Mohon tunggu...
Nufirwan .
Nufirwan . Mohon Tunggu... -

Magister Management, Master NLP, Hypnotherapy, Profesional Grapholog

Selanjutnya

Tutup

Edukasi

Berperang Sama Anak?

29 Januari 2014   10:00 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:21 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Mengasuh anakku ini seperti sedang berperang. Ada banyak teriakkan, suara tangisan, jeritan dan suara-suara heboh lainnya. Saya juga musti sering susun strategi untuk membujuk anak saya untuk mau makan, untuk belajar atau merapikan mainan setelah berantakan semua. Wah pusing deh, udah mirip kayak perang!!”...begitulah komentar salah satu orang tua yang mungkin juga pernah Anda dengar atau bahkan Anda juga merasakan hal yang sama.

Saya tahu persis bahwa mendidik dan mengasuh anak memang kadangkala membuat frustasi, jengkel, pingin marah aja dan lain sebagainya, tetapi menyamakannya dengan sebuah perang, terus terang adalah hal baru bagi saya

Nah mengikuti metafora/perumpamaan yang digunakan itu, saya lantas berpikir, jika ini sebuah perang, tentu akan diperlukan sebuah “senjata” ya. Senjata yang efektif untuk mengalahkan “musuh” eh salah he..he..

Sebuah senjata yang perlu dimiliki oleh setiap orangtua agar efektif dalam mengasuh dan mendidik anaknya. Anda ingin tahu senjata apa itu?

Ada dua sebenarnya, yang pertama adalah Cinta Tak Bersyarat atau Unconditional Love. Anak sangat membutuhkan Cinta Tak Bersyarat dari orangtuanya. Dengan memberikan ini saja, saya jamin akan terjadi perubahan yang sangat besar pada diri anak Anda.

Nah yang kedua adalah Keahlian untuk menetralkan atau melepaskan emosi negatif yang terjadi baik pada diri Anda sebagai orangtua ataupun yang terjadi pada anak Anda.

Sebagian besar orang sebelum menjadi orangtua sudah memiliki tumpukan emosi negatif dalam dirinya seperti perasaan kecewa, perasaan tidak berdaya, rendah diri, perasaan benci, jengkel, marah pada orangtuanya atau orang lain. Sehingga saat menjadi orangtua, seringkali tumpukan emosi negatif ini muncul kembali saat mengasuh dan mendidik anak, terutama saat anak berperilaku tidak sesuai dengan yang diinginkan.

Sebagai contoh kecil saja.

Suatu kejadian pada anak yang bagi orangtua lain biasa saja, misal anak dapat nilai ulangan jelek, bisa jadi ini hal besar bagi Anda karena dulu mungkin waktu kecil, Anda sering ditertawain teman atau dimarahin orangtua saat dapat nilai ulangan jelek. Hal ini bisa memicu timbulnya kembali emosi negatif di dalam diri Anda sehingga Anda menjadi marah besar pada anak Anda karena dia dapat nilai ulangan jelek.

Contoh lain.

Anda sedang mengalami kejadian yang tidak mengenakkan di kerjaan/bisnis Anda. Anda sumpek, jengkel atau marah pada situasi yang terjadi pada diri Anda. Lalu Anda pulang dan anak hanya sedikit rewel saja, Anda bisa jadi marah besar dan memukul dia, setelah itu baru Anda menyesal. Pernah alami seperti ini?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Edukasi Selengkapnya
Lihat Edukasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun