yang sebenarnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun