Mohon tunggu...
nuas nurdin
nuas nurdin Mohon Tunggu... -

...berusaha terus belajar, tak ingin lelah..

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Pohon di Tepi Jalan

9 Februari 2010   04:26 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:01 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Aku ingin seperti pohon di tepi jalan, tumbuh ia dari benih unggulan, berasal dari hutan yg jauh, bijinya diterbangkan oleh burung pengelana, lalu jatuh ke semak tak bertuan, pada sebuah tanah yg dipilihkan Tuhan. Beranjak besar ia oleh asuhan alam, diguyur hujan dan di panggang matahari, musim telah membimbingnya menjadi kuat, akarnya menukik ke pusat gravitasi, batangnya kokoh seperti pilar istana, dahan rantingnya layaknya tangan-tangan yang berdoa gemulai menghadap ke langit. Sekali dua kali ia patah, namun ia tak menyerah, berganti dahan yang lebih indah dan lebih kuat. Daun-daunnya rimbun bergoyang seperti bernyanyi, lebih tepatnya berdzikir; bertasbih memuji.

Aku ingin seperti pohon di tepi jalan, bebas berdiri berdamai dengan kehidupan, menghirup udara yang bersih, menghisap air dan saripati yang suci. Merdeka tanpa seteru dan sengketa. Bersahabat dengan siapa saja. Bila hujan datang ia tahu bahwa itu sumber kebaikan, bila kemarau tiba ia sadar itu kesempatan untuk belajar bertahan, bila badai berkunjung ia mengerti alam hendak mengajarnya menjadi kuat, bila petir menyambar ia paham saatnya belajar tentang keteguhan dan keberanian. Bahwa setiap kehendak Tuhan datang dengan sebuah alasan, datang untuk membawa kebaikan.

Aku ingin seperti pohon di tepi jalan, bersyukur dan berbahagia atas kehidupan. Senang bila burung berkunjung, gembira bila musafir berteduh, tak mengusik serangga yang membuat sarang pada rantingnya. Hadir ia untuk memberi manfaat yang sebanyak-banyaknya bagi kehidupan. Akar dan kulitnya adalah obat, dahan dan rantingnya serba guna, daunnya menjadi pabrik oksigen yg begitu penting, bunganya adalah hiasan, juga buahnya lezat bukan mainan. Bahkan bila mati pun ia kembali menjadi pupuk bagi alam. Ia adalah sumber inspirasi kebaikan.

Aku ingin seperti pesan seorang bijak bestari; " Hiduplah engkau seperti pohon yg tumbuh di tepi jalan, dilempari ia dengan batu, lalu dibalasnya dengan buah." Bagaimana denganmu kawan?-n

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun