Pilihan untuk terus hidup dan berkembang itu bukan didasari kelemahan dan patahnya semangat belajar. Tapi, pilihan hidupmu ditentukan dengan pola fikirmu. Menganggap hal kecil sebagai peluang, menganggap hal besar sebagai tantangan.
Aku? Dengan sedikit ilmu yang aku pelajari. Ingin rasanya berbagi. Namun nihil untuk membangun dan membuka sekolah di usiaku yang belum matang.Â
Apa aku berhenti bermimpi? Tidak. Aku terus mencari dan mencari hingga jatuh di dalam program volunteer mengajar.
Jangan Tanya perasaanku waktu itu bagaimana, aku sangat takut.Â
Takut sebelum melangkah. Namun, aku lebih takut untuk tidak berkembang di tengah pandemic.
Apakah aku melawan rasa takut dan rasa insecure? Ya Jelas.
Aku tata diri, aku perbaiki pola fikir "menjadi pintar bukan point yang tepat, menjadi manfaat adalah alasan akurat. Banyak orang pintar, namun masyarakat tak bisa merasakannya. Banyak yang biasa, namun masyarakat merasakan ilmunya".
Dengan modal curriculum vitae yang sederhana, usaha mencari format cv menarik di aplikasi sederhana juga. Namun, berjuta syukur tak henti ku lakukan dengan  lolosnya seleksi volunteer. Apa tak ada harapan sedikit imbalan? Sayang sekali, aku tak mengedepankan itu. Karena aku tau, banyak uangpun belum tentu bisa mengantarkanku ke jenjang mengajar volunteer.
Produktif itu lelah. Tapi aku tau, hasilnya begitu manis. Hingga lebahpun iri dengan manisnya kesuksesan itu.Â
Aku dengan pengalaman yang hanya segelintir orang yang memilikinya, aku gunakan dengan sebaik-baiknya.Â
Aku, di umurku yang sudah tak lagi muda dan rentan menadapatkan kejutan dari dosen ini, aku sadar tak semua hal harus diuangkan, namun ada kalanya suatu hal diabadikan, dan rasa dengan berjuta kenangan juga vibes yang baik yang dirasakan orang lain cukup menjadi imbalanku.Â