Mohon tunggu...
Membaca Menulis
Membaca Menulis Mohon Tunggu... lainnya -

MEMBACA DAN MENULIS UNTUK HARI ESOK YANG LEBIH BAIK. Mengembangkan literasi dan proses kreatif menulis.(Nuansa Cendekia Bandung)

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Kaum Hawa dan Simulakra

13 April 2010   05:17 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:49 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kalau makhluk bernama perempuan itu dipersoalkan, maka di situlah jalan panjang tanpa tepi terentang. Sejak era komune primitif, perbudakan, feodal, kolonial, hingga kini neo liberal sejarah telah memberi kesaksian kaum perempuan memiliki masalah di setiap jamannya. Benar bahwa pada setiap kesulitan mengatasi masalah selalu ada solusi. Tetapi terkadang solusi tersebut tak sepenuhnya menjawab setiap insan perempuan. Bagaimana sekarang kita melihat persoalan perempuan di era digital? Buku ini mencoba mencari akar masalah, sekaligus mencari solusi dibalik kenyataan kontemporer perempuan. Realitas Gender secara umum memperlihatkan bahwa era kebebasan dan rasionalisme modern tak secara otomatis mengondisikan nasib perempuan menjadi lebih baik. Berbagai unsur-unsur eksploitasi terus menyelubungi kaum hawa. Di sini Ellys melihat akar penyebabnya terletak pada menebalnya ketidakpedulian, sikap menutup diri, tekanan, dan ketidakdilan yang begitu lekat mengaliri urat darah perempuan. (hlm 14). Selain itu Ellys juga melihat ada sikap pasif dan pasrah dari perempuan akibat dari tekanan dari kultur domestifikasi. Masalah perempuan kontemporer tersebut selain dari dunia real, terutama rumah tangga, budaya patriarkhi juga melibatkan dunia maya, yakni televisi dan internet. Jamak diketahui, televisi memiliki masalah umum berupa simulakra. Sebagaimana pendapat Jean Baudrillard (1981), simulakra disimpulkan sebagai strategi penyamaran tanda dan citra yang menjungkirbalikkan tanda dan kemudian mengakibatkan kecauan realitas. Di sini, pesona perempuan sebagai manusia natural mengalami penyimpangan; menjadi objek seksual yang sifatnya untuk alat pemuas para pemirsa (kaum lelaki). Televisi adalah alat komersial yang menginginkan perempuan bukan sebagai perempuan itu sendiri, melainkan sebagai pengonsumsi iklan. Aspek belanja memainkan peranan penting perempuan penanda di televisi untuk menggaet pemirsa, termasuk kaum perempuan itu sendiri. Buku ini memperlihatkan bagaimana sesungguhnya penayangan perempuan dengan beragam cara tersebut bukanlah untuk memenuhi pemenuhan kebutuhan perempuan, melainkan pemenuhan kaum pemodal dan pelaku industri iklan. Perkembangan internet yang begitu pesat melanda seantero dunia tak kalah merisaukan. "Internet merupakan satu ekses perubahan teknologi yang sulit dipahami dalam sejarah masyarakat dunia.." (hlm 80). Di sinilah napak tilas problematika perendahan derajat kaum perempuan khususnya hal pornografi maupun penyelewengan hakekat keperempuanan menjadi dilematis. Untuk membebaskan pandangan masyarakat terhadap perempuan mestinya memakai pendekatan kritis yang baru yang berbeda dengan sosok/citra perempuan di layar televisi. Cuba (1990) yang memberikan analisa terpenting pada buku ini menyingkap realitas perempuan hanya dapat ditangkap melalui pendekatan dan eksplorasi pengetahuan dan penilaian yang objektif.(hlm 85). Tanpa bermaksud menyederhanakan latar belakang persoalan, penulis hendak menyatakan bahwa solusi untuk pembebasan perempuan terletak pada perempuan itu sendiri. Kata kemandirian menjadi tema sentral di dalam buku ini. Kemandirian pribadi menempati syarat utama untuk kesetaraan perempuan terhadap laki-laki, kemudian kemandirian kelompok sekup kecil, organisasi sosial, lalu ke wilayah yang lebih luas, yakni negara. Adapun strategi untuk penunjang kemandirian tersebut meliputi beberapa hal. 1) Berbagi informasi.2) konsultasi. 3) pengambilan keputusan. 4) inisiatif langkah awal. (hlm 30) Terkait dengan solusi umum, maka kepemimpinan kaum hawa sebenarnya mutlak menjadi perhatian. Keempat langkah itu harus diarahkan pada upaya kebangkitan kepemimpinan kaum perempuan untuk berjuang menemukan eksistensi dan harga diri sebagai manusia yang setara dengan laki-laki. Dalam hal pemetaan masalah-masalah perempuan buku ini mungkin banyak memberi manfaat. Namun harus diakui bahwa perspektif perlawanan terhadap laki-laki yang tergambar jelas pada bagian-bagian belakang cukup mengganggu. Bagaimanapun juga masalah mendasar ketidakberdayaan perempuan untuk saat ini sudah bisa diselesaikan melalui beragam pendekatan dan strategi. (SNA) Judul: Perempuan Vs Perempuan/(Realitas Gender, Tayangan Gosip dan Dunia Maya)/ Penulis: Ellys Lestari Pembayun/Penerbit: Nuansa Cendekia Bandung (anggota IKAPI)/Tahun: Cetakan Pertama Januari 2009/ Tebal: 160 Halaman. http://nuansabuku.blogspot.com

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun